Saat Perusahaan Lepas Aset: Panik atau Strategi?
Banyak orang panik ketika membaca berita perusahaan besar melepas saham atau menjual anak usahanya. “Apakah bangkrut?” atau “Kenapa dilepas padahal bagus?” adalah respons umum. Di balik keputusan-keputusan seperti itu, ada satu istilah kunci yang sering muncul: divestasi. Tapi apa sebenarnya makna dari divestasi?
Artikel ini akan membantumu memahami arti sebenarnya dari divestasi, alasan mengapa perusahaan melakukannya, serta contohnya di berbagai sektor mulai dari pertambangan hingga dunia kripto. Karena divestasi bukan sekadar menjual aset, tetapi sering kali merupakan langkah strategis untuk bertahan dan berkembang.
Apa Itu Divestasi? (Dan Kenapa Sering Di Salah Pahami)
Setelah kamu melihat banyak perusahaan besar melepas asetnya, pertanyaan yang muncul mungkin sederhana: “Apa sebenarnya divestasi itu?”
Secara definisi, divestasi adalah tindakan melepas sebagian atau seluruh kepemilikan atas aset, saham, atau unit usaha. Lawannya adalah investasi. Kalau investasi berarti menanam modal dan menambah kepemilikan, maka divestasi berarti mengalihkan atau mengurangi kepemilikan tersebut.
Namun, di sinilah banyak kesalahpahaman terjadi. Divestasi sering diasosiasikan dengan kegagalan, mundur, atau kebangkrutan. Padahal, dalam banyak kasus, divestasi dilakukan oleh perusahaan yang justru sedang bertumbuh sehat. Mereka melepas sebagian untuk memperkuat yang inti. Kadang untuk menyederhanakan operasi, memperbaiki struktur modal, atau membuka ruang inovasi baru.
Sama seperti dalam hidup kadang kita harus melepas sesuatu yang bagus, demi memberi tempat untuk hal yang lebih besar.
Jangan Bingung, Ini Padanan Kata Divestasi yang Sering Dipakai
Setelah kamu tahu arti divestasi, mungkin kamu akan menemukan istilah serupa di berbagai laporan keuangan atau berita bisnis. Tidak semua menggunakan kata “divestasi” secara eksplisit. Tapi maknanya tetap sama: melepaskan sebagian kepemilikan demi tujuan strategis. Nah, ini beberapa padanan istilah yang sering dipakai:
1. Penjualan Aset
Ini bentuk paling langsung dari divestasi. Biasanya digunakan saat perusahaan menjual gedung, mesin, anak usaha, atau kepemilikan bisnis yang tidak lagi strategis.
2. Exit Strategy
Istilah exit strategy ini umum dipakai oleh investor atau venture capital (VC). Artinya, mereka keluar dari investasi awal dengan menjual saham atau kepemilikan saat valuasi sudah menguntungkan.
3. Pengalihan Saham
Lebih teknis, istilah ini biasa digunakan dalam proses hukum atau restrukturisasi. Misalnya, ketika saham dialihkan ke investor baru sebagai bagian dari perjanjian atau kewajiban regulasi.
4. Pelepasan Unit Usaha
Biasanya digunakan jika yang dilepas bukan hanya aset, tapi seluruh divisi atau anak usaha. Ini sering terjadi dalam restrukturisasi besar perusahaan multinasional.
5. Spin-off
Meskipun agak berbeda, spin-off adalah bentuk divestasi di mana unit usaha dipisahkan menjadi entitas baru yang mandiri. Biasanya dilakukan untuk meningkatkan efisiensi atau transparansi ke pasar.
Jadi, kalau kamu membaca salah satu istilah di atas, jangan bingung. Bisa jadi itu bentuk lain dari divestasi hanya saja dibungkus dengan bahasa yang lebih sesuai konteksnya.
Kenapa Perusahaan Melakukan Divestasi? Alasan Nyata di Baliknya
Ada banyak alasan yang mendorong perusahaan untuk divestasi. Salah satu yang paling umum adalah keinginan untuk fokus pada bisnis inti. Ketika sebuah perusahaan memiliki banyak unit usaha, tidak semua selalu produktif atau relevan dengan strategi jangka panjang.
Alasan lainnya adalah untuk mendapatkan dana segar. Perusahaan bisa menjual sebagian asetnya untuk membayar utang, memperkuat modal, atau mendanai ekspansi ke sektor baru. Ada juga tekanan eksternal, seperti regulasi pemerintah yang mewajibkan divestasi di sektor-sektor tertentu seperti pertambangan atau energi.
Tidak kalah penting, divestasi juga bisa menjadi cara untuk menghindari kerugian yang lebih besar. Melepaskan unit usaha yang terus merugi bisa menjadi langkah penyelamatan sebelum membebani keuangan perusahaan secara keseluruhan.
Contoh Nyata Divestasi: Dari Freeport hingga Castrol
Agar kamu mendapat gambaran yang lebih jelas, mari kita lihat beberapa kasus nyata. Di Indonesia, divestasi besar terjadi saat Freeport melepas 51% sahamnya kepada Inalum sebagai bagian dari kewajiban pemerintah untuk mengutamakan kepemilikan nasional di sektor tambang. Contoh lain adalah Vale Indonesia yang pada 2025 melepas 14% saham ke MIND ID.
Shell Indonesia juga memutuskan untuk melepas bisnis SPBU-nya kepada Citadel-Sefas, sambil tetap mempertahankan bisnis pelumas. Di sektor makanan cepat saji, KFC Indonesia menjual sebagian sahamnya ke grup lokal sebagai respons terhadap tekanan pasar dan isu boikot.
Secara global, BP melakukan divestasi besar-besaran termasuk menjual unit pelumas Castrol, sementara Reckitt melepas lini produk homecare untuk fokus ke produk kesehatan. Ini menunjukkan bahwa divestasi bukan hanya strategi perusahaan yang sedang kesulitan, tapi juga alat ekspansi dan penyederhanaan operasional.
Tapi divestasi tak hanya terjadi di sektor konvensional. Di ranah digital seperti kripto, praktik serupa juga berlangsung meskipun dengan istilah yang berbeda.
Dunia Kripto Juga Melakukan Divestasi, Hanya Saja Istilahnya Berbeda
Di dunia Web3 yang serba dinamis, divestasi tidak selalu disebut secara eksplisit. Tapi prakteknya tetap nyata.
Kalau kamu aktif mengikuti perkembangan industri kripto, mungkin kamu jarang melihat kata “divestasi” secara langsung di berita. Tapi itu bukan berarti langkah seperti ini tidak terjadi. Justru, banyak entitas di ekosistem kripto melakukan langkah-langkah yang secara fungsi mirip divestasi hanya saja menggunakan istilah yang berbeda: exit, spin-off, delisting, atau retrenchment.
Ambil contoh Binance, exchange terbesar saat ini. Beberapa tahun terakhir, mereka menarik diri dari pasar seperti Belanda dan Jerman, serta memutus hubungan hukum dengan WazirX di India. Ini bukan sekadar mundur, tapi divestasi operasional karena tekanan regulasi dan kompleksitas yurisdiksi.
FTX juga melakukan divestasi besar-besaran setelah bangkrut. Mereka melepas LedgerX dan menjual saham di startup seperti Anthropic dan Mysten Labs demi membayar utang kepada kreditor.
Sementara itu, Coinbase Ventures rutin melakukan exit dari portofolio seperti BlockFi dan Dune Analytics sebagai bagian dari strategi ventura yang efisien dan sehat.
Maka dari itu, walau kamu tak melihat kata “divestasi” di whitepaper atau blog kripto, praktiknya jelas ada. Pelepasan kendali, pengalihan aset, atau exit proyek adalah bentuk nyata dari divestasi versi digital di kripto.
Apakah Divestasi Itu Baik atau Buruk? Jawabannya Tidak Hitam Putih
Kamu mungkin bertanya-tanya: jika perusahaan melakukan divestasi, apakah itu pertanda buruk? Jawabannya tergantung.
Divestasi bisa jadi strategi positif jika dilakukan secara terencana, dengan alasan bisnis yang jelas, dan komunikasi yang transparan. Tapi bisa juga menjadi sinyal negatif jika dilakukan tiba-tiba, tanpa arah yang jelas, atau karena terdesak kondisi keuangan.
Seperti alat lainnya dalam dunia bisnis, divestasi bukan baik atau buruk secara mutlak. Semuanya tergantung cara dan waktu penggunaannya.
Apa Kewajiban Hukum Saat Perusahaan Melakukan Divestasi?
Di Indonesia, ada sejumlah kewajiban hukum yang harus dipenuhi perusahaan saat melakukan divestasi. Untuk perusahaan publik (Tbk), mereka wajib melaporkan secara terbuka ke OJK dan BEI. Di sektor pertambangan, aturan pemerintah mewajibkan perusahaan asing untuk melakukan divestasi hingga 51% kepada entitas lokal.
Selain itu, jika divestasi menghasilkan keuntungan, perusahaan wajib membayar pajak atas capital gain. Bila divestasi melibatkan perubahan operasional, perusahaan juga harus menjaga hak-hak karyawan dan mengatur ulang kontrak yang terdampak.
Di industri kripto, kewajiban ini masih berkembang, tapi tetap tunduk pada hukum yurisdiksi tempat exchange atau entitas tersebut beroperasi.
Kesimpulan – Divestasi Bukan Mundur, Tapi Kadang Lonjakan yang Tepat
Divestasi bukan sekadar aksi pelepasan aset. Dalam konteks modern, ia mencerminkan keberanian perusahaan untuk mengambil keputusan rasional meski tidak populer. Melepas sesuatu yang dulu dibangun, jika dilakukan dengan visi dan data yang matang, justru bisa menjadi katalis pertumbuhan baru.
Banyak kasus sukses menunjukkan bahwa divestasi bukan tanda lemahnya bisnis, tapi justru tanda sadar diri bahwa tidak semua hal harus dipertahankan demi ego atau citra. Dari perusahaan energi, retail, hingga exchange kripto, langkah seperti ini menjadi alat taktis menghadapi perubahan regulasi, tekanan pasar, atau restrukturisasi portofolio.
Buat kamu yang membaca ini, penting untuk tidak buru-buru menilai divestasi sebagai hal negatif. Sebaliknya, lihat konteksnya, komunikasinya, dan hasil jangka panjangnya. Karena dalam era yang bergerak cepat, kemampuan untuk melepas sering kali lebih penting daripada sekadar menambah.
Itulah informasi menarik tentang “Divestasi” yang bisa kamu eksplorasi lebih dalam di artikel Akademi crypto di INDODAX. Selain memperluas wawasan investasi, kamu juga bisa terus update dengan berita crypto terkini dan pantau langsung pergerakan harga aset digital di INDODAX Market. jangan lupa aktifkan notifikasi agar kamu selalu mendapatkan informasi terkini seputar aset digital dan teknologi blockchain hanya di INDODAX Academy.
Kamu juga dapat mengikuti berita terbaru kami melalui Google News untuk akses informasi yang lebih cepat dan terpercaya. Untuk pengalaman trading yang mudah dan aman, download aplikasi crypto terbaik dari INDODAX di App Store atau Google Play Store.
Maksimalkan juga aset kripto kamu dengan fitur INDODAX Earn, cara praktis untuk mendapatkan penghasilan pasif dari aset yang kamu simpan.
Ikuti juga sosial media kami di sini: Instagram, X, Youtube & Telegram
FAQ
1. Apa itu divestasi secara sederhana?
Divestasi adalah tindakan perusahaan melepaskan kepemilikan atas aset, saham, atau unit usaha, baik sebagian maupun seluruhnya. Tujuannya bisa untuk efisiensi, fokus bisnis, atau mendapatkan modal.
2. Apa bedanya divestasi dan investasi?
Investasi berarti menambah kepemilikan (modal masuk), sedangkan divestasi adalah mengurangi atau melepas kepemilikan (modal keluar). Divestasi bisa jadi bagian akhir dari siklus investasi.
3. Apakah divestasi selalu terjadi karena rugi?
Tidak. Banyak perusahaan melakukan divestasi dalam kondisi keuangan sehat, sebagai strategi fokus pada core business atau mendanai ekspansi baru.
4. Apakah divestasi itu sama dengan likuidasi?
Tidak. Likuidasi berarti membubarkan seluruh perusahaan dan menjual semua asetnya, biasanya karena kebangkrutan. Divestasi hanya melepas sebagian aset atau unit usaha dan perusahaan tetap berjalan.
3. Apa saja bentuk divestasi yang umum?
Bisa berupa penjualan saham, pelepasan anak usaha, spin-off unit tertentu, atau pengalihan lisensi operasional. Di era digital, bisa juga berupa exit dari proyek Web3 atau DApps.
4. Bagaimana contoh divestasi di dunia kripto?
Contohnya, Binance keluar dari WazirX India dan pasar Eropa. FTX melepas LedgerX dan aset startup pasca kebangkrutan. Coinbase Ventures rutin divestasi dari proyek yang sudah mature.
5. Apakah startup bisa melakukan divestasi?
Bisa. Misalnya dengan menjual unit produk yang tak relevan, atau exit dari negara tertentu. Investor juga bisa divestasi dari startup lewat penjualan saham ke pihak lain (secondary sale).
6. Siapa yang wajib melaporkan divestasi?
Perusahaan Tbk harus melapor ke OJK dan BEI. Di sektor tambang, perusahaan asing wajib divestasi ke entitas lokal sesuai PP 25/2024. Exchange kripto tunduk pada yurisdiksi negara tempatnya beroperasi.
7. Apakah ada pajak dari divestasi?
Ya. Jika divestasi menghasilkan keuntungan (capital gain), perusahaan wajib membayar pajak sesuai ketentuan perpajakan di negara tersebut. Pajak ini bisa dikenakan untuk domestik dan asing.
8. Apakah divestasi berdampak bagi investor ritel?
Bisa iya. Jika tidak dijelaskan dengan transparan, investor bisa kehilangan kepercayaan. Tapi jika dikomunikasikan sebagai bagian dari strategi, dampaknya bisa positif jangka panjang.
9. Apa tanda bahwa divestasi dilakukan secara sehat?
Biasanya terjadi dengan rencana jangka panjang, disampaikan secara terbuka, dan tidak menyebabkan kekacauan operasional. Ciri lainnya: tetap fokus pada pertumbuhan dan core business.
10. Bagaimana cara tahu divestasi itu sinyal krisis atau strategi?
Lihat konteksnya: apakah divestasi dilakukan mendadak karena tekanan utang? Atau dilakukan untuk fokus dan ekspansi? Komunikasi manajemen ke publik sangat menentukan persepsi ini.
11. Apakah divestasi bisa mengubah struktur organisasi?
Ya. Jika unit yang dilepas cukup besar, maka akan ada dampak ke karyawan, struktur manajemen, hingga strategi bisnis jangka panjang.
12. Bolehkah divestasi dilakukan ke pihak asing?
Tergantung sektor dan negara. Di Indonesia, sektor strategis seperti tambang hanya boleh didivestasi ke entitas lokal. Di sektor swasta umum, tidak ada pembatasan khusus kecuali regulasi khusus.
13. Bagaimana posisi divestasi dalam M&A (Merger & Acquisition)?
Divestasi adalah bagian dari aktivitas M&A. Biasanya dilakukan untuk memperjelas struktur sebelum merger, atau melepas aset pasca akuisisi yang tidak cocok dengan strategi perusahaan.
14. Apakah divestasi hanya dilakukan oleh perusahaan besar?
Tidak. UKM, startup, atau bahkan individu bisa melakukan divestasi aset atau bisnis jika ingin fokus atau butuh dana.
15. Apa contoh divestasi dalam kehidupan sehari-hari?
Menjual toko, properti, atau kendaraan untuk memulai usaha baru adalah bentuk divestasi dalam skala personal.
16. Apakah divestasi bisa dilakukan di aset digital seperti NFT atau token?
Ya. Menjual NFT, melepaskan kepemilikan DAO, atau exit proyek Web3 juga bisa dianggap divestasi dalam ranah digital.