Setiap aplikasi yang kamu pakai hari ini mulai dari aplikasi belanja, layanan streaming, perbankan digital, sampai aplikasi crypto terbaik umumnya berdiri di atas sebuah fondasi yang menentukan apakah aplikasi itu bisa tetap cepat, stabil, dan nyaman digunakan.
Fondasi itu bukan tampilan visual, bukan fitur, tetapi arsitektur sistemnya. Cara sebuah aplikasi dibangun bukan sekadar pilihan teknis; ia memengaruhi kecepatan inovasi, keamanan data, hingga kemampuan aplikasi menangani lonjakan trafik.
Ketika aplikasi masih kecil, semuanya terlihat sederhana. Tapi saat pengguna bertambah, fitur makin banyak, dan kebutuhan performa meningkat, struktur aplikasi harus cukup kuat untuk menopang perkembangan itu.
Hal inilah yang membuat perdebatan antara monolithic dan microservices selalu relevan. Dua pendekatan arsitektur ini menjadi dasar banyak aplikasi modern, dan memahami keduanya memberi kamu gambaran lebih utuh tentang bagaimana teknologi bekerja di balik layar.
Apa Itu Arsitektur Monolithic?
Bayangkan sebuah toko besar yang menaruh segala aktivitas dalam satu ruangan. Kasir, dapur, gudang, dan administrasi bekerja dalam satu tempat yang sama. Ketika toko masih kecil, semuanya terasa praktis dan cepat diakses. Inilah gambaran monolithic: seluruh fitur aplikasi berada di dalam satu kesatuan kode dan dijalankan sebagai satu kesatuan.
Monolithic adalah fondasi yang sederhana. Developer menulis kode di satu tempat, menguji di satu tempat, dan melakukan deploy secara keseluruhan. Pendekatan ini sangat cocok ketika aplikasi baru dibangun atau sedang berada dalam masa eksplorasi.
Kelebihan Monolithic untuk Aplikasi yang Masih Tumbuh
Monolithic membuat kamu bisa bergerak cepat. Semua fitur berada dalam satu struktur sehingga perubahan bisa dilakukan dengan mudah. Testing tidak rumit karena alurnya terpusat.
Untuk tim kecil yang sedang membangun produk, pendekatan ini memberi kecepatan dan fokus. Ketika ide bisnis belum solid atau produk masih sering mengalami perubahan, monolithic menjadi pilihan logis untuk memulai.
Keterbatasan Monolithic Saat Aplikasi Semakin Kompleks
Namun, seiring aplikasi berkembang, struktur monolithic mulai terasa membebani. Ibarat toko yang terus diperbesar tanpa menambah ruang, lama-kelamaan semuanya menumpuk di satu tempat.
Satu perubahan kecil bisa berdampak ke bagian lain yang tidak berkaitan. Ketika trafik meningkat, seluruh aplikasi harus di-scale meskipun hanya satu fitur yang butuh tambahan kapasitas. Pada titik ini, monolithic mulai kehilangan efektivitasnya.
Apa Itu Arsitektur Microservices?
Jika monolithic adalah satu gedung besar, maka microservices adalah kumpulan gedung kecil yang masing-masing punya fungsi sendiri. Ada gedung khusus untuk layanan pengguna, gedung untuk pembayaran, gedung untuk notifikasi, dan seterusnya. Setiap gedung berdiri independen, namun terhubung melalui jalur komunikasi yang rapi.
Microservices membagi aplikasi besar menjadi layanan-layanan kecil yang bekerja mandiri. Setiap layanan bisa dikembangkan, diuji, dan di-scale tanpa mengganggu layanan lain. Pendekatan ini membuat aplikasi lebih lincah beradaptasi.
Analogi Microservices dalam Kehidupan Sehari-hari
Coba bayangkan kawasan food court. Setiap tenant punya menu, dapur, dan pengelolaan masing-masing. Mereka bekerja dengan ritme yang berbeda tapi tetap berada dalam sistem yang terintegrasi. Microservices bekerja seperti itu: layanan terpisah yang tetap saling terhubung.
Kelebihan Microservices untuk Sistem Berskala Besar
Keunggulan utama microservices ada pada fleksibilitas dan skalabilitasnya. Ketika satu layanan mengalami lonjakan beban—misalnya sistem pembayaran saat flash sale kamu cukup meningkatkan kapasitas layanan itu tanpa harus mengubah keseluruhan aplikasi.
Selain itu, tim bisa bekerja paralel. Tim A mengurus layanan pengguna, tim B mengurus layanan transaksi, dan tim C memperbarui sistem notifikasi. Modul yang terpisah membuat pengembangan berjalan lebih cepat dan fokus meningkat.
Tantangan dan Kompleksitasnya
Namun, fleksibilitas ini datang bersama kompleksitas. Kamu harus mengatur komunikasi antar layanan, memastikan monitoring berjalan, menyiapkan logging yang detail, dan menjaga agar setiap layanan tetap konsisten. Jika tidak direncanakan dengan matang, microservices justru bisa membuat pengembangan lebih rumit dibanding monolithic.
Perbedaan Microservices vs Monolithic: Perbandingan dari Berbagai Sisi
Nah, berikut di bawah ini adalah beberapa perbedaan yang perlu Kamu ketahui diantaranya:
1.Struktur dan Cara Kerja
Monolithic menempatkan semua fitur dalam satu struktur besar. Microservices memecah struktur itu menjadi layanan kecil. Perbedaan ini membuat microservices lebih mudah diubah tanpa mengganggu sistem lain, sedangkan monolithic lebih rentan terkena efek domino saat ada perubahan.
2.Skalabilitas dan Performa
Monolithic mengharuskan scaling keseluruhan sistem, meski hanya satu bagian yang membutuhkan tambahan kapasitas. Microservices memungkinkan scaling terarah, sehingga sumber daya dapat diarahkan tepat ke layanan yang membutuhkan.
3.Keamanan dan Ketahanan
Pada microservices, masalah di satu layanan tidak langsung menjatuhkan aplikasi lain. Pembatasan akses lebih jelas, sehingga risiko lebih terlokalisasi. Di monolithic, satu bug dapat menjatuhkan seluruh sistem karena semuanya terikat dalam satu kesatuan.
4.Dampak pada Tim dan Pengembangan
Monolithic cocok untuk tim kecil dengan kebutuhan koordinasi cepat. Microservices lebih ideal untuk tim besar yang ingin bekerja paralel tanpa saling menunggu. Pola kerja ini menghasilkan proses pengembangan yang lebih dinamis.
5.Operasional dan Biaya
Microservices membutuhkan investasi awal tinggi, terutama dalam infrastruktur dan pengelolaan layanan. Namun untuk aplikasi dengan beban besar, microservices memberikan efisiensi jangka panjang berkat skalabilitas yang presisi.
Kelebihan dan Kekurangan Monolithic
Monolithic menawarkan kesederhanaan dan kecepatan di tahap awal pengembangan. Semua proses terpusat dan mudah dipahami. Namun ketika aplikasi terus tumbuh, monolithic dapat membuat proses pengembangan melambat karena tingginya ketergantungan antar fitur.
Kalau tidak dikelola dengan benar, monolithic bisa berubah menjadi struktur besar yang sulit disentuh tanpa risiko tinggi. Karena itu, banyak aplikasi besar akhirnya memilih berevolusi ke arsitektur yang lebih modular.
Kelebihan dan Kekurangan Microservices
Microservices memberi ruang bagi inovasi cepat dan pengembangan paralel. Skalabilitasnya unggul dan cocok untuk aplikasi dengan pengguna besar. Namun arsitektur ini menuntut disiplin dan kedewasaan tim pengembang. Tanpa perencanaan matang, jumlah layanan yang terpecah bisa menjadi beban.
Kapan Sebaiknya Memilih Monolithic?
Monolithic adalah pilihan terbaik untuk aplikasi yang baru mulai atau dalam fase uji coba. Ketika kebutuhan masih sederhana dan tim masih kecil, monolithic memberi kemudahan dan kecepatan. Banyak aplikasi besar yang kita kenal hari ini pun memulai perjalanannya dengan monolithic.
Kapan Sebaiknya Memilih Microservices?
Microservices relevan ketika aplikasi sudah berkembang pesat. Jika kebutuhan fitur makin kompleks, pengguna makin banyak, dan tim makin besar, microservices membantu menjaga aplikasi tetap stabil dan fleksibel.
Organisasi yang membutuhkan kecepatan rilis dan fleksibilitas dalam pengembangan akan diuntungkan oleh pendekatan ini.
Studi Kasus Sederhana
Bayangkan aplikasi yang tadinya berjalan mulus berubah menjadi lambat. Setiap penambahan fitur membutuhkan waktu lama. Bug kecil pun bisa berdampak besar. Developer baru kesulitan mempelajari struktur kode yang menumpuk.
Strategi Bertahap Memecah Monolith
Solusi paling realistis bukan mengganti semuanya sekaligus, tapi memecah monolith sedikit demi sedikit. Dimulai dari layanan paling kritis, setiap modul dipisah menjadi microservice dengan batasan domain yang jelas. Pendekatan bertahap ini menjaga aplikasi tetap stabil.
Hasil yang Dicapai Setelah Migrasi Parsial
Setelah layanan mulai terpisah, tempo pengembangan meningkat. Perubahan di satu layanan tidak lagi mengganggu keseluruhan sistem. Tim lebih fokus dan efisiensi meningkat.
Kesimpulan: Memilih Arsitektur yang Tepat untuk Perkembangan Aplikasi
Setelah memahami dua pendekatan ini, kamu bisa melihat bahwa monolithic dan microservices bukanlah dua kubu yang saling bertentangan, melainkan dua pilihan yang punya perannya masing-masing.
Monolithic menawarkan kesederhanaan dan kecepatan di tahap awal pengembangan, cocok untuk tim kecil atau aplikasi yang masih mencari arah. Sementara microservices memberi fleksibilitas, skalabilitas, dan ketahanan sistem yang lebih baik saat aplikasi mulai tumbuh dan jumlah pengguna meningkat.
Keduanya memiliki kekuatan dan kelemahannya sendiri. Yang paling penting bukan mengikuti tren, tetapi memahami kebutuhan aplikasi, kemampuan tim, dan tujuan jangka panjang.
Dengan memahami kedua arsitektur ini, kamu bisa membuat keputusan yang lebih tepat—apakah memulai dari monolithic yang sederhana atau membangun fondasi microservices yang siap berkembang.
Itulah informasi menarik tentang 5 Perbedaan Microservices vs Monolithic yang Jarang Diketahui yang bisa kamu dalami lebih lanjut di kumpulan artikel kripto dari Indodax Academy. Selain mendapatkan insight mendalam lewat berbagai artikel edukasi crypto terpopuler, kamu juga bisa memperluas wawasan lewat kumpulan tutorial serta memilih dari beragam artikel populer yang sesuai minatmu.
Selain update pengetahuan, kamu juga bisa langsung pantau harga aset digital di Indodax Market dan ikuti perkembangan terkini lewat berita crypto terbaru. Untuk pengalaman trading lebih personal, jelajahi juga layanan OTC trading dari Indodax. Jangan lupa aktifkan notifikasi agar kamu nggak ketinggalan informasi penting seputar blockchain, aset kripto, dan peluang trading lainnya.
Kamu juga bisa ikutin berita terbaru kami lewat Google News agar akses informasi lebih cepat dan terpercaya. Untuk pengalaman trading mudah dan aman, download aplikasi crypto terbaik dari INDODAX di App Store atau Google Play Store.
Maksimalkan aset kripto kamu dengan fitur INDODAX staking crypto, cara praktis buat dapetin penghasilan pasif dari aset yang disimpan. Segera register di INDODAX dan lakukan KYC dengan mudah untuk mulai trading crypto lebih aman, nyaman, dan terpercaya!
Kontak Resmi Indodax
Nomor Layanan Pelanggan: (021) 5065 8888 | Email Bantuan: [email protected]
Ikuti juga sosial media kami di sini: Instagram, X, Youtube & Telegram
FAQ:
Apakah semua startup perlu memakai microservices sejak awal?
Tidak perlu. Kebanyakan startup justru memulai dengan monolithic karena lebih cepat dibangun dan lebih mudah dikelola saat tim masih kecil. Microservices baru masuk akal ketika aplikasi sudah stabil, pengguna bertambah, dan kebutuhan teknis makin kompleks.
Apakah monolithic selalu lebih lambat dibanding microservices?
Tidak juga. Monolithic bisa sangat cepat jika aplikasinya masih ramping dan beban belum besar. Microservices baru terasa unggul ketika skalabilitas diperlukan. Kecepatan bukan ditentukan arsitektur semata, tetapi juga desain, coding, dan infrastruktur.
Bisakah aplikasi monolithic diubah menjadi microservices?
Bisa, dan banyak perusahaan melakukannya. Namun prosesnya bertahap. Biasanya dimulai dengan memecah modul paling kritis, bukan langsung semuanya. Migrasi ini membutuhkan perencanaan karena melibatkan perubahan struktur, database, dan pola komunikasi antar layanan.
Apa risiko paling sering muncul saat memakai microservices?
Risiko terbesar adalah kompleksitas berlebihan. Terlalu banyak layanan kecil tanpa batasan domain yang jelas membuat debugging sulit dan koordinasi antar tim berat. Infrastruktur juga harus kuat agar komunikasi antar layanan stabil. Tanpa persiapan, microservices justru bisa memperlambat pengembangan.
Apakah microservices hanya untuk perusahaan besar?
Microservices memang paling terasa manfaatnya di perusahaan besar, tapi bukan berarti perusahaan kecil tidak bisa menggunakannya. Kuncinya adalah kebutuhan.
Jika aplikasi kamu membutuhkan skalabilitas tinggi atau sering merilis fitur baru, microservices bisa jadi pilihan bahkan sebelum mencapai skala besar.
Author: AL






Polkadot 8.81%
BNB 0.43%
Solana 4.77%
Ethereum 2.37%
Cardano 1.75%
Polygon Ecosystem Token 2.11%
Tron 2.85%
Pasar
