Di balik janji manis teknologi Web3 tentang desentralisasi dan keterbukaan, tersimpan dilema besar: semakin transparan sistem blockchain, semakin terbuka pula celah serangannya. Hal ini bukan sekadar teori. Beberapa proyek kripto justru kolaps bukan karena kesalahan teknis, tapi karena informasi terlalu terbuka yang dimanfaatkan oleh pelaku oportunis.
Saat Anda berpikir transparansi adalah bentuk keamanan, ternyata ada sisi gelap yang siap menyerang dari balik layar.
Lihat juga berita: Awas! Korea Siap Ubah Arah Pasar Web3 Global
Transparansi: Jantung Blockchain Modern
Transparansi adalah prinsip utama dalam ekosistem Web3. Setiap transaksi, aktivitas dompet, dan pergerakan aset dapat diakses publik secara real-time melalui blockchain explorer. Berbeda dengan sistem Web2 yang serba tertutup, Web3 justru bangga akan keterbukaannya.
Hal ini menjadikan blockchain lebih akuntabel, memperkecil manipulasi tersembunyi, dan memberi ruang komunitas untuk mengawasi jalannya proyek secara kolektif.
Di Balik Keterbukaan, Tersembunyi Celah
Sumber Gambar: Reports.tiger-research.com
Namun, keterbukaan juga mengundang risiko baru. Contohnya, data likuidasi, posisi leverage, hingga dompet tim developer dapat dianalisis oleh siapa pun. Hasilnya? Trader besar bisa jadi target “pemburuan massal”, atau protokol dengan governance lemah bisa dieksploitasi berdasarkan data yang dipublikasikan secara on-chain.
Fenomena ini dikenal sebagai “transparansi yang dipersenjatai” — ketika data publik justru dimanfaatkan untuk menyusun strategi serangan terhadap proyek kripto, bahkan tanpa pelanggaran aturan.
Studi Kasus: Serangan Terbuka ke Hyperliquid

Sumber Gambar: Reports.tiger-research.com
Salah satu contoh paling nyata dari transparansi yang menjadi bumerang terjadi pada 26 Maret 2025, saat protokol Hyperliquid mengalami serangan pasar terkoordinasi yang merugikan sistemnya secara signifikan.
Protokol ini dikenal karena keterbukaannya — mulai dari data eksposur vault, margin, hingga ambang likuidasi semuanya bisa dilihat publik. Namun justru di situlah celahnya.
Kronologinya:
- Seorang pelaku menganalisis data publik Hyperliquid, termasuk batas likuidasi dan ukuran vault HLP.
- Dengan tiga dompet berbeda, pelaku membuka posisi short senilai $4,1 juta, lalu dua posisi long masing-masing $2,15 juta dan $1,9 juta untuk mendorong harga token JELLY naik secara artifisial, seperti informasi yang kami kutip dari website Reports.tiger-research.com.
- Saat harga naik, posisi short pertama dilikuadasi, dan kerugian langsung dibebankan ke vault HLP (Hyperliquidity Provider).
- Rumor listing JELLY di OKX membuat banyak trader FOMO dan ikut masuk, memicu gejolak pasar.
- Hyperliquid akhirnya menghentikan semua perdagangan JELLY dan menutup posisi di harga $0,0095 untuk mencegah kerusakan sistemik yang lebih besar.
Ironisnya, transparansi yang dibanggakan justru membuka jalan bagi skenario serangan ini. Proyek yang dibangun untuk memberdayakan komunitas malah harus mengambil tindakan sentralistik demi menyelamatkan ekosistemnya sendiri.
Masih seputar topik ini, simak juga: Skema Gila JellyJelly Bikin Vault Hyperliquid Rugi $20 Juta!
Strategi Bertahan di Era Transparansi Ekstrem
Lalu apa solusinya? Apakah Web3 harus kembali ke sistem tertutup?
Jawabannya: bukan mengurangi transparansi, tapi memperkuat ketahanan.
Proyek Web3 perlu membangun:
- Sistem governance yang adaptif, seperti DAO dengan protokol darurat.
- Desain smart contract yang lebih tahan manipulasi.
- Manajemen komunikasi dan krisis yang tangkas.
Bagi trader dan investor, penting untuk tidak hanya memantau harga, tetapi juga memahami struktur distribusi token, aktivitas wallet developer, dan sistem keamanan protokol.
Kesimpulan
Web3 menjanjikan kepercayaan tanpa perantara, dan itu hanya mungkin jika sistemnya transparan. Namun, transparansi tanpa pertahanan adalah undangan terbuka bagi pihak yang ingin menyerang.
Proyek yang sukses ke depan bukanlah yang paling rahasia, tapi yang paling siap diawasi. Dalam dunia yang serba terlihat, yang bertahan bukan yang paling kuat—melainkan yang paling tahan dilihat.
Artikel ini hasil Kolaborasi antara INDODAX x Tiger Research
Itulah informasi terkini seputar berita crypto hari ini, Jangan lupa untuk mengaktifkan notifikasi agar kamu selalu mendapatkan pembaruan terbaru mengenai berbagai informasi menarik yang kami sajikan di Akademi crypto hanya di INDODAX Academy, sumber terpercaya untuk belajar tentang dunia kripto
Dan jangan lupa untuk terus mengikuti kami untuk mendapatkan informasi terkini seputar dunia crypto dan teknologi blockchain melalui Google News.
Selain itu untuk mempermudah kamu untuk trading crypto dengan mudah dan aman kamu dapat mendownload aplikasi crypto terbaik dari INDODAX melalui Google play store maupun melalui App Store sekarang juga!
Agar tidak ketinggalan informasi terupdate tentang dunia crypto Jangan lupa juga untuk mengikuti sosial Media INDODAX di sini: Instagram, X, Youtube & Telegram
FAQ
- Apa itu paradoks Web3?
Paradoks Web3 merujuk pada kondisi di mana transparansi—yang semula dimaksudkan untuk membangun kepercayaan—malah membuka peluang bagi penyalahgunaan atau serangan. - Apakah transparansi blockchain bisa merugikan investor?
Ya. Meski membantu akuntabilitas, transparansi juga memungkinkan pelaku pasar memanipulasi data on-chain untuk menyerang posisi investor besar. - Apakah semua proyek Web3 terkena dampaknya?
Tidak semua, tapi proyek dengan distribusi token yang timpang atau governance lemah cenderung lebih rentan terhadap eksploitasi berbasis data publik. - Apa yang bisa dilakukan trader?
Selain membaca whitepaper, trader juga disarankan memantau aktivitas wallet tim proyek dan memahami struktur smart contract sebelum berinvestasi. - Haruskah Web3 mengurangi transparansi?
Tidak. Transparansi adalah inti Web3. Solusinya bukan menguranginya, tapi memperkuat desain sistem dan mekanisme pertahanan terhadap penyalahgunaan data.
Author: AL
Tag Terkait: #Berita Kriptp Hari Ini.