Kamu mungkin sering dengar soal kripto, stablecoin, dan berbagai token digital yang sedang naik daun belakangan ini. Dari Bitcoin yang harganya naik turun dramatis, hingga berbagai altcoin yang menjanjikan keuntungan fantastis. Tapi bagaimana jika negara ikut terjun langsung bikin mata uang digitalnya sendiri? Itulah yang sedang dilakukan China lewat yuan digital, atau dikenal sebagai e-CNY.
Berbeda dengan mata uang kripto yang terdesentralisasi dan sering digunakan untuk spekulasi, yuan digital merupakan langkah revolusioner dari pemerintah China untuk mendigitalkan sistem moneter mereka. Ini bukan sekadar mengikuti tren teknologi, melainkan strategi ekonomi jangka panjang yang bisa mengubah tatanan keuangan global.
Lalu, apa sebenarnya yuan digital itu? Apakah sama dengan Bitcoin atau cryptocurrency lainnya? Apa dampaknya buat dunia, termasuk kita di Indonesia? Mari kita bedah tuntas fenomena yang sedang menjadi sorotan ekonom dan teknolog di seluruh dunia ini.
Apa Itu Yuan Digital (e-CNY)?
Untuk memahami e-CNY, kamu perlu tahu dulu bahwa tidak semua uang digital itu kripto. Ada perbedaan mendasar yang harus dipahami sebelum melangkah lebih jauh.
Yuan digital atau e-CNY (Digital Currency Electronic Payment) adalah versi digital dari yuan China yang dikeluarkan dan dikendalikan langsung oleh Bank Sentral Tiongkok (People’s Bank of China/PBoC). Mata uang digital ini termasuk dalam kategori CBDC (Central Bank Digital Currency), yaitu mata uang digital yang diterbitkan oleh bank sentral suatu negara. dan kini mulai diterapkan oleh banyak negara, termasuk Indonesia.
Perbedaan utama e-CNY dengan cryptocurrency seperti Bitcoin atau stablecoin seperti USDT terletak pada sifat sentralisasinya. e-CNY bukan kripto karena tidak menggunakan sistem terdesentralisasi, melainkan sepenuhnya dikontrol oleh pemerintah China. Nilainya dijamin 1:1 dengan yuan fisik, artinya satu e-CNY selalu setara dengan satu yuan kertas atau koin.
Fungsi utama e-CNY adalah sebagai alat pembayaran untuk transaksi sehari-hari, bukan sebagai instrumen investasi. Kamu bisa menggunakannya untuk membeli makanan, membayar transportasi, atau transaksi retail lainnya, persis seperti menggunakan uang tunai digital.
Yang menarik, e-CNY dapat digunakan bahkan tanpa koneksi internet melalui teknologi Near Field Communication (NFC). Fitur offline ini memungkinkan transaksi tetap berjalan meski di daerah dengan sinyal terbatas, memberikan keunggulan praktis dibanding sistem pembayaran digital konvensional.
Nah, setelah tahu definisinya, sekarang kita bahas kenapa e-CNY jadi sorotan global dan mengapa China begitu serius mengembangkannya.
Kenapa China Meluncurkan Yuan Digital?
China bukan sembarang negara saat membuat kebijakan ekonomi. Setiap langkah mereka selalu diperhitungkan matang, termasuk keputusan menerbitkan yuan digital yang punya alasan strategis sangat kuat.
Pertama, efisiensi sistem pembayaran domestik menjadi motivasi utama. China ingin mengurangi ketergantungan pada sistem pembayaran swasta seperti Alipay dan WeChat Pay yang mendominasi pasar. Dengan e-CNY, pemerintah bisa mengontrol langsung infrastruktur pembayaran nasional tanpa bergantung pada perusahaan teknologi besar.
Kedua, kontrol terhadap sistem moneter dan pengawasan transaksi memberikan kekuatan besar bagi pemerintah. Setiap transaksi e-CNY dapat dipantau secara real-time, memungkinkan penerapan kebijakan moneter yang lebih presisi dan pencegahan aktivitas ilegal seperti pencucian uang atau pendanaan terorisme.
Ketiga, aspek dedollarisasi atau mengurangi dominasi dolar Amerika dalam perdagangan global menjadi agenda jangka panjang. Dengan mempromosikan e-CNY dalam perdagangan internasional, China berharap bisa mengurangi ketergantungan pada sistem SWIFT dan dolar AS, terutama dalam transaksi dengan negara-negara partner seperti Rusia dan Iran yang juga menghadapi sanksi Amerika.
Keempat, mendorong inklusi keuangan bagi masyarakat yang belum memiliki akses perbankan. e-CNY memungkinkan rakyat tanpa rekening bank tetap bisa melakukan transaksi digital, cukup dengan smartphone dan aplikasi resmi pemerintah.
Terakhir, ada aspek inovasi teknologi dan positioning China sebagai leader dalam fintech global. Dengan menjadi negara pertama yang sukses mengimplementasikan CBDC skala masif, China ingin membuktikan keunggulan teknologi dan sistem ekonomi mereka.
Tujuannya memang besar dan ambisius, tapi bagaimana teknisnya? Mari kita lanjut ke cara kerja yuan digital yang cukup unik dibanding sistem pembayaran digital lainnya.
Bagaimana Cara Kerja e-CNY?
Walaupun digital, e-CNY tidak bekerja seperti kripto pada umumnya. Sistemnya jauh lebih terkontrol, terintegrasi dengan institusi negara, dan dirancang untuk memberikan kontrol penuh kepada pemerintah China.
e-CNY diedarkan melalui sistem dua lapis (two-tier system). Lapisan pertama adalah Bank Sentral China (PBoC) yang menerbitkan e-CNY kepada bank-bank komersial dan institusi keuangan yang ditunjuk. Lapisan kedua adalah bank-bank dan platform fintech seperti Ant Group (Alipay) dan Tencent (WeChat Pay) yang mendistribusikan e-CNY kepada pengguna akhir.
Berbeda dengan deposito bank konvensional, e-CNY tidak berbunga. Keputusan ini sengaja dibuat untuk mendorong sirkulasi uang dan mencegah masyarakat menimbun e-CNY sebagai instrumen investasi. Tujuannya murni sebagai medium pertukaran, bukan store of value.
Sistem keamanan e-CNY menggunakan enkripsi tingkat tinggi dan digital signature untuk memastikan keaslian setiap transaksi. Setiap unit e-CNY memiliki nomor seri digital unik yang dapat dilacak, memberikan transparansi penuh bagi otoritas terkait namun tetap menjaga privasi pengguna pada level tertentu.
Fitur menarik lainnya adalah controllable anonymity, di mana transaksi kecil bisa dilakukan secara anonim, tapi transaksi besar akan memerlukan identifikasi penuh. Ini memberikan keseimbangan antara privasi pengguna dan kebutuhan pengawasan pemerintah.
Smart contract juga bisa diintegrasikan ke dalam e-CNY, memungkinkan pembayaran otomatis berdasarkan kondisi tertentu. Misalnya, subsidi pemerintah bisa diprogram untuk hanya digunakan untuk kebutuhan tertentu seperti makanan atau pendidikan.
Kamu sudah tahu cara kerjanya yang cukup sophisticated. Sekarang, mari lihat sudah sejauh mana penggunaannya di dunia nyata dan pencapaian konkret yang telah diraih.
Fakta Terbaru e-CNY di Tahun 2025
Per Mei 2025, adopsi yuan digital telah meluas secara signifikan dan menunjukkan angka-angka yang cukup mengesankan, membuktikan bahwa ini bukan sekadar eksperimen teknologi.
Data terbaru menunjukkan lebih dari 180 juta dompet digital e-CNY telah aktif digunakan masyarakat China. Angka ini meningkat pesat dari 140 juta pada akhir 2024, menunjukkan akselerasi adopsi yang konsisten. Volume transaksi kumulatif telah menembus $7,3 triliun yuan (sekitar $1 triliun USD), dengan rata-rata transaksi harian mencapai 100 juta transaksi.
Penggunaan e-CNY kini tidak terbatas pada retail biasa. Pemerintah China telah mengintegrasikannya untuk distribusi subsidi sosial, pembayaran gaji pegawai negeri, dan sistem transportasi publik di kota-kota besar seperti Beijing, Shanghai, dan Shenzhen. Bahkan beberapa universitas sudah menggunakan e-CNY untuk pembayaran uang kuliah dan fasilitas kampus.
Yang lebih menarik, uji coba lintas batas sudah dimulai di Hong Kong dan beberapa negara BRICS. Proyek mBridge menjadi pilot project kerja sama China, Thailand, UEA, dan Arab Saudi untuk memfasilitasi transaksi perdagangan internasional menggunakan CBDC masing-masing negara, termasuk e-CNY.
Sektor ritel juga menunjukkan antusiasme tinggi. Lebih dari 5 juta merchant sudah menerima e-CNY, mulai dari toko kelontong kecil hingga department store besar. Platform e-commerce seperti JD.com dan Tmall juga sudah mengintegrasikan e-CNY sebagai metode pembayaran.
Di sektor transportasi, sistem pembayaran terintegrasi memungkinkan pengguna menggunakan e-CNY untuk subway, bus, taksi, hingga bike-sharing hanya dengan satu aplikasi. Ini menciptakan ekosistem pembayaran yang seamless dan efisien.
Pemerintah juga telah meluncurkan program stimulus ekonomi menggunakan e-CNY, di mana masyarakat mendapat voucher digital yang hanya bisa digunakan untuk konsumsi domestik. Program ini terbukti efektif meningkatkan aktivitas ekonomi lokal.
Tapi sebesar apa pun kemajuannya, pasti ada sisi lain yang harus kamu waspadai. Mari kita bahas risiko dan tantangan yang menyertai implementasi yuan digital.
Risiko dan Tantangan dari e-CNY
Meskipun terlihat canggih dan menjanjikan efisiensi tinggi, e-CNY tetap menyimpan berbagai tantangan dan risiko yang tidak bisa diabaikan, baik dari perspektif pengguna maupun sistem ekonomi global.
Potensi penyalahgunaan privasi menjadi kekhawatiran utama. Karena semua data transaksi tersentralisasi di sistem pemerintah, ada risiko surveillance berlebihan terhadap aktivitas ekonomi masyarakat. Pemerintah bisa dengan mudah melacak pola belanja, pergerakan, dan bahkan preferensi politik seseorang melalui jejak transaksi e-CNY mereka.
Risiko disintermediasi perbankan juga menjadi ancaman serius. Jika masyarakat lebih memilih menyimpan e-CNY langsung dari bank sentral dibanding deposito di bank komersial, sistem perbankan tradisional bisa kehilangan fungsi intermediasi. Hal ini berpotensi mengganggu mekanisme transmisi kebijakan moneter dan stabilitas sektor keuangan.
Dari perspektif geopolitik, e-CNY bisa menjadi ancaman terhadap sistem dolar dan stabilitas moneter internasional. Jika China berhasil mempromosikan e-CNY sebagai mata uang perdagangan internasional, dominasi dolar Amerika dan sistem SWIFT bisa terancam. Ini tentu akan memicu ketegangan geopolitik yang lebih besar.
Risiko kontrol populasi juga tidak bisa diabaikan. e-CNY memberikan kemampuan kepada pemerintah untuk memblokir atau membatasi saldo seseorang secara real-time. Dalam situasi politik tertentu, ini bisa digunakan sebagai alat tekanan atau hukuman terhadap individu atau kelompok tertentu.
Keamanan siber menjadi tantangan teknis yang krusial. Sistem e-CNY yang tersentralisasi berpotensi menjadi target utama serangan cyber dari dalam maupun luar negeri. Satu kerentanan besar bisa berdampak pada seluruh sistem ekonomi China.
Ketergantungan teknologi juga menciptakan risiko tersendiri. Jika sistem e-CNY mengalami gangguan teknis besar, aktivitas ekonomi masyarakat bisa lumpuh total. Berbeda dengan uang tunai yang tetap bisa digunakan meski listrik mati.
Terakhir, ada risiko adopsi yang tidak merata. Masyarakat usia lanjut atau di daerah terpencil mungkin kesulitan beradaptasi dengan teknologi baru ini, berpotensi menciptakan kesenjangan akses ekonomi yang lebih besar.
Kamu pasti bertanya-tanya, kalau China sudah sejauh ini dengan yuan digital mereka, bagaimana dengan Indonesia? Apakah kita juga punya rencana serupa?
Apakah Indonesia Punya e-Rupiah Juga?
Pertanyaan ini sangat relevan karena perkembangan e-CNY di China berpotensi mempengaruhi cara negara lain, termasuk Indonesia, dalam mengatur dan mengembangkan mata uang digital mereka sendiri.
Bank Indonesia memang sedang mengembangkan rupiah digital atau e-Rupiah melalui proyek ambisius bernama Proyek Garuda. Berbeda dengan China yang sudah dalam fase implementasi massal, Indonesia masih berada di tahap pengembangan dan uji coba terbatas.
Sejak 2023, BI sudah memasuki tahap Proof of Concept (PoC) untuk e-Rupiah. Proyek ini mencakup dua model penggunaan: retail CBDC untuk transaksi masyarakat umum dan wholesale CBDC untuk transaksi antar bank dan institusi besar. Pendekatan dual-purpose ini mirip dengan strategi yang diterapkan beberapa negara maju lainnya.
Fokus utama pengembangan e-Rupiah adalah inklusi keuangan, efisiensi sistem pembayaran, dan integrasi dengan ekosistem QRIS yang sudah mapan di Indonesia. BI ingin memastikan e-Rupiah kompatibel dengan infrastruktu pembayaran digital yang sudah ada, bukan menggantinya.
Uji coba terbatas sudah dilakukan dengan beberapa bank dan merchant pilihan di Jakarta dan Surabaya. Hasil awal menunjukkan respons positif, terutama untuk transaksi retail kecil dan mikro. Namun, implementasi massal masih memerlukan waktu bertahun-tahun mengingat kompleksitas regulasi dan infrastruktur yang dibutuhkan.
Berbeda dengan e-CNY yang agresif dalam aspek kontrol, e-Rupiah lebih menekankan pada privasi pengguna dan desentralisasi operasional. BI berkomitmen tidak akan menggunakan e-Rupiah sebagai alat surveillance berlebihan, namun tetap mempertahankan kemampuan monitoring untuk keperluan compliance dan anti money laundering.
Tantangan utama yang dihadapi Indonesia termasuk koordinasi dengan sektor perbankan, edukasi masyarakat, dan pengembangan infrastruktur teknologi yang robust. Berbeda dengan China yang memiliki kontrol penuh atas sistem keuangan, Indonesia harus mempertimbangkan kepentingan berbagai stakeholder termasuk bank swasta dan fintech.
Target timeline BI adalah meluncurkan e-Rupiah untuk publik pada 2026-2027, tergantung hasil uji coba dan kesiapan ekosistem. Ini jauh lebih konservatif dibanding ambisi China, namun lebih realistis mengingat kondisi dan karakteristik sistem keuangan Indonesia.
Dari sini kamu bisa lihat bahwa e-CNY dan e-Rupiah memang berjalan di jalur yang mirip dalam hal tujuan dan teknologi, tapi berbeda signifikan dalam hal kecepatan implementasi, ambisi geopolitik, dan pendekatan terhadap privasi pengguna.
Kesimpulan
Yuan digital (e-CNY) telah membuktikan bahwa mata uang digital yang diterbitkan bank sentral bukan sekadar alat transaksi modern, melainkan senjata ekonomi baru yang berpotensi mengubah keseimbangan finansial global secara fundamental.
Bagi kamu yang aktif di dunia kripto dan investasi digital seperti investasi kripto, pemahaman mendalam tentang peran CBDC seperti e-CNY menjadi sangat krusial. Perkembangan mata uang digital negara ini akan mempengaruhi regulasi cryptocurrency, volatilitas pasar digital, hingga potensi risiko investasi kripto yang perlu kamu perhatikan sejak dini.
China telah menunjukkan bahwa CBDC bukan hanya eksperimen teknologi, melainkan strategi ekonomi jangka panjang yang terintegrasi dengan agenda geopolitik dan perkembangan teknologi blockchain global. Dengan lebih dari 180 juta pengguna aktif dan volume transaksi triliunan yuan, e-CNY telah menciptakan precedent bagi negara lain dalam mengembangkan mata uang digital mereka.
Namun, kesuksesan e-CNY juga menghadirkan tantangan baru berupa risiko privasi, disintermediasi perbankan, dan potensi konflik geopolitik. Keseimbangan antara inovasi teknologi, efisiensi ekonomi, dan perlindungan hak-hak individu menjadi kunci keberhasilan implementasi CBDC di masa depan.
Bagi Indonesia dan negara-negara lain yang sedang mengembangkan mata uang digital, pengalaman China dengan e-CNY memberikan pelajaran berharga tentang peluang dan risiko yang harus dipertimbangkan. Kecepatan adopsi memang penting, namun kehati-hatian dalam menjaga keseimbangan berbagai kepentingan tidak kalah krusial.
Itulah informasi menarik tentang Yuan digital yang bisa kamu eksplorasi lebih dalam di artikel Akademi crypto di INDODAX. Selain memperluas wawasan investasi, kamu juga bisa terus update dengan berita crypto terkini dan pantau langsung pergerakan harga aset digital di INDODAX Market. jangan lupa aktifkan notifikasi agar kamu selalu mendapatkan informasi terkini seputar aset digital dan teknologi blockchain hanya di INDODAX Academy.
Kamu juga dapat mengikuti berita terbaru kami melalui Google News untuk akses informasi yang lebih cepat dan terpercaya. Untuk pengalaman trading yang mudah dan aman, download aplikasi crypto terbaik dari INDODAX di App Store atau Google Play Store.
Maksimalkan juga aset kripto kamu dengan fitur INDODAX Earn, cara praktis untuk mendapatkan penghasilan pasif dari aset yang kamu simpan.
Ikuti juga sosial media kami di sini: Instagram, X, Youtube & Telegram
FAQ
1. Apakah yuan digital bisa dibeli seperti Bitcoin?
Tidak bisa. e-CNY bukan aset investasi yang diperdagangkan di exchange, melainkan alat pembayaran resmi dari pemerintah China. Kamu hanya bisa mendapatkan e-CNY dengan menukar yuan fisik atau melalui bank dan aplikasi yang ditunjuk pemerintah.
2. Apa bedanya e-CNY dengan stablecoin seperti USDT?
Perbedaan utama terletak pada penerbit dan jaminan. Stablecoin seperti USDT dikeluarkan oleh perusahaan swasta dengan cadangan aset tertentu, sedangkan e-CNY dikeluarkan langsung oleh Bank Sentral China dengan jaminan penuh pemerintah. e-CNY juga lebih terkontrol dan tidak bisa diperdagangkan bebas.
3. Bisa nggak orang Indonesia pakai e-CNY?
Saat ini belum bisa secara luas. e-CNY masih terbatas untuk warga China dan wilayah tertentu seperti Hong Kong. Namun, ada uji coba terbatas untuk transaksi lintas negara melalui proyek mBridge yang melibatkan beberapa negara, tapi Indonesia belum termasuk di dalamnya.
4. Apakah e-CNY menggunakan teknologi blockchain?
Tidak sepenuhnya. e-CNY menggunakan teknologi distributed ledger yang mirip blockchain, tapi bukan sistem terbuka seperti Bitcoin. Teknologinya lebih hybrid, menggabungkan keunggulan distributed ledger dengan kontrol terpusat yang dibutuhkan bank sentral.
5. Bagaimana nasib cryptocurrency jika semua negara punya CBDC?
CBDC dan cryptocurrency akan koeksist dengan fungsi berbeda. CBDC seperti e-CNY fokus sebagai alat pembayaran yang stabil, sementara crypto akan tetap berperan sebagai aset investasi, hedge inflation, dan medium pertukaran terdesentralisasi. Regulasi mungkin akan lebih ketat, tapi tidak akan menghilangkan crypto sepenuhnya.
6. Apakah e-CNY aman dari inflasi?
e-CNY memiliki stabilitas yang sama dengan yuan fisik karena nilainya dijamin 1:1. Namun, ia tetap terpengaruh inflasi yuan secara umum. Keunggulannya adalah pemerintah bisa menerapkan kebijakan moneter lebih presisi melalui e-CNY, berpotensi mengontrol inflasi lebih baik dibanding mata uang konvensional.
Author: RB