Pernah nggak kamu ngerasa kalau AI sekarang makin pintar, tapi juga makin terasa dingin dan jauh dari sisi manusia? Dari chatbot yang bisa ngobrol layaknya teman sampai mesin gambar yang bisa menciptakan karya menakjubkan, kecerdasan buatan (AI) memang berkembang luar biasa cepat.
Tapi di balik kekaguman itu, muncul satu pertanyaan penting: apakah AI yang pintar sudah cukup, atau kita butuh AI yang bijak?
Masalah ini jadi perhatian besar bagi Mira Murati, mantan CTO OpenAI. Setelah menghabiskan bertahun-tahun di balik layar ChatGPT dan DALL-E, ia menyadari bahwa masa depan AI bukan soal siapa yang paling cepat berinovasi, tapi siapa yang bisa bikin teknologi yang memahami nilai manusia.
Dari kesadaran inilah lahir Thinking Machines Lab laboratorium yang ingin menciptakan AI yang bukan hanya cerdas, tapi juga punya empati dan tanggung jawab moral.
Siapa di Balik Thinking Machines Lab?
Nama Mira Murati udah nggak asing di dunia teknologi. Sebagai sosok yang berperan besar dalam pengembangan ChatGPT, DALL-E, dan sistem model bahasa generatif, Murati dikenal karena kemampuannya menyatukan sains dan nilai kemanusiaan. Tapi, setelah melihat arah industri AI yang makin dikontrol oleh korporasi besar, ia merasa ada yang hilang: semangat kolaborasi dan transparansi.
Pada tahun 2025, ia mendirikan Thinking Machines Lab di San Francisco sebagai Public Benefit Corporation (PBC). Bentuk hukum ini bukan cuma label, tapi pernyataan: Thinking Machines ingin membawa AI keluar dari lingkaran tertutup dan menjadikannya alat yang bisa digunakan siapapun untuk kebaikan bersama. Di sini, profit bukan tujuan utama melainkan konsekuensi dari menciptakan sesuatu yang benar-benar bermanfaat.
Mira Murati membawa tim yang berisi peneliti dan insinyur dari berbagai perusahaan besar seperti OpenAI, Anthropic, hingga Meta. Visi mereka sederhana tapi kuat: membangun kecerdasan yang bisa memahami manusia, bukan menggantikan manusia.
Kalau kamu mau tahu lebih dalam soal perjalanan kariernya sebelum mendirikan Thinking Machines, kamu bisa baca profil lengkap Mira Murati.
Apa Itu Thinking Machines Lab?
Thinking Machines Lab adalah perusahaan riset dan pengembang produk AI yang percaya bahwa kecerdasan buatan harus bisa berkolaborasi dengan manusia.
Filosofinya berakar pada ide bahwa mesin seharusnya memperkuat intuisi manusia, bukan menyainginya. Mereka menyebut pendekatan ini sebagai Collaborative AI sebuah sistem di mana mesin dan manusia saling belajar, saling melengkapi.
Alih-alih membangun model besar yang hanya bisa diakses lewat API berbayar dan data tertutup, Thinking Machines memilih jalur berbeda: riset terbuka, dokumentasi publik, dan alat yang bisa disesuaikan.
Pendekatan ini bikin para pengembang dan akademisi bisa ikut serta dalam evolusi AI tanpa harus terjebak di ekosistem tertutup. Mereka nggak cuma mau bikin AI yang pintar menjawab, tapi juga yang paham kenapa ia menjawab begitu.
Dari sinilah transisi menuju topik berikutnya mulai terasa: bagaimana Thinking Machines mengubah filosofi ini menjadi produk nyata yang bisa dikendalikan manusia.
Produk Unggulan: Tinker, Otak Baru AI yang Bisa Dikendalikan
Di tengah banyaknya perusahaan yang menjual AI sebagai “produk jadi”, Thinking Machines justru meluncurkan Tinker API pelatihan AI yang dirancang agar pengguna bisa mengontrol setiap aspek modelnya.
Kalau OpenAI memberikan API seperti kotak hitam, Tinker justru membuka seluruh komponennya. Kamu bisa menentukan data latihannya, cara fine-tuning, hingga perilaku modelnya saat menjawab.
Pendekatan ini mengubah hubungan antara manusia dan mesin. AI nggak lagi jadi sesuatu yang misterius dan sulit dipahami, tapi partner kerja yang bisa dipersonalisasi.
Buat peneliti, Tinker membuka jalan untuk eksperimen terbuka. Buat industri, ini jadi solusi untuk menjaga keamanan data sambil tetap bisa menyesuaikan model dengan kebutuhan spesifik.
Konsep ini mengalir ke filosofi yang lebih besar: Thinking Machines percaya bahwa dengan memahami cara AI berpikir, manusia juga belajar mengenali batasan dan potensinya sendiri.
Filosofi Thinking Machines: AI yang Belajar dari Manusia, Bukan Menggantikan
Murati sering bilang bahwa tujuan Thinking Machines bukan untuk membuat AI yang lebih pintar, tapi yang lebih manusiawi. AI seharusnya memahami konteks sosial, budaya, dan moral di balik setiap data yang dia proses.
Di laboratorium mereka, riset tidak berhenti di angka akurasi atau kecepatan, tapi sampai pada pertanyaan: apakah model ini memahami nilai di balik jawaban yang dia berikan?
Filosofi ini dituangkan dalam proyek-proyek riset mereka seperti Connectionism dan LoRA Without Regret.
Keduanya menyoroti bagaimana sistem pembelajaran mesin bisa tetap efisien tanpa kehilangan nilai etika. Dengan begitu, Thinking Machines mencoba menciptakan AI yang mampu mendengarkan manusia, bukan sekadar merespons input.
Perbandingan: Thinking Machines vs OpenAI vs Anthropic
Untuk memahami posisi Thinking Machines di lanskap AI global, coba perhatikan perbandingan berikut:
Aspek | Thinking Machines Lab | OpenAI | Anthropic |
Pendiri | Mira Murati | Sam Altman, Greg Brockman, Elon Musk (awal) | Dario & Daniela Amodei |
Fokus Utama | AI kolaboratif & transparan | AI komersial & API tertutup | AI aman & constitutional AI |
Produk Utama | Tinker API, riset Connectionism | ChatGPT, DALL-E, GPT Store | Claude AI |
Pendekatan Data | Terbuka, bisa dikustomisasi | Tertutup, bersifat privat | Semi-terbuka (ethical alignment) |
Nilai Inti | Kolaborasi manusia-AI, etika, transparansi | Inovasi cepat, monetisasi produk | Keselamatan & regulasi AI |
Model Bisnis | Public Benefit Corporation | For-profit & API-based | Venture-funded non-profit hybrid |
Dari tabel ini, kelihatan bahwa Thinking Machines mencoba menempati posisi tengah: inovatif seperti OpenAI, tapi tetap punya fondasi etis seperti Anthropic. Pendekatan mereka menyeimbangkan kreativitas, keterbukaan, dan tanggung jawab sosial.
Dan dari sinilah kita bisa mulai melihat bagaimana filosofi mereka berpotensi mengubah arah masa depan AI.
Dampaknya untuk Masa Depan AI
Thinking Machines Lab bukan sekadar pemain baru, tapi simbol pergeseran paradigma dalam industri AI. Ketika perusahaan lain fokus membesarkan model dan memperluas bisnis, Thinking Machines fokus pada makna mengapa AI itu dibuat dan siapa yang diuntungkan?
Pendekatan mereka membuka peluang besar bagi dunia riset, startup kecil, hingga komunitas pendidikan. Dengan sistem yang terbuka, inovasi bisa datang dari mana saja, bukan hanya dari Silicon Valley. Ini menciptakan lingkungan AI yang lebih inklusif dan demokratis.
Bahkan, dalam konteks kripto dan Web3, filosofi Thinking Machines terasa relevan. Keduanya menekankan desentralisasi, keterbukaan, dan kepercayaan.
Jika Web3 membebaskan data dari monopoli, maka Thinking Machines ingin membebaskan kecerdasan dari dominasi korporasi. Dua arah ini bisa bersinggungan di masa depan, menciptakan ekosistem di mana AI dan blockchain saling memperkuat.
Kesimpulan – Saat AI Mulai Belajar Jadi Bijak
Thinking Machines Lab mengajarkan kita bahwa teknologi bukan hanya soal efisiensi dan performa, tapi juga nilai dan niat. Murati dan timnya mengingatkan dunia bahwa kemajuan AI seharusnya berangkat dari rasa ingin memahami, bukan sekadar ingin menguasai.
AI memang belum bisa punya hati, tapi dengan pendekatan seperti ini, setidaknya ia bisa belajar untuk memahami manusia. Dan mungkin, di masa depan, kebijaksanaan digital bukan lagi impian, tapi kenyataan.
Itulah informasi menarik tentang Thinking Machines Lab yang bisa kamu dalami lebih lanjut di kumpulan artikel kripto dari Indodax Academy. Selain mendapatkan insight mendalam lewat berbagai artikel edukasi crypto terpopuler, kamu juga bisa memperluas wawasan lewat kumpulan tutorial serta memilih dari beragam artikel populer yang sesuai minatmu.
Selain update pengetahuan, kamu juga bisa langsung pantau harga aset digital di Indodax Market dan ikuti perkembangan terkini lewat berita crypto terbaru. Untuk pengalaman trading lebih personal, jelajahi juga layanan OTC trading dari Indodax. Jangan lupa aktifkan notifikasi agar kamu nggak ketinggalan informasi penting seputar blockchain, aset kripto, dan peluang trading lainnya.
Kamu juga bisa ikutin berita terbaru kami lewat Google News agar akses informasi lebih cepat dan terpercaya. Untuk pengalaman trading mudah dan aman, download aplikasi crypto terbaik dari INDODAX di App Store atau Google Play Store.
Maksimalkan aset kripto kamu dengan fitur INDODAX staking crypto, cara praktis buat dapetin penghasilan pasif dari aset yang disimpan. Segera register di INDODAX dan lakukan KYC dengan mudah untuk mulai trading crypto lebih aman, nyaman, dan terpercaya!
Kontak Resmi Indodax
Nomor Layanan Pelanggan: (021) 5065 8888 | Email Bantuan: [email protected]
Ikuti juga sosial media kami di sini: Instagram, X, Youtube & Telegram
FAQ
- Siapa pendiri Thinking Machines Lab?
Startup ini didirikan oleh Mira Murati, mantan CTO OpenAI, pada tahun 2025. - Apa perbedaan Thinking Machines dengan OpenAI?
Thinking Machines fokus pada AI kolaboratif dan transparan, sementara OpenAI lebih tertutup dan berorientasi bisnis. - Apa itu Tinker API?
Tinker adalah platform untuk fine-tuning AI secara fleksibel, memungkinkan developer mengendalikan seluruh proses pelatihan model. - Apakah Thinking Machines Lab open source?
Ya, sebagian besar riset dan alat mereka dibuka untuk publik demi transparansi dan kolaborasi global.
Author: AL