Bayangkan kamu lagi ngincer barang yang lagi hype entah itu smartphone flagship, sneakers edisi terbatas, atau bahkan token crypto yang baru diumumkan akan listing. Pas kamu klik tombol beli, muncul keterangan mengejutkan: “stok habis, tapi pesananmu akan diproses begitu barang tersedia.” Perasaanmu campur aduk, antara lega karena masih bisa pesan, dan ragu karena harus menunggu tanpa kepastian jelas.
Inilah yang disebut backorder. Sebuah kondisi unik di mana barang sebenarnya kosong, tapi pintu pesanan tetap terbuka. Dari sisi bisnis, ini bisa jadi strategi pintar untuk menjaga penjualan tetap mengalir.
Tapi di sisi lain, kalau salah dikelola, backorder bisa memicu krisis kepercayaan pelanggan. Pertanyaan besarnya, apakah backorder lebih banyak memberi keuntungan, atau justru jadi bumerang?
Apa Itu Backorder?
Secara sederhana, backorder adalah keadaan ketika produk habis di gudang, namun pesanan dari pelanggan tetap diterima dengan janji pengiriman di kemudian hari.
Konsep ini berbeda dengan out of stock. Kalau out of stock, toko menutup pesanan karena tidak tahu kapan stok kembali ada. Sedangkan backorder menandakan ada keyakinan bahwa stok pasti masuk lagi, hanya soal waktu.
Dalam ekosistem bisnis modern, backorder sering dipakai untuk menahan momentum penjualan. Misalnya di e-commerce besar, mereka sengaja membiarkan pesanan tetap berjalan karena tahu barang sedang dalam perjalanan dari pemasok.
Sama halnya dalam dunia kripto, ketika bursa mengumumkan akan segera membuka akses trading untuk token tertentu, investor bisa menyiapkan order lebih dulu meski fitur trading baru aktif setelah sistem siap. Rasa “menunggu kepastian” ini sangat mirip dengan backorder.
Penyebab Terjadinya Backorder
Backorder tidak muncul begitu saja. Ada kombinasi faktor yang sering bikin bisnis terjebak di kondisi ini.
- Lonjakan permintaan mendadak. Produk viral di media sosial bisa melipatgandakan permintaan dalam hitungan jam. Contohnya sneakers yang dipakai idol K-Pop atau token yang tiba-tiba trending di komunitas crypto.
- Gangguan rantai pasok. Keterlambatan bahan baku, masalah logistik internasional, hingga gejolak geopolitik bisa bikin stok terhenti.
- Sistem just-in-time. Banyak perusahaan modern menekan biaya dengan menyimpan stok minimal. Kalau demand tiba-tiba naik, backorder jadi tidak terhindarkan.
- Prediksi permintaan meleset. Data forecasting kadang tidak bisa membaca perilaku konsumen yang dinamis, apalagi di era digital yang penuh kejutan.
Kalau dipikir, backorder sering jadi “harga” yang harus dibayar bisnis karena ingin efisiensi tapi kurang siap dengan lonjakan tak terduga.
Bagaimana Cara Kerja Backorder?
Dari kacamata pelanggan, backorder mungkin terasa seperti penundaan biasa. Tapi dari sisi operasional, ada mekanisme yang cukup kompleks:
- Pemesanan diterima. Sistem tetap mencatat order meski stok nol.
- Konfirmasi status backorder. Pelanggan mendapat informasi bahwa barang akan dikirim setelah restock.
- Pengisian ulang stok. Supplier atau manufaktur mengirim barang ke gudang.
- Pengiriman pesanan. Order lama diprioritaskan untuk dikirim sebelum pesanan baru.
Di sini peran komunikasi sangat krusial. Kalau bisnis bisa memberi timeline yang jelas, pelanggan biasanya mau menunggu. Tapi jika komunikasi minim, rasa percaya cepat terkikis.
Dalam konteks blockchain, mirip saat investor menunggu upgrade jaringan yang sempat tertunda: janji roadmap harus dikawal dengan transparansi agar komunitas tetap percaya.
Dampak Backorder: Antara Peluang dan Risiko
Backorder bisa dianalogikan seperti pedang bermata dua.
Dampak positif:
- Penjualan tetap mengalir. Meski stok kosong, arus kas tidak berhenti.
- Menumbuhkan loyalitas. Pelanggan yang rela menunggu merasa lebih terikat dengan brand.
- Menciptakan eksklusivitas. Barang yang sulit didapat sering dianggap lebih bernilai.
Dampak negatif:
- Risiko kekecewaan. Kalau janji pengiriman molor, pelanggan bisa frustrasi.
- Trust issue. Sekali reputasi jatuh, akan sulit dikembalikan.
- Beban biaya tambahan. Manajemen backorder butuh tenaga ekstra dalam logistik dan customer service.
Menariknya, beberapa brand besar justru menggunakan backorder sebagai alat marketing.
Mereka membiarkan publik melihat stok kosong tapi tetap buka pesanan untuk menciptakan kesan “produk ini sangat dicari.” Tapi tentu saja, trik ini berbahaya kalau tidak diimbangi eksekusi pengiriman yang disiplin.
Strategi Mengelola Backorder
Agar backorder berubah dari masalah jadi peluang, bisnis perlu strategi matang.
- Transparansi kepada pelanggan. Berikan estimasi jelas, update rutin, dan opsi refund jika pelanggan tidak mau menunggu.
- Safety stock. Simpan stok cadangan khusus untuk produk yang punya demand tinggi.
- Diversifikasi pemasok. Jangan hanya mengandalkan satu vendor. Dengan rantai pasok lebih luas, risiko keterlambatan bisa ditekan.
- Sistem forecasting canggih. Gunakan AI atau machine learning untuk membaca pola permintaan yang dinamis.
Dalam kripto, kita bisa melihat analogi ini lewat konsep liquidity pool. Kalau pasokan likuiditas kurang, pengguna akan merasakan slippage tinggi. Namun kalau ada cadangan likuiditas dan strategi balancing, ekosistem tetap berjalan mulus. Sama seperti bisnis retail yang butuh safety stock, protokol DeFi pun butuh likuiditas cadangan agar sistem tidak goyah.
Contoh Backorder di Dunia Nyata
- Retail global. Produk smartphone sering mengalami backorder karena permintaan yang melonjak saat peluncuran iPhone baru.
- Fashion & lifestyle. Brand hype sneakers sering membuka backorder setelah batch pertama habis.
- Marketplace online. Banyak e-commerce besar lebih memilih status backorder daripada kehilangan momentum penjualan.
- Crypto & blockchain. Situasi mirip terjadi ketika sebuah exchange mengumumkan listing token baru. Demand investor sudah ada, order book siap dibuka, tapi akses trading ditunda karena masalah teknis atau regulasi. Rasa menunggu itu persis seperti pelanggan yang menanti barang backorder.
Kesimpulan
Backorder bukan sekadar istilah logistik, tapi strategi bisnis yang mencerminkan cara perusahaan mengelola demand dan supply. Dalam kondisi tertentu, backorder bisa jadi mesin cuan karena menjaga penjualan tetap berjalan. Namun jika salah dikelola, ia bisa berbalik arah jadi bumerang yang merusak reputasi dan menggerus loyalitas pelanggan.
Kuncinya ada di manajemen ekspektasi. Bisnis yang jujur soal waktu tunggu, konsisten memberi kabar, dan punya sistem stok yang adaptif akan mampu menjadikan backorder sebagai strategi, bukan masalah.
Sama seperti ekosistem kripto, kepercayaan adalah aset paling mahal sekali hilang, nilainya jauh lebih besar daripada kehilangan satu penjualan.
Itulah informasi menarik tentang Backorder adalah dalam Bisnis: Strategi Cuan atau Bumerang? yang bisa kamu dalami lebih lanjut di kumpulan artikel kripto dari Indodax Academy. Selain mendapatkan insight mendalam lewat berbagai artikel edukasi crypto terpopuler, kamu juga bisa memperluas wawasan lewat kumpulan tutorial serta memilih dari beragam artikel populer yang sesuai minatmu.
Selain update pengetahuan, kamu juga bisa langsung pantau harga aset digital di Indodax Market dan ikuti perkembangan terkini lewat berita crypto terbaru. Untuk pengalaman trading lebih personal, jelajahi juga layanan OTC trading dari Indodax. Jangan lupa aktifkan notifikasi agar kamu nggak ketinggalan informasi penting seputar blockchain, aset kripto, dan peluang trading lainnya.
Kamu juga bisa ikutin berita terbaru kami lewat Google News agar aakses informasi lebih cepat dan terpercaya. Untuk pengalaman trading mudah dan aman, download aplikasi crypto terbaik dari INDODAX di App Store atau Google Play Store.
Maksimalkan aset kripto kamu dengan fitur INDODAX Earn, cara praktis buat dapetin penghasilan pasif dari aset yang disimpan. Segera register di INDODAX dan lakukan KYC dengan mudah untuk mulai trading crypto lebih aman, nyaman, dan terpercaya!
Kontak Resmi Indodax
Nomor Layanan Pelanggan: (021) 5065 8888 | Email Bantuan: [email protected]
Ikuti juga sosial media kami di sini: Instagram, X, Youtube & Telegram
FAQ
- Apa bedanya backorder dan pre-order?
Pre-order biasanya untuk produk yang belum diproduksi sama sekali, sementara backorder adalah barang sudah diproduksi tapi stok sementara kosong. - Apakah backorder selalu buruk bagi pelanggan?
Tidak selalu. Kalau dikelola dengan transparansi, pelanggan justru merasa lebih tenang karena punya jaminan barang akan datang. - Bagaimana cara bisnis menghindari risiko backorder?
Dengan safety stock, multiple supplier, serta teknologi inventori yang bisa membaca pola permintaan secara real time. - Apakah ada contoh backorder di industri crypto?
Ada. Misalnya saat token diumumkan akan listing di exchange, investor bisa menunggu dengan order siap, meski fitur trading baru aktif beberapa jam atau hari setelah pengumuman.
Author: AL