USDT biasanya identik dengan jaringan Ethereum atau Tron, dua ekosistem stablecoin paling populer saat ini. Tapi pada awal 2025, semuanya berubah. Untuk pertama kalinya, stablecoin terbesar di dunia ini kini bisa dipakai di jaringan Bitcoin lewat protokol Lightning Network. Di balik langkah besar ini, ada satu nama yang bikin pasar heboh: Elizabeth Stark.
Tapi siapa sebenarnya Elizabeth Stark, dan kenapa kehadirannya bikin stablecoin jadi lebih ngebut dari biasanya?
Siapa Itu Elizabeth Stark? Sosok di Balik Lightning Network
Elizabeth Stark adalah CEO sekaligus co-founder dari Lightning Labs, perusahaan yang membangun infrastruktur Layer-2 untuk Bitcoin seperti Lightning Network agar transaksi jadi lebih cepat, murah, dan bisa dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai tokoh penting dalam pengembangan Lightning Network, Stark sudah dikenal luas sebagai salah satu wanita paling berpengaruh di dunia blockchain. Ia kerap tampil dalam forum internasional seperti Bitcoin Conference, ETHGlobal, hingga World Economic Forum untuk menyuarakan pentingnya teknologi desentralisasi.
Sebelum mendirikan Lightning Labs, Stark aktif sebagai akademisi dan penggerak internet freedom. Dia pernah mengajar di Yale Law School dan Stanford University, khususnya membahas hukum teknologi dan jaringan terbuka. Bahkan sejak era awal kripto, Stark sudah percaya bahwa Bitcoin bukan hanya alat simpan nilai, tapi punya potensi sebagai sistem pembayaran global yang tahan sensor.
Di komunitas open-source, Stark juga aktif memperjuangkan model pengembangan inklusif. Kepemimpinannya di Lightning Labs menjadikannya simbol bahwa teknologi blockchain tidak hanya milik developer elite, tapi juga bisa digunakan siapa saja yang ingin mengakses keuangan terbuka.
Dengan latar belakang itulah, peran Stark menjadi sangat vital saat Tether memutuskan untuk membawa USDT ke jaringan Bitcoin lewat Lightning. Keputusan ini bukan hanya strategis secara teknis, tapi juga merefleksikan visi jangka panjang Stark tentang adopsi massal teknologi Bitcoin di masa depan.
Taproot Assets & Integrasi USDT ke Lightning
Pada Januari 2025, Elizabeth Stark bersama Paolo Ardoino (CEO Tether) mengumumkan integrasi stablecoin USDT ke jaringan Bitcoin melalui teknologi Taproot Assets. Ini adalah tonggak penting yang membuka jalan bagi Bitcoin untuk menyaingi fungsionalitas Ethereum dan blockchain lain dalam hal tokenisasi aset dan stablecoin.
Taproot Assets sendiri adalah protokol yang dikembangkan oleh Lightning Labs untuk memungkinkan penerbitan dan pengelolaan aset digital seperti stablecoin. Kalau kamu masih baru, pahami dulu cara kerja stablecoin sebelum masuk ke teknis Taproot. USDT bisa berjalan di jaringan Bitcoin sebagai token tanpa mengubah struktur dasar Bitcoin yang terkenal kuat dan stabil. Artinya, pengguna bisa mengirim stablecoin menggunakan jaringan Bitcoin, dengan kecepatan kilat dan biaya nyaris nol berkat Lightning Network.
Buat kamu yang masih asing dengan konsep ini, Taproot Assets bisa dibilang semacam “Ethereum-nya Bitcoin” dalam konteks tokenisasi. Namun bedanya, semua transaksi berjalan di atas jaringan yang jauh lebih tahan sensor dan memiliki sejarah terpanjang di dunia kripto.
Integrasi ini tidak cuma soal teknis. Elizabeth Stark menyebut langkah ini sebagai upaya strategis untuk membawa kestabilan dolar ke ekosistem Bitcoin. Ia percaya bahwa dengan menyediakan infrastruktur transfer stablecoin, Bitcoin bisa memperluas kegunaannya bukan hanya sebagai penyimpan nilai, tapi juga sebagai jembatan global dalam sistem pembayaran.
Dengan kata lain, ini adalah bentuk nyata dari mimpi Stark untuk menjadikan Bitcoin lebih dari sekadar emas digital. Ini adalah cara baru untuk menggunakan jaringan Bitcoin dalam kehidupan sehari-hari, dari kirim dana ke luar negeri hingga transaksi mikro antar pengguna. Dan semua itu dimungkinkan oleh Taproot Assets.
Dampak Langsung ke Trader: Hemat Biaya, Ngebut Transfer
Integrasi USDT via Lightning bukan cuma kabar untuk developer atau penggemar teknologi blockchain. Buat kamu yang aktif sebagai trader, investor, atau bahkan pelaku bisnis lintas negara, ini bisa jadi solusi nyata untuk banyak kendala lama yang selama ini kamu hadapi dalam transaksi kripto.
Dengan menggunakan jaringan Lightning, pengiriman USDT bisa dilakukan dalam hitungan milidetik, jauh lebih cepat dibandingkan jaringan Ethereum atau Tron yang terkadang mengalami congesti. Biayanya pun sangat rendah, bahkan mendekati nol. Artinya, kamu bisa melakukan transaksi dalam jumlah besar ataupun mikro tanpa khawatir terpangkas oleh gas fee yang tinggi.
Buat kamu yang sering melakukan arbitrase kripto antar-exchange, ini adalah berita besar. Dengan kecepatan transfer USDT meningkat, perbedaan harga antar platform bisa langsung dimanfaatkan tanpa delay, memperbesar peluang cuan. Bahkan untuk kamu yang punya usaha dengan pembayaran lintas negara, integrasi ini memungkinkan pengiriman dana instan tanpa harus bergantung pada sistem perbankan konvensional.
Data juga menunjukkan bahwa pair BTC/USDT saat ini menjadi pasangan perdagangan paling aktif di bursa seperti Binance, Bybit, dan Coinbase. Artinya, semua perubahan pada infrastruktur USDT langsung berdampak ke volume terbesar dalam pasar kripto. Dengan Lightning, potensi volume transaksi tersebut bisa meningkat signifikan karena hambatan teknis telah dikurangi drastis.
Bukan cuma soal arbitrase dan kecepatan, integrasi ini juga membuka pintu untuk adopsi yang lebih luas termasuk dalam konteks dompet retail dan pembayaran merchant. USDT via Lightning bisa digunakan untuk pembayaran mikro, langganan digital, hingga remitansi ke luar negeri dengan biaya yang sangat rendah.
Dengan semua manfaat tersebut, nggak heran kalau banyak pelaku pasar menyambut integrasi ini dengan antusias. Tapi tunggu dulu, apakah semua perubahan ini juga berdampak ke harga USDT dalam rupiah?
USDT ke IDR Turun Tipis, Tapi Ada Penjelasannya
Meskipun integrasi ini bikin heboh pasar, harga USDT dalam rupiah justru menunjukkan penurunan tipis selama seminggu terakhir. Berdasarkan data CoinMarketCap dari 16 hingga 22 Mei 2025, USDT ke IDR turun dari Rp16.498 menjadi Rp16.356, atau sekitar -0,5%.
Penting buat kamu pahami, fluktuasi ini bukan karena integrasi Lightning-nya, melainkan pergerakan nilai tukar Dolar terhadap Rupiah. Artinya, meskipun kamu pakai jaringan tercepat sekalipun, harga tetap bisa berubah saat konversi ke mata uang lokal.
Jadi, meski nilainya sedikit turun, manfaat teknis Lightning jelas bikin USDT lebih relevan untuk masa depan Bitcoin.
Elizabeth Stark dan Masa Depan Transaksi Bitcoin
Stark bukan hanya CEO. Dia adalah visioner yang melihat potensi Bitcoin lebih luas daripada sekadar penyimpan nilai. Dalam berbagai kesempatan, Stark selalu menekankan bahwa tujuan awal Bitcoin bukan hanya soal “emas digital”, melainkan sistem keuangan global yang terbuka, cepat, dan tanpa perantara.
Melalui pengembangan Taproot Assets dan ekosistem Lightning Network, Stark membuka jalan bagi Bitcoin untuk bersaing dengan blockchain lain dalam hal utilitas. Dia menyadari bahwa untuk mencapai adopsi massal, Bitcoin harus bisa digunakan layaknya uang: bisa dikirim dengan cepat, murah, dan mudah diakses siapa saja di seluruh dunia.
Langkahnya untuk mengintegrasikan USDT ke jaringan Lightning menunjukkan bahwa visi ini sedang diwujudkan. Kini, kamu bisa menggunakan Bitcoin tidak hanya untuk HODL, tapi juga untuk mengirim stablecoin seperti USDT tanpa harus keluar dari ekosistem Bitcoin. Ini sangat relevan untuk skenario seperti remitansi global, pembayaran lintas negara, atau bahkan transaksi sehari-hari.
Elizabeth Stark bukan hanya membangun infrastruktur teknis. Dia membentuk narasi baru tentang bagaimana Bitcoin bisa berperan sebagai sistem pembayaran global yang efisien. Visi ini bukan sekadar wacana, tapi sudah mulai terwujud lewat inovasi yang kini bisa kamu manfaatkan langsung.
Kalau kamu percaya bahwa masa depan keuangan itu terdesentralisasi, cepat, dan aman, maka langkah yang digerakkan Stark adalah sinyal kuat ke arah sana.
Kesimpulan
Dengan Elizabeth Stark mendorong integrasi USDT ke Bitcoin, kamu nggak cuma dapat transaksi cepat dan murah. Kamu juga menyaksikan salah satu evolusi terbesar dalam infrastruktur keuangan kripto. USDT kini tidak hanya di Ethereum atau Tron. Bitcoin pun kini punya versi stablecoin yang bisa dikirim dalam hitungan detik.
Peran Stark bukan cuma teknikal. Dia mengubah arah masa depan transaksi keuangan di jaringan kripto paling aman di dunia.
Itulah pembahasan profile tokoh crypto dan blockchain dunia kali ini yang bisa kamu eksplorasi lebih dalam di artikel Akademi crypto di INDODAX. Selain memperluas wawasan investasi, kamu juga bisa terus update dengan berita crypto terkini dan pantau langsung pergerakan harga aset digital di INDODAX Market. jangan lupa aktifkan notifikasi agar kamu selalu mendapatkan informasi terkini seputar aset digital dan teknologi blockchain hanya di INDODAX Academy.
Kamu juga dapat mengikuti berita terbaru kami melalui Google News untuk akses informasi yang lebih cepat dan terpercaya. Untuk pengalaman trading yang mudah dan aman, download aplikasi crypto terbaik dari INDODAX di App Store atau Google Play Store.
Maksimalkan juga aset kripto kamu dengan fitur INDODAX Earn, cara praktis untuk mendapatkan penghasilan pasif dari aset yang kamu simpan.
Ikuti juga sosial media kami di sini: Instagram, X, Youtube & Telegram
FAQ
1. Apakah USDT di Lightning Network sudah bisa digunakan?
Ya, mulai awal 2025 lewat Taproot Assets dari Lightning Labs.
2. Apa itu Taproot Assets dalam Bitcoin?
Protokol untuk menerbitkan aset/token (seperti stablecoin) di atas jaringan Bitcoin.
3. Apakah harga USDT tetap 1 dolar?
Nilainya stabil terhadap USD, tapi bisa berubah saat dikonversi ke mata uang lokal seperti rupiah.
4. Apakah semua wallet bisa kirim USDT via Lightning?
Hanya wallet yang mendukung Taproot Assets dan Lightning Network.
5. Siapa Elizabeth Stark dan kenapa penting?
CEO Lightning Labs dan otak di balik ekspansi Bitcoin ke arah sistem pembayaran global.
Author: RB