Negara-negara Asia Tenggara sedang bergerak cepat membangun blockchain lokal (local chains) yang dirancang khusus untuk kebutuhan regulasi, budaya, dan ekonomi masing-masing.
Mulai dari Vietnam hingga Thailand, mereka tidak lagi bergantung sepenuhnya pada blockchain global seperti Ethereum atau Solana. Indonesia pun mulai mengambil peran meskipun masih dalam tahap awal.
Blockchain Lokal: Solusi Sesuai Kondisi Domestik
Berbeda dari Layer-1 global yang bersifat serbaguna, blockchain lokal lebih fokus pada infrastruktur yang sesuai dengan konteks nasional.
Rancangannya menyesuaikan sistem hukum, kebijakan seperti KYC dan AML, serta terintegrasi langsung dengan bank, identitas digital, dan pembayaran lokal.
Laporan Tiger Research mengelompokkan local chain ke dalam tiga tipe utama:
- Government-backed: Didukung oleh kebijakan dan lembaga negara, seperti Bakong di Kamboja.
- Corporate-led: Dibangun oleh perusahaan besar atau startup untuk kebutuhan bisnis, seperti Bitkub Chain di Thailand.
- Dependent chains: Negara yang belum membangun Layer-1 sendiri dan menggunakan blockchain global seperti Ethereum atau Solana, seperti di Filipina.
Vietnam dan Thailand Sudah Melaju Jauh

Sumber Gambar: Tiger-Research
Vietnam menunjukkan model sinergi antara korporasi dan strategi nasional. 1Matrix, yang diluncurkan Mei 2025 oleh konglomerat One Mount Group, berfokus pada transformasi digital, kedaulatan data, dan integrasi sistem lintas sektor.
Proyek ini mengikuti arahan kebijakan nasional dan mendukung inisiatif “Make in Vietnam”.
Thailand menjadi contoh negara yang memberi ruang bagi sektor swasta membangun infrastruktur. Bitkub Chain, yang dikembangkan oleh exchange terbesar di Thailand, sudah mencatat lebih dari 5 miliar transaksi dengan 2 juta dompet aktif.
Chain ini digunakan untuk NFT, sistem loyalti, layanan kesehatan, dan proyek fintech. Pemerintah mendukung perkembangan ini melalui regulasi berbasis sandbox dan lisensi resmi, tanpa perlu membangun chain terpisah.
Pelajari juga: Lazy Minting: Cara Mudah Bikin NFT Tanpa Modal Awal
Indonesia Masih Eksperimen, Tapi Potensial
Di Indonesia, blockchain lokal berkembang lewat inisiatif startup, bukan kebijakan pemerintah.
Meski belum ada dukungan formal, beberapa proyek sudah menunjukkan arah yang menjanjikan.

Sumber Gambar: Tiger-Research
Vexanium adalah Layer-1 lokal yang mendukung pembayaran digital dan program loyalti untuk UMKM. Fokusnya pada efisiensi biaya dan fleksibilitas penggunaan.

Sumber Gambar: Tiger-Research
Mandala Chain mengembangkan hybrid blockchain berbasis Polkadot untuk berbagai kebutuhan seperti identitas digital, supply chain, dan pengelolaan data medis. Proyek ini juga sudah meraih penghargaan Bali Startup World Cup 2024.
Dua proyek ini memperlihatkan bahwa pengembangan blockchain bisa tumbuh dari kebutuhan lapangan, bukan semata dorongan kebijakan.
Baca juga berita terbaru: Vitalik: Layer 1 Ethereum Akan 10x Lebih Cepat, DeFi Diuntungkan!
Filipina dan Kamboja: Kontras yang Menarik

Sumber Gambar: Tiger-Research
Filipina memiliki komunitas Web3 yang besar, namun belum mengembangkan blockchain lokal. Proyek seperti YGG berjalan di atas infrastruktur Ethereum, Ronin, dan BNB Chain.
Meski adopsi pengguna tinggi, ketergantungan pada chain global membuat Filipina kurang fleksibel dalam mengatur regulasi dan perlindungan data.

Sumber Gambar: Tiger-Research
Sebaliknya, Kamboja membangun Bakong, sebuah Layer-1 blockchain dari bank sentral yang menggunakan Hyperledger Iroha. Sistem ini mendukung transaksi ritel, transfer antarbank, dan pembayaran QR.
Hingga awal 2025, Bakong sudah mencatat lebih dari 30 juta akun dengan nilai transaksi mencapai $105 miliar, melampaui nilai PDB Kamboja sendiri.
Bakong juga menjalankan fitur cross-border, mendukung mata uang lokal dan USD, serta memasukkan fungsi KYC dan AML langsung ke dalam infrastrukturnya.
ASEAN Punya Strategi Sendiri
Meski satu kawasan, tiap negara di Asia Tenggara memiliki pendekatan unik dalam membangun blockchain. Vietnam dan Kamboja mengandalkan kebijakan negara.

Sumber Gambar: Tiger-Research
Thailand memberi panggung ke sektor korporasi. Indonesia tumbuh lewat inovasi startup. Sementara Filipina masih mengandalkan chain global.
Kesamaannya, semua mengakui bahwa infrastruktur blockchain lokal yang sesuai konteks nasional lebih efektif dalam hal adopsi, regulasi, dan koneksi ke sektor publik.
Hal ini memberi keunggulan kompetitif dibanding chain global yang kurang fleksibel terhadap sistem domestik.
Kesimpulan
Asia Tenggara menunjukkan bahwa keberhasilan blockchain bukan hanya soal teknologi, tapi juga soal relevansi dengan kondisi lokal.
Proyek yang dibangun untuk menyelesaikan masalah nyata, terhubung dengan sistem keuangan lokal, dan mendukung kebijakan negara, berpotensi menjadi fondasi ekonomi digital di masa depan.
Indonesia memiliki peluang besar untuk ikut bersaing. Jika proyek seperti Vexanium dan Mandala Chain terus tumbuh dan mendapat dukungan lebih luas, mereka bisa jadi pondasi awal untuk blockchain lokal yang kuat dan berkelanjutan.
Ini waktunya bagi Indonesia untuk tidak hanya ikut arus, tapi memimpin di antara negara-negara ASEAN dalam hal inovasi Web3.
Artikel ini hasil Kolaborasi antara INDODAX x Tiger Research
FAQ
- Apa itu blockchain lokal dan mengapa penting?
Blockchain lokal adalah jaringan blockchain yang dikembangkan dan dioperasikan dalam satu negara, disesuaikan dengan regulasi, sistem keuangan, dan kebutuhan masyarakat lokal. Penting karena lebih kompatibel dengan kebijakan nasional dan dapat membantu mendorong adopsi teknologi blockchain yang berkelanjutan. - Apakah Indonesia sudah punya blockchain lokal?
Indonesia memiliki beberapa inisiatif seperti Vexanium dan Mandala Chain. Keduanya dikembangkan oleh startup lokal dan fokus pada solusi praktis seperti pembayaran digital dan manajemen data. Meski belum didukung langsung oleh pemerintah, keduanya sudah berjalan dan mulai dikenal di industri Web3 Indonesia. - Mengapa negara seperti Filipina belum membangun chain sendiri?
Filipina memiliki komunitas pengguna Web3 yang besar, namun belum ada proyek Layer-1 lokal. Negara ini mengandalkan chain global seperti Ethereum dan Binance Smart Chain. Meski efektif dalam jangka pendek, pendekatan ini bisa menyulitkan pengawasan regulasi dan pengembangan infrastruktur dalam negeri. - Apa keuntungan blockchain lokal dibanding chain global?
Keuntungan utamanya adalah kecocokan dengan regulasi, integrasi ke sistem keuangan lokal, dan kendali data. Blockchain lokal bisa lebih cepat beradaptasi dengan perubahan kebijakan dan lebih mudah diterapkan dalam layanan publik atau keuangan domestik. - Apakah tren blockchain lokal akan terus berkembang?
Tren ini diperkirakan akan semakin kuat. Negara-negara ASEAN mulai menyadari bahwa blockchain yang dibangun untuk konteks lokal punya potensi lebih besar untuk menyelesaikan masalah nyata dan mendorong transformasi digital yang inklusif.
Itulah informasi terkini seputar berita crypto hari ini, jangan lupa aktifkan notifikasi agar Anda selalu mendapatkan informasi terkini dari Akademi crypto seputar aset digital dan teknologi blockchain hanya di INDODAX Academy.
Anda juga dapat mengikuti berita terbaru kami melalui Google News untuk akses informasi yang lebih cepat dan terpercaya.
Untuk pengalaman trading yang mudah dan aman, download aplikasi crypto terbaik dari INDODAX di App Store atau Google Play Store.
Pantau pergerakan harga aset digital secara real-time dan eksplorasi berbagai pilihan kripto langsung di INDODAX Market.
Maksimalkan juga aset kripto Anda dengan fitur INDODAX Earn, cara praktis untuk mendapatkan penghasilan pasif dari aset yang Anda simpan.
Ikuti juga sosial media kami di sini: Instagram, X, Youtube & Telegram
Author: FFA
Tag Terkait: #Berita Kripto Hari Ini, #Berita Mata uang Kripto, #Berita Kripto Asia, #Berita Blockchain