Pernah nggak, kamu belanja lalu melihat kolom bertuliskan “PPN” di struk pembelian? Atau kamu merasa harga barang online sedikit lebih mahal dari perkiraan? Itu bukan karena kamu salah hitung, tapi karena ada tambahan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di dalamnya.
Meskipun sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari, tidak semua orang memahami cara kerja PPN dan siapa sebenarnya yang wajib membayar maupun melaporkannya.
Melalui artikel ini, kamu akan mendapatkan pemahaman utuh tentang apa itu PPN, fungsinya dalam perekonomian, siapa saja yang terlibat, hingga bagaimana PPN berlaku dalam transaksi digital seperti transaksi crypto.
Penjelasan disusun berdasarkan sumber-sumber terpercaya dan diperbarui dengan aturan terbaru yang berlaku di Indonesia.
Apa Itu PPN?
Untuk memulainya, kita perlu memahami definisinya terlebih dahulu. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak atas konsumsi barang dan/atau jasa yang dikenakan secara bertahap dalam proses produksi dan distribusi. Namun, beban pajaknya akhirnya ditanggung oleh konsumen akhir.
Meskipun konsumen yang membayar, penjual (PKP atau Pengusaha Kena Pajak) yang memiliki kewajiban memungut, menyetorkan, dan melaporkan PPN kepada negara. Sistem ini disebut sebagai pajak tidak langsung, karena dibayarkan melalui pihak lain.
Lalu, Mengapa PPN Penting?
Setelah tahu definisinya, kamu mungkin bertanya: kenapa PPN begitu penting?
PPN berperan sebagai sumber utama penerimaan negara yang digunakan untuk pembiayaan pendidikan, kesehatan, hingga pembangunan infrastruktur. Selain itu, PPN juga menjadi alat regulasi yang bisa mengendalikan konsumsi masyarakat.
Misalnya, dengan mengenakan tarif lebih tinggi untuk barang mewah, negara dapat membatasi pembelian konsumtif dan menjaga stabilitas ekonomi.
Dengan sistem yang transparan, PPN juga mendorong pelaku usaha untuk lebih tertib dalam pelaporan dan dokumentasi transaksi, yang pada akhirnya memperkuat integritas fiskal negara.
Siapa yang Terlibat dalam Sistem PPN?
Supaya nggak bingung siapa yang sebenarnya terlibat dalam rantai PPN, kamu perlu tahu dua peran utama:
- Pengusaha Kena Pajak (PKP) – yaitu pelaku usaha dengan omzet tahunan di atas Rp4,8 miliar. Mereka wajib memungut dan menyetor PPN atas setiap transaksi.
- Konsumen Akhir – yaitu kamu sebagai pembeli, yang menanggung beban pajak di harga jual.
Dengan kata lain, PPN akan selalu muncul di titik akhir konsumsi. Tapi pelaporan dan penyetoran menjadi tanggung jawab pihak penjual.
Artikel menarik lainnya untuk kamu: Bagaimana Pajak Kripto Dikenakan? Ketahui Sebelum Trading
Apa Saja Objek PPN?
Setelah tahu siapa yang terlibat, penting juga untuk memahami apa saja yang dikenakan PPN. Objek PPN di Indonesia mencakup:
- Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP)
- Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP)
- Impor barang dari luar negeri
- Pemanfaatan BKP tidak berwujud dan JKP dari luar negeri
- Ekspor BKP atau JKP oleh PKP
- Kegiatan membangun sendiri (bangunan di atas 200 m²)
- Penyerahan aktiva perusahaan
Namun, beberapa barang dan jasa tidak dikenakan PPN, seperti beras, pendidikan, layanan medis, jasa sosial, dan kegiatan keagamaan. Pengecualian ini bertujuan untuk melindungi kebutuhan dasar masyarakat berpenghasilan rendah, seperti informasi yang kami kutip dari website Klikpajak
Tarif PPN Saat Ini dan Tahun 2025
Setelah tahu objeknya, pertanyaan berikutnya: berapa besar tarif PPN yang berlaku?
- 11% sejak 1 April 2022 (tarif umum)
- 12% mulai 1 Januari 2025, khusus untuk barang dan jasa mewah
- Barang/jasa umum tetap menggunakan rumus:
PPN = 12% × (11/12 × Harga Jual) ? hasil akhirnya tetap 11%
Dengan mekanisme ini, kenaikan tarif tetap menjaga keseimbangan antara penerimaan negara dan daya beli masyarakat, dimana besaran tarif PPN tersebut berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 131/PMK.03/2024 yang kami kutip dari website pajak.go.id/
Bagaimanakah Cara Menghitung PPN?
Untuk menghitung PPN, kamu cukup mengalikan tarif dengan nilai dasar yang dikenakan pajak (DPP). Berikut rumusnya:
PPN = Tarif × DPP
Jenis DPP bisa berupa:
- Harga jual barang
- Nilai penggantian jasa
- Nilai impor
- Nilai ekspor
- Nilai lain (jika ditentukan pemerintah)
Contoh kasus 2025:
Harga jual Rp6.000.000
DPP = 11/12 × Rp6.000.000 = Rp5.500.000
PPN = 12% × Rp5.500.000 = Rp660.000
Perbedaan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran
Masuk ke ranah teknis, kamu perlu memahami dua istilah penting dalam pelaporan PPN:
- Pajak Keluaran: PPN yang dipungut PKP saat menjual barang/jasa.
- Pajak Masukan: PPN yang dibayar PKP saat membeli barang/jasa untuk operasional.
PKP cukup mengurangi Pajak Keluaran dengan Pajak Masukan:
- Jika lebih besar ? setor selisih ke negara
- Jika lebih kecil ? bisa dikompensasikan atau ajukan restitusi
Kewajiban Pelaporan dan Penyetoran PPN
Setiap akhir bulan, PKP wajib:
- Membuat e-Faktur
- Menyetor PPN
- Mengisi dan mengirimkan SPT Masa PPN
Deadline pelaporan: akhir bulan berikutnya dari masa pajak. Wajib pajak yang terlambat akan dikenakan sanksi denda sesuai UU Perpajakan.
Bagaimana PPN Berlaku untuk Transaksi Kripto?
Nah, ini dia bagian yang paling ditunggu oleh para trader yaitu, bagaimana pajak berlaku dalam dunia kripto?
Walau kripto bukan alat pembayaran sah di Indonesia (berdasarkan UU No. 7 Tahun 2011), ia diakui sebagai aset investasi. Karena itu, transaksi aset digital ini juga dikenakan pajak, termasuk PPN.
Ketentuan PPN dalam Kripto:
- PPN 0,11% berlaku untuk perdagangan aset kripto melalui Pedagang Fisik Aset Kripto (PFAK) resmi.
- PPN 0,22% berlaku jika dilakukan di luar PFAK.
- PPN 1,1% berlaku untuk jasa mining kripto (misalnya pool, verifikasi transaksi, dan block reward).
- Penambang dianggap sebagai PKP dan wajib menyetor PPN sesuai konversi nilai kripto yang diterima.
PPh juga berlaku:
Selain PPN, ada PPh Pasal 22 sebesar 0,1% atas penghasilan dari transaksi kripto. PPh ini dipotong otomatis di platform perdagangan yang terdaftar resmi, sesuai dengan penjelasan resmi: DJP – Pajak Cryptocurrency di Indonesia yang kami kutip dari website pajak.go.id
Masih seputar topik ini, simak juga: Mengenal Pajak Crypto dan Cara Membayar Pajak Crypto di Indonesia
Pelaporan Pajak Kripto: Wajib dan Tertib
Investor dan trader kripto wajib melaporkan penghasilan dari kripto dalam SPT Tahunan PPh. Selain itu, kamu juga harus menyimpan catatan rinci atas semua transaksi, karena ini akan menjadi acuan jika ada pemeriksaan pajak di kemudian hari.
Kepatuhan ini bukan hanya soal kewajiban, tapi juga bentuk kontribusi kamu untuk mendukung ekosistem digital yang sehat dan berkelanjutan di Indonesia.
Kesimpulan
PPN bukan sekadar angka tambahan dalam transaksi, tapi instrumen vital yang menopang pembangunan negara. Ia hadir di hampir semua lapisan kehidupan ekonomi, termasuk dunia digital seperti cryptocurrency.
Dengan memahami seluk-beluk PPN—dari tarif, pelaporan, hingga penerapannya dalam aset kripto—kamu bisa menjadi individu yang lebih melek pajak, baik sebagai konsumen maupun investor.
Itulah informasi menarik tentang apa itu ppn dan pajak kripto yang bisa kamu eksplorasi lebih dalam di artikel Akademi crypto di INDODAX. Selain memperluas wawasan investasi, kamu juga bisa terus update dengan berita crypto terkini dan pantau langsung pergerakan harga aset digital di INDODAX Market. jangan lupa aktifkan notifikasi agar kamu selalu mendapatkan informasi terkini seputar aset digital dan teknologi blockchain hanya di INDODAX Academy.
Kamu juga dapat mengikuti berita terbaru kami melalui Google News untuk akses informasi yang lebih cepat dan terpercaya. Untuk pengalaman trading yang mudah dan aman, download aplikasi crypto terbaik dari INDODAX di App Store atau Google Play Store.
Maksimalkan juga aset kripto kamu dengan fitur INDODAX Earn, cara praktis untuk mendapatkan penghasilan pasif dari aset yang kamu simpan.
Ikuti juga sosial media kami di sini: Instagram, X, Youtube & Telegram
FAQ
1.Apakah kripto dikenakan PPN?
Ya, transaksi dikenakan PPN 0,11% (PFAK) atau 0,22% (non-PFAK).
2.Kapan PPN naik jadi 12%?
Mulai 1 Januari 2025, khusus barang/jasa mewah. Barang umum tetap 11%.
3.Bagaimana cara melaporkan pajak kripto?
Laporkan dalam SPT Tahunan dan simpan catatan transaksi dengan rapi.
Author: AL