Perusahaan publik tak lagi sekadar “pegang Bitcoin”. Dalam satu tahun terakhir, tren treasury kripto merambat deras ke Ethereum (ETH). Alasannya sederhana: ETH bukan cuma aset spekulatif ia juga “produktif” lewat staking, restaking, dan keterhubungan dengan ekosistem aplikasi on-chain.
Ketika entitas publik menimbun ETH, implikasinya menjalar dari likuiditas pasar hingga sentimen institusional. Artikel ini merangkum siapa saja pemain besarnya, seperti apa strategi mereka, dan apa artinya buat pasar serta investor ritel.
Mengapa Perusahaan Publik Menimbun ETH?
Ada tiga pendorong utama. Pertama, ETH menghasilkan imbal hasil on-chain melalui staking dan turunan likuidnya, sehingga cocok diposisikan sebagai “aset cadangan produktif” dibandingkan kas pasif.
Kedua, status Ethereum sebagai jaringan aplikasi keuangan, stablecoin, dan infrastruktur L2 membuat eksposur terhadap ETH terasa seperti membeli saham “internet keuangan” itu sendiri.
Ketiga, akuntansi kripto yang kian matang dan komunikasi ke pasar modal lebih jelas mendorong CFO berani mengalokasikan sebagian neraca ke aset digital. Kombinasi tiga faktor inilah yang menggeser playbook corporate treasury dari “HODL” menjadi “akumulasi + diaktifkan on-chain”.
Daftar Perusahaan Publik Pemegang ETH Terbesar (per Agustus 2025)
- BitMine Immersion Technologies
BitMine melonjak sebagai pemegang ETH korporasi terbesar. Setelah mengumumkan strategi treasury khusus ETH di akhir Juni, kepemilikan mereka melampaui satu juta ETH dan terus bertambah. Narasi yang mereka dorong terang: target jangka panjang menguasai porsi signifikan suplai ETH sebagai “cadangan produktif” perusahaan. - SharpLink Gaming
Bertransformasi dari bisnis pemasaran perjudian, SharpLink mengadopsi ETH sebagai aset cadangan utama. Dengan ratusan ribu ETH yang sebagian besar di-stake/di-restake, mereka memposisikan diri sebagai “proksi ETH” versi perusahaan publik bagi investor yang ingin paparan langsung dengan sentuhan imbal hasil on-chain. - The Ether Machine
The Ether Machine ini lahir dari penggabungan kendaraan khusus treasury ETH dengan tujuan yang gamblang: membeli, men-stake, dan menempatkan ETH bekerja di jaringan. Dengan ratusan ribu ETH yang dikomitmenkan/dikumpulkan, mandatnya bukan sekadar menimbun, tetapi mengoptimalkan hasil on-chain. - Coinbase (NASDAQ: COIN)
Di luar perannya sebagai bursa, Coinbase juga mengakumulasi ETH dalam neraca investasi perusahaan. Yang menarik, posisi ETH korporasi Coinbase meningkat dibanding akhir 2024, menandakan keyakinan manajemen terhadap peran strategis aset ini selaras dengan ekspansi ekosistem berbasis Ethereum seperti Base. - Bit Digital (NASDAQ: BTBT)
Mantan penambang Bitcoin ini banting setir: menghentikan operasi mining BTC dan mengarahkan modal untuk mengakumulasi ETH. Dalam hitungan minggu, saldo ETH-nya melonjak pesat, dan sebagian besar diaktifkan lewat staking untuk memperoleh imbal hasil. - ETHZilla (NASDAQ: ATNF)
Eks 180 Life Sciences ini rebranding agar sejalan dengan strategi treasury ETH. Dalam waktu singkat, mereka membeli puluhan ribu ETH, didorong pendanaan baru dan dukungan investor besar. Sahamnya ikut “terangkat” seiring narasi menjadi pemegang ETH publik yang agresif. - BTCS Inc. (NASDAQ: BTCS)
Salah satu pelopor “Ethereum treasury company” di pasar publik. BTCS menambah kepemilikan ETH dan menekankan monetisasi on-chain melalui model DeFi/TradFi yang mereka klaim terintegrasi. Pendapatan perusahaan pun mencetak rekor seiring skala operasi blockchain meningkat.
Strategi Investasi: Dari Staking ke “On-Chain Corporate Finance”
Strategi umum yang dipakai perusahaan-perusahaan di atas punya pola mirip namun eksekusinya beragam.
Pertama, akumulasi agresif via pembiayaan pasar modal—entah penawaran saham langsung, PIPE, obligasi konversi, atau kombinasi kas + fasilitas kredit. Tujuannya: membeli ETH dalam jumlah besar dengan kecepatan tinggi agar mengunci posisi strategis.
Kedua, aktivasi aset melalui staking crypto dan restaking. Hampir semua pemain besar menempatkan mayoritas ETH untuk menghasilkan imbal hasil, meningkatkan efisiensi neraca dan membantu menutup biaya modal.
Ketiga, manajemen risiko multi-lapis: dari pengelompokan kustodian, kebijakan penguncian, hedging parsial terhadap volatilitas, hingga pembatasan operasional (misalnya tidak menggunakan aset kustodi nasabah).
Keempat, komunikasi ke pasar—mereka memperlakukan update kepemilikan ETH layaknya KPI: jumlah ETH, porsi yang di-stake, biaya rata-rata akuisisi, hingga rencana peningkatan.
Dampak bagi Market ETH
Akumulasi korporasi publik menyerap suplai sirkulasi dan menambah friksi jual di pasar spot. Ketika ratusan ribu hingga jutaan ETH “terkunci” pada entitas jangka panjang—apalagi di-stake—likuiditas free-float menurun, yang secara teori memperbesar sensitivitas harga terhadap arus masuk/keluar modal marjinal.
Di sisi lain, staking massal mempertebal “lapisan pendapatan” ETH: reward validator, restaking, dan peluang hasil DeFi. Ini bisa memperkuat tesis “ETH sebagai aset produktif” di mata institusi.
Efek ikutan lain: penataan ulang narasi altcoin. Jika sebelumnya “institusi = BTC”, kini pasar mulai mengadopsi “institusi = BTC + ETH”, dengan ETH diposisikan sebagai ekuitas produktif dari jaringan terpopuler untuk stablecoin, DeFi, dan L2.
Seiring adopsi ini, volatilitas tetap ada—tetapi penopang fundamental (utilitas jaringan + imbal hasil) menjadi bantalan baru bagi valuasi.
Risiko yang Perlu Dicatat
Pertama, risiko konsentrasi. Jika beberapa perusahaan publik menguasai porsi besar ETH, perubahan strategi dadakan (misalnya likuidasi untuk kebutuhan kas) bisa memicu gelombang volatilitas.
Kedua, risiko pembiayaan. Banyak strategi akumulasi didanai ekuitas/utang baru. Saat kondisi pasar modal mengetat, biaya pendanaan naik dan memaksa penyesuaian kepemilikan.
Ketiga, risiko regulasi dan akuntansi. Perubahan aturan pelaporan, pajak, atau definisi layanan kripto dapat memengaruhi kelonggaran neraca maupun “treatment” hasil staking.
eempat, risiko operasional on-chain: smart contract, kustodi, dan tata kelola validator.
Kelima, risiko persepsi pasar. Jika narasi ETH melemah (misalnya imbal hasil turun tajam atau aktivitas jaringan seret), valuasi “proksi ETH” di bursa bisa terkoreksi ganda: dari sisi aset dan dari sisi ekuitas.
Apa Artinya untuk Investor Ritel?
Pertama, pahami bahwa saham “proksi ETH” bukan hanya cerminan harga ETH—tetapi juga mencerminkan kualitas eksekusi treasury: seberapa efisien biaya modal, proporsi staking, kebijakan risiko, dan disiplin pelaporan.
Kedua, pantau metrik-metrik kunci: total ETH, biaya rata-rata, porsi yang di-stake, hasil bersih, dan sumber pendanaan. Ketiga, diversifikasi eksposur. Kombinasi antara memegang ETH langsung dan “proksi ETH” dapat memberi profil risiko-return yang berbeda.
Keempat, tetap disiplin terhadap volatilitas. Aksi akumulasi korporasi dapat mempercepat pergerakan harga ke atas—namun arus pembiayaan atau perubahan sentimen juga bisa membalikkan arah cepat.
Kelima, fokus pada utilitas. Jangka panjang ETH ditopang utilitas jaringan; pantau metrik on-chain, perkembangan L2, dan arus stablecoin untuk menilai kesehatan ekosistem yang menopang tesis “aset produktif”.
Kesimpulan
Gelombang baru corporate treasury memasuki fase “ETH-first”. Dari BitMine, SharpLink, The Ether Machine, hingga Coinbase, Bit Digital, ETHZilla, dan BTCS, benang merahnya sama: menjadikan ETH sebagai aset cadangan produktif yang diaktifkan on-chain.
Dampaknya terasa di pasar—free-float menyusut, narasi institusional menguat, dan utilitas jaringan menjadi fondasi valuasi. Namun euforia harus diimbangi kehati-hatian: pendanaan, regulasi, dan risiko operasional on-chain tetap nyata.
Bagi investor, memaknai “proksi ETH” berarti menilai bukan hanya harga ETH, tetapi juga kualitas manajemen treasury yang mengelola aset itu setiap hari.
Itulah informasi menarik tentang Ethereum yang bisa kamu eksplorasi lebih dalam di artikel Akademi crypto di INDODAX. Selain memperluas wawasan investasi, kamu juga bisa terus update dengan berita crypto terkini dan pantau langsung pergerakan harga aset digital di INDODAX Market.
Untuk pengalaman trading yang lebih personal, jelajahi juga layanan OTC trading kami di INDODAX. Jangan lupa aktifkan notifikasi agar kamu selalu mendapatkan informasi terkini seputar aset digital, teknologi blockchain, dan berbagai peluang trading lainnya hanya di INDODAX Academy.
Kamu juga dapat mengikuti berita terbaru kami melalui Google News untuk akses informasi yang lebih cepat dan terpercaya. Untuk pengalaman trading yang mudah dan aman, download aplikasi crypto terbaik dari INDODAX di App Store atau Google Play Store.
Maksimalkan juga aset kripto kamu dengan fitur INDODAX Earn, cara praktis untuk mendapatkan penghasilan pasif dari aset yang kamu simpan.
Ikuti juga sosial media kami di sini: Instagram, X, Youtube & Telegram
FAQ
- Apakah lebih baik membeli ETH langsung atau saham “proksi ETH”?
Tergantung preferensi. ETH langsung memberi kontrol penuh atas aset dan biaya rendah. Saham “proksi ETH” menambah lapisan manajerial (pro/kontra), potensi premi/diskon pasar, dan paparan eksekusi treasury. - Apakah staking korporasi mengurangi likuiditas ETH di pasar?
Ya, staking cenderung mengunci suplai sementara waktu sehingga mengurangi free-float dan bisa memperbesar sensitivitas harga terhadap arus modal baru. - Bagaimana perusahaan membiayai akumulasi ETH?
Umumnya lewat penerbitan saham/waran, PIPE, obligasi konversi, atau kas internal. Biaya modal menentukan ambang hasil yang perlu dikejar dari staking/operasi on-chain. - Apakah kepemilikan besar perusahaan publik itu bullish untuk ETH?
Netral-bullish dalam jangka menengah jika disertai aktivasi on-chain dan arus masuk institusional berkelanjutan. Namun tetap ada risiko pembalikan ketika kondisi pendanaan berubah. - Metrik apa yang sebaiknya saya pantau?
Total ETH, biaya rata-rata, porsi di-stake, hasil bersih, sumber pendanaan, serta indikator on-chain seperti aktivitas L2, arus stablecoin, dan fee pendapatan jaringan.
Author: ON