“Yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin.” Kalimat ini mungkin terdengar klise, tapi di tengah kondisi ekonomi saat ini, pepatah itu terasa sangat nyata. Kita hidup di zaman di mana perbedaan antara mereka yang memiliki dan yang tidak semakin melebar.
Tapi, apa sebenarnya yang membuat jurang ini semakin dalam? Dan adakah jalan keluar bagi mereka yang terjebak di bawah?
Pepatah Lama, Realitas Baru
Untuk memahami fenomena ini, kita perlu menilik sejarah dan konsep dasarnya. Kalimat “yang kaya makin kaya” bukan sekadar sindiran sosial. Ia berakar dari konsep efek Matius, yang diambil dari Injil Matius 25:29: “Karena siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi.”
Dalam konteks ekonomi, frasa ini menggambarkan bagaimana kekayaan cenderung menumpuk di tangan mereka yang sudah memilikinya. Konsep ini dijelaskan pula oleh sosiolog Robert K. Merton, dan terus terbukti dari waktu ke waktu—terutama di era kapitalisme modern.
Namun, bagaimana manifestasinya dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia?
Baca juga artikel terkait: Kakeibo: Cara Nabung Cerdas Buat Beli Bitcoin!
Ketika Tabungan Bukan Lagi Milik Semua
Melihat ke lapangan, kita menemukan bahwa ketimpangan ini bukan sekadar teori, melainkan sudah tertanam dalam struktur ekonomi kita. Salah satu indikator paling mencolok datang dari laporan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Dalam kurun waktu 2021–2024, pertumbuhan tabungan masyarakat dengan saldo di bawah Rp100 juta hanya naik 11,9%. Bandingkan dengan pertumbuhan tabungan di atas Rp5 miliar yang mencapai 33,9% di periode yang sama. Ini bukan perbedaan kecil—ini adalah lonjakan yang menunjukkan bahwa segelintir kelompok terus menambah pundi-pundi mereka, sementara mayoritas justru stagnan.
Kesenjangan ini diperkuat oleh data yang kami kutip dari website CNBC Indonesia yang mencatat kontribusi dana pihak ketiga (DPK) dari individu justru menurun, sementara DPK dari korporasi meningkat.
Artinya, dana yang berputar di bank berasal dari kalangan atas, sementara masyarakat umum justru semakin menipis tabungannya.
Kamu mungkin tertarik dengan ini juga: 7 Cara Orang Kaya Memutar Uang: Bukan Sekadar Nabung!
Akses: Kunci yang Tidak Dimiliki Semua Orang

Sumber Gambar: Pergerakan IHK INDONESIA (CNBC)
Dari data tersebut, kita bisa menarik benang merah bahwa persoalan ini bukan hanya soal nominal uang, tetapi tentang akses. Apa yang membedakan si kaya dan si miskin bukan hanya jumlah uang di rekening, tapi akses.
Orang kaya punya lebih banyak jalan menuju peluang: akses ke investasi berisiko rendah tapi imbal hasil tinggi, edukasi keuangan yang baik, dan jaringan yang memperluas peluang.
Sementara itu, masyarakat kelas bawah dan menengah harus bertahan di tengah:
- Pendapatan yang stagnan;
- Biaya hidup yang terus meningkat;
- Keterbatasan akses ke produk keuangan;
- Risiko PHK atau penghasilan tidak tetap.
Menurut Bank Rakyat Indonesia, pada pertengahan 2024 jumlah lowongan kerja turun drastis dari 14 ribu ke hanya 8,5 ribu unit. Penurunan ini bukan sekadar angka, tapi sinyal nyata bahwa mobilitas ekonomi makin sulit, seperti informasi yang kami kutip dari website cnbcindonesia.
Ketimpangan Bukan Soal Moral, Tapi Sistem
Dari persoalan akses, kita masuk ke masalah struktur. Banyak yang mengira ketimpangan terjadi karena satu pihak malas, sementara pihak lain rajin. Faktanya, sistem sering kali berpihak pada yang sudah punya modal.
Misalnya, suku bunga deposito besar lebih tinggi dibandingkan tabungan biasa. Orang kaya bisa menyimpan uang dan tetap untung, sementara yang lain justru dikenakan biaya administrasi.
Lebih dari itu, bank-bank besar kini justru berebut nasabah kaya karena lebih menguntungkan dan minim risiko. Ini menciptakan ekosistem eksklusif yang menutup peluang bagi kelas bawah untuk naik level.
Ketika Ekonomi Bertumbuh, Tapi Tak untuk Semua
Ironi pun muncul ketika pertumbuhan ekonomi tidak dirasakan merata. Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah, menyebut bahwa Indonesia kini mengalami anomali: ekonomi rakyat melemah, tapi bank tetap cuan.
Mengapa? Karena dana besar dari kalangan kaya dialihkan ke Surat Berharga Negara (SBN), yang aman dan memberi margin stabil. Tapi kondisi ini menciptakan ironi: ekonomi yang bertumbuh tanpa pemerataan.
Data dari BPS juga menunjukkan bahwa kelas menengah Indonesia menyusut dari 57 juta orang (2019) menjadi 47 juta (2024). Artinya, ada jutaan orang yang turun kelas—bukan karena malas, tapi karena tidak mampu bertahan dalam sistem yang semakin tidak ramah seperti informasi yang kami kutip dari website cnbcindonesia
Lalu, Apa yang Bisa Dilakukan?
Melihat kompleksitas masalah ini, tentu kita tidak bisa menyalahkan satu pihak saja. Masalah besar seperti ketimpangan tentu butuh solusi sistemik. Pemerintah punya peran vital melalui:
- Pajak progresif;
- Program subsidi yang produktif;
- Edukasi finansial di sekolah;
- Akses layanan keuangan digital yang inklusif.
Namun individu juga punya peran penting. Literasi keuangan adalah bekal yang bisa dimulai dari sekarang:
- Mengatur uang dengan prinsip 50/30/20;
- Menyisihkan dana untuk investasi, sekecil apa pun;
- Memilih aset yang sesuai profil risiko—seperti reksa dana mikro atau kripto.
Artikel menarik lainnya untuk kamu: 10 Negara dengan Investasi Kripto Terbesar 2025
Kripto dan Aset Digital: Jalan Baru yang Inklusif?
Di sinilah peluang baru bisa terbuka. Salah satu celah inklusi yang menarik adalah aset digital. Kripto memungkinkan orang dengan dana terbatas untuk ikut berpartisipasi dalam investasi. Kamu bisa mulai dengan nominal kecil dan mempelajari pola pasar secara mandiri. Namun tentu saja, ini harus dibarengi dengan edukasi.
Di sinilah peran platform seperti Indodax Academy penting sebagai sumber pembelajaran yang netral, aman, dan bertujuan memberdayakan.
Itulah informasi menarik tentang Fakta Ketimpangan 2025: yang Kaya Makin Kaya yang Miskin Makin Miskin yang bisa kamu eksplorasi lebih dalam di artikel Akademi crypto di INDODAX.
Selain memperluas wawasan investasi, kamu juga bisa terus update dengan berita crypto terkini dan pantau langsung pergerakan harga aset digital di INDODAX Market. jangan lupa aktifkan notifikasi agar kamu selalu mendapatkan informasi terkini seputar aset digital dan teknologi blockchain hanya di INDODAX Academy.
Kamu juga dapat mengikuti berita terbaru kami melalui Google News untuk akses informasi yang lebih cepat dan terpercaya. Untuk pengalaman trading yang mudah dan aman, download aplikasi crypto terbaik dari INDODAX di App Store atau Google Play Store.
Maksimalkan juga aset kripto kamu dengan fitur INDODAX Earn, cara praktis untuk mendapatkan penghasilan pasif dari aset yang kamu simpan.
Ikuti juga sosial media kami di sini: Instagram, X, Youtube & Telegram
FAQ
- Apa penyebab utama orang kaya makin kaya?
Karena mereka memiliki akses lebih luas terhadap instrumen investasi, edukasi finansial, dan fasilitas keuangan yang mempercepat pertumbuhan kekayaan mereka. - Apa dampak dari ketimpangan ekonomi yang semakin melebar?
Dampaknya meliputi melemahnya daya beli masyarakat, naiknya risiko kredit macet, serta potensi krisis sosial dan stagnasi ekonomi dalam jangka panjang. - Apakah masyarakat kelas menengah bisa turun kelas?
Bisa. Data BPS menunjukkan penurunan jumlah kelas menengah secara signifikan dalam lima tahun terakhir akibat tekanan ekonomi dan kurangnya perlindungan sosial. - Apakah kripto bisa menjadi solusi bagi masyarakat menengah ke bawah?
Kripto menawarkan akses inklusif dan bisa dimulai dari nominal kecil. Namun, tetap diperlukan edukasi sebelum berinvestasi agar memahami risiko dan potensi keuntungannya. - Apa yang bisa dilakukan individu untuk memutus siklus ketimpangan?
Mulailah dengan mengatur keuangan secara disiplin, mencari akses edukasi finansial, dan mempertimbangkan investasi jangka panjang yang sesuai dengan profil risikomu.
Kesimpulan
Sebagai penutup, kita perlu ingat bahwa ketimpangan adalah masalah nyata, tapi bukan akhir cerita. Selama ada kesadaran, strategi, dan dukungan sistem, siapa pun bisa keluar dari jeratnya. Ingat, bukan besar kecilnya modal yang menentukan masa depan finansialmu, tapi seberapa cepat kamu mau belajar dan bergerak.
Mau mulai langkah kecilmu hari ini? Mulailah dari belajar. Karena dari belajar, datang keberanian. Dan dari keberanian, datang perubahan.
Author: AL