Ada apa dengan Korea dan Ethereum – Pasar kripto Korea tengah mengalami perubahan signifikan, namun bukan karena hype token baru atau listing bursa terbaru. Fenomena yang menarik perhatian saat ini justru gelombang besar investor Korea yang mulai meninggalkan exchange terpusat (CEX) dan berpindah ke ekosistem onchain, khususnya di jaringan Ethereum.
Berdasarkan laporan terbaru dari Tiger Research, lebih dari 60.000 wallet aktif yang terkait dengan pengguna Korea kini aktif bertransaksi langsung di blockchain Ethereum. Angka ini menunjukkan pergeseran perilaku yang substansial dalam lanskap investasi kripto Korea.
Apa sebenarnya yang mendorong migrasi massal ini? Dan mengapa pergeseran ini memiliki implikasi penting bagi seluruh ekosistem kripto global, termasuk untuk investor Indonesia?
Dari CEX ke Onchain: Pergeseran yang Tak Terelakkan

Sumber Gambar: Reports.tiger-research.com
Migrasi besar-besaran dari exchange terpusat ke lingkungan onchain di Korea didorong oleh beberapa faktor krusial. Pada penghujung 2024, Korea Selatan menghadapi periode ketidakstabilan politik yang cukup mengguncang, termasuk adanya deklarasi darurat militer oleh Presiden Yoon Suk-yeol. Situasi ini menciptakan efek domino ke berbagai sektor, termasuk infrastruktur digital.
Di tengah volatilitas pasar yang tinggi, banyak investor Korea tidak dapat mengakses exchange lokal seperti Upbit dan Bithumb karena gangguan server yang berkepanjangan. Situasi ini menimbulkan frustasi dan kekhawatiran mendalam:
“Saat pasar turun 20% dalam sehari, kami tidak bisa login ke platform. Bagaimana kami bisa mengelola risiko jika tidak bisa mengakses dana sendiri?” ungkap Kim Min-ho, seorang investor kripto asal Seoul.
Bersamaan dengan itu, nilai Won Korea (KRW) mengalami pelemahan signifikan terhadap USD. Kondisi ini mendorong investor untuk beralih ke stablecoin dan aset digital global yang dapat diakses dan dikelola secara langsung melalui wallet non-custodial di blockchain.
Faktor lain yang tak kalah penting adalah ketatnya regulasi kripto di Korea Selatan. Bursa lokal dibatasi dalam hal produk dan layanan yang dapat mereka tawarkan, sementara lingkungan onchain menawarkan akses tanpa batas ke berbagai protokol DeFi, launchpad, strategi arbitrase, dan leverage trading yang tidak tersedia di platform tradisional.
Insight penting: Di tengah ketidakpastian institusional, Ethereum telah menjadi jalur pelarian yang menjanjikan bagi investor Korea untuk mendapatkan akses yang lebih cepat, lebih aman, dan tanpa batasan ke dunia kripto global.
Apa yang Mereka Lakukan di Ethereum?
Berdasarkan data komprehensif Q1 2025 yang dirilis oleh Tiger Research, aktivitas pengguna Korea di blockchain Ethereum menunjukkan pola yang menarik:

Sumber Gambar: Reports.tiger-research.com
- Volume transaksi Ethereum dari pengguna Korea telah meningkat secara konsisten sejak 2016.
- Lonjakan aktivitas terbesar terjadi pada Desember 2024, bertepatan dengan masa di mana token dari berbagai launchpad menjadi incaran utama.
- Namun, memasuki Q1 2025, jumlah wallet aktif justru menunjukkan penurunan moderat.
Yang menarik untuk dicermati adalah perbedaan perilaku berdasarkan ukuran investasi. Data menunjukkan bahwa investor besar (dengan transaksi >$1.000) mulai mengurangi aktivitas mereka karena pertimbangan risiko pasar. Sebaliknya, investor ritel dengan transaksi lebih kecil (<$1.000) justru menunjukkan peningkatan aktivitas yang konsisten.
Dr. Park Ji-hoon, analis senior di Korea Blockchain Institute, menjelaskan: “Fenomena ini mengindikasikan bahwa ekosistem onchain bukan lagi domain eksklusif untuk para whale. Investor ritel Korea menunjukkan tingkat resiliensi dan komitmen jangka panjang yang mengejutkan terhadap Ethereum, bahkan di tengah kondisi pasar yang kurang menguntungkan.”
Pola ini juga mencerminkan perkembangan literasi kripto yang semakin matang di kalangan investor Korea. Mereka tidak lagi sekadar mencari keuntungan jangka pendek, tetapi mulai memahami dan memanfaatkan infrastruktur blockchain untuk berbagai keperluan finansial.
MetaMask, Uniswap, dan NFT: Tools yang Jadi Andalan
Migrasi ke lingkungan onchain tidak hanya sekadar perpindahan platform, tetapi juga transformasi dalam cara investor Korea berinteraksi dengan aset digital mereka. Berbagai aplikasi onchain populer kini menjadi bagian integral dari strategi investasi mereka:
- MetaMask muncul sebagai wallet pilihan utama, dengan lebih dari 75% pengguna Korea menggunakannya untuk aktivitas swap, bridge antar jaringan, dan manajemen aset digital.
- Uniswap, 1inch, dan OKX Swap menjadi platform DEX (Decentralized Exchange) pilihan, menggantikan peran exchange terpusat tradisional.
- Meskipun pasar NFT global mengalami perlambatan, 6% pengguna aktif Korea tetap terlibat dalam aktivitas NFT. Yang menarik, motivasi utama mereka bukan koleksi atau spekulasi, melainkan peluang airdrop dari platform seperti OpenSea dan Azuki.
Lee Sung-jin, seorang pengembang dApps asal Busan, mengamati: “NFT kini dimanfaatkan bukan sebagai investasi jangka panjang, tetapi sebagai jalur untuk mendapatkan reward tambahan dari ekosistem. Ini menunjukkan bahwa pengguna Korea sangat adaptif dan strategis dalam memanfaatkan setiap aspek ekosistem blockchain.”
Selain aplikasi utama tersebut, adoption terhadap layer-2 solutions seperti Arbitrum dan Optimism juga meningkat signifikan, terutama karena solusi ini menawarkan biaya transaksi yang lebih rendah tanpa mengorbankan keamanan Ethereum.
Stablecoin Favorit: USDT Juaranya

Sumber Gambar: Reports.tiger-research.com
Dalam hal preferensi stablecoin, data menunjukkan bahwa USDT (Tether) tetap menjadi pilihan dominan di kalangan pengguna Korea. Statistik terbaru menunjukkan bahwa pengguna Korea 1,8 kali lebih banyak memilih USDT dibandingkan USDC, meskipun Tether sempat dihadapkan pada berbagai kontroversi terkait regulasi MiCA di Eropa dan ancaman delisting dari beberapa exchange.
Beberapa faktor yang menjadikan USDT tetap dominan di kalangan investor Korea antara lain:
- Likuiditas yang sangat tinggi di hampir semua platform perdagangan.
- Dukungan yang luas di berbagai CEX dan DEX global.
- Posisinya sebagai pairing utama untuk berbagai token kripto di pasar.
Choi Eun-ji, seorang analis pasar kripto di Seoul, menjelaskan: “Bagi investor Korea, akses dan efisiensi operasional lebih diprioritaskan dibandingkan reputasi. Ini memberikan pelajaran penting tentang perilaku pengguna ritel yang cenderung pragmatis dalam memilih instrumen finansial.”
Meskipun begitu, ada tren peningkatan penggunaan stablecoin alternatif seperti DAI dan FRAX, terutama di kalangan pengguna yang lebih sadar akan pentingnya desentralisasi dalam ekosistem kripto.
Apa Pelajarannya Buat Investor Indonesia?
Tren yang terjadi di Korea ini dapat menjadi cermin untuk memprediksi perkembangan pasar kripto regional di masa depan, termasuk Indonesia. Berikut beberapa pelajaran penting yang dapat dipetik:
- Pentingnya memiliki kontrol penuh atas aset digital melalui wallet non-custodial. Ketergantungan pada exchange terpusat bisa menjadi risiko sistemik saat terjadi gangguan atau pembatasan regulasi.
- Ekosistem onchain membuka akses ke strategi investasi yang lebih luas dan fleksibel mulai dari yield farming, arbitrase, hingga berbagai protokol keuangan terdesentralisasi. Buat kamu yang masih baru, penting juga memahami dasar DeFi terlebih dulu sebelum terjun lebih dalam.
- Investor ritel memiliki potensi untuk menjadi tulang punggung ekosistem, tidak kalah dengan para whale. Jumlah dan konsistensi aktivitas mereka dapat menopang likuiditas dan vitalitas jaringan blockchain.
Anton Wahyu, pendiri komunitas Ethereum Indonesia, berkomentar: “Pengalaman Korea menunjukkan bahwa onchain adoption bisa terjadi sangat cepat saat ada push factor yang kuat. Di Indonesia, meskipun situasi politiknya berbeda, faktor seperti pembatasan akses layanan finansial dan volatilitas rupiah bisa menjadi katalis serupa.”
Dengan perkembangan kerangka regulasi kripto global dan semakin terbukanya akses edukasi, pengguna Indonesia juga berpotensi mengikuti jejak Korea dalam adopsi teknologi onchain. Namun, hal ini perlu diimbangi dengan peningkatan literasi digital, terutama terkait keamanan wallet dan manajemen risiko.
Kesimpulan
Peralihan masif dari CEX ke lingkungan onchain di Korea bukan sekadar tren temporer, melainkan respons strategis terhadap berbagai faktor: krisis politik, keterbatasan infrastruktur tradisional, tekanan regulasi, dan kebutuhan akan fleksibilitas finansial yang lebih tinggi.
Dengan MetaMask sebagai gerbang utama, Ethereum telah menjadi hub eksplorasi dan eksperimentasi bagi investor ritel Korea baik untuk transfer aset lintas border, berburu peluang airdrop NFT, atau menyimpan likuiditas melalui stablecoin seperti USDT.
Jumlah 60.000 wallet aktif bukanlah angka final, melainkan indikasi awal dari sebuah pergeseran paradigma yang lebih besar. Jika tren ini berlanjut dan menyebar ke pasar-pasar lain di Asia, onchain adoption berpotensi menjadi standar baru dalam ekosistem investasi kripto global.
Bagi pemain industri, developer, dan investor, memahami dinamika ini sangat penting untuk mengantisipasi perubahan lanskap kripto di tahun-tahun mendatang.
Artikel ini hasil Kolaborasi antara INDODAX x Tiger Research
FAQ
- Mengapa pengguna Korea meninggalkan exchange terpusat (CEX)?
Faktor utamanya adalah krisis politik yang menyebabkan exchange lokal tidak dapat diakses pada saat-saat kritis, ditambah dengan ketatnya regulasi yang membatasi produk investasi yang tersedia. Situasi ini diperparah dengan pelemahan nilai Won Korea yang mendorong investor mencari alternatif penyimpanan nilai yang lebih stabil. - Apakah hanya investor besar yang berpindah ke lingkungan onchain?
Tidak. Data menunjukkan bahwa justru investor kecil (ritel) tetap aktif dengan transaksi-transaksi bernilai kecil dan membentuk basis pengguna Ethereum yang stabil dan konsisten. Sementara investor besar cenderung lebih berhati-hati dan mengurangi aktivitas mereka di periode Q1 2025. - Aplikasi apa yang paling banyak digunakan oleh investor Korea di Ethereum?
MetaMask menjadi wallet paling dominan dengan tingkat adopsi mencapai 75%, diikuti oleh platform DEX seperti Uniswap, 1inch, dan OKX Swap. Untuk aktivitas NFT, OpenSea dan marketplace Azuki tetap menjadi platform pilihan meskipun motivasinya lebih kepada prospek airdrop. - Mengapa USDT lebih dipilih daripada USDC oleh pengguna Korea?
USDT dipilih karena likuiditasnya yang sangat tinggi, ketersediaannya sebagai pairing token di hampir semua platform perdagangan global, dan kemudahan akses. Bagi investor Korea, aspek pragmatis seperti efisiensi dan akses lebih diprioritaskan dibandingkan isu reputasi atau transparansi. - Bagaimana cara investor Indonesia bisa mengantisipasi tren serupa?
Investor Indonesia sebaiknya mulai mempertimbangkan untuk memiliki wallet non-custodial sebagai komplemen dari akun di exchange terpusat, mempelajari dasar-dasar keamanan digital dan manajemen kunci pribadi, serta mengeksplorasi protokol DeFi dan tools onchain secara bertahap untuk memahami potensi dan risikonya.
Itulah informasi terkini seputar berita crypto hari ini, jangan lupa aktifkan notifikasi agar Anda selalu mendapatkan informasi terkini dari Akademi crypto seputar aset digital dan teknologi blockchain hanya di INDODAX Academy.
Anda juga dapat mengikuti berita terbaru kami melalui Google News untuk akses informasi yang lebih cepat dan terpercaya.
Untuk pengalaman trading yang mudah dan aman, download aplikasi crypto terbaik dari INDODAX di App Store atau Google Play Store.
Pantau pergerakan harga aset digital secara real-time dan eksplorasi berbagai pilihan kripto langsung di INDODAX Market.
Maksimalkan juga aset kripto Anda dengan fitur INDODAX Earn, cara praktis untuk mendapatkan penghasilan pasif dari aset yang Anda simpan.
Ikuti juga sosial media kami di sini: Instagram, X, Youtube & Telegram
Author: RB
Referensi:
- Laporan Tiger Research: Onchain Odyssey: Ethereum in Korea Q1 2025 – by Jay Jo
Tag Terkait: #Berita Kripto Hari Ini. #Berita Kripto Korea