Jangan Remehkan! Serangan Psikologis Ini Bisa Bikin Kamu Kehilangan Aset Kripto
Banyak orang mengira pencurian aset kripto hanya terjadi lewat aksi peretasan tingkat tinggi. Padahal kenyataannya, semakin banyak korban jatuh bukan karena sistem yang lemah, melainkan karena percaya pada orang yang salah. Bukan karena smart contract diretas, tapi karena kamu dimanipulasi untuk membuka celah itu sendiri—secara sukarela.
Menurut data terbaru, hingga 98% serangan siber melibatkan unsur social engineering. Di dunia kripto, angka ini bahkan lebih mencemaskan. Sekitar 70 hingga 90 persen dari seluruh serangan siber dilakukan dengan teknik manipulasi psikologis, dan phishing masih menjadi metode paling sering digunakan.
Statistik menunjukkan ancaman ini bukan isapan jempol. Total potensi kerugian akibat social engineering di kripto mencapai 167 juta dolar AS. Bahkan lebih mengkhawatirkan lagi, kerugian akibat scam investasi kripto meningkat dari 3 miliar dolar pada 2022 menjadi 4,5 miliar dolar pada 2023, berdasarkan laporan FBI. Dan hanya dalam enam bulan pertama tahun 2024, FBI sudah menerima lebih dari 18.000 laporan penipuan investasi kripto, dengan total kerugian melampaui 1,9 miliar dolar.
Tapi dari mana sebenarnya istilah ini muncul? Dan kenapa makin ramai dibahas di era kripto?
Asal-Usul Istilah: Dari Etika Industri ke Ancaman Siber
Jauh sebelum dunia kripto eksis, istilah social engineering dikenalkan oleh J.C. Van Marken pada 1894. Awalnya, istilah ini merujuk pada tanggung jawab etis pengusaha terhadap pekerjanya—mengelola manusia layaknya sistem yang harmonis.
Van Marken, seorang industrialis Belanda, memperkenalkan konsep ini sebagai bagian dari reformasi sosial di perusahaan. Ia percaya bahwa mengelola hubungan antara pekerja dan manajemen membutuhkan pendekatan yang sistematis dan etis, seperti layaknya mengelola sistem mekanis. Konsep ini digunakan dalam konteks sosial yang positif, bukan kejahatan.
Pada masa itu, social engineering dipandang sebagai cara untuk menciptakan harmoni dalam lingkungan kerja. Bahkan belum dikenal publik luas hingga abad ke-21, ketika teknologi digital mulai berkembang pesat. Namun, transformasi digital mengubah segalanya termasuk makna dari istilah yang dulunya mulia ini.
Namun maknanya berubah drastis seiring berkembangnya teknologi, terutama di era digital.
Kenapa Social Engineering Makin Populer Sekarang?
Sekarang, istilah social engineering bukan lagi soal etika korporasi seperti dulu. Istilah ini telah berubah makna secara drastis menjadi sebuah ancaman nyata di dunia digital. Intinya sederhana: pelaku memanipulasi kamu secara psikologis untuk membuka jalan menuju aset kripto yang kamu miliki. Di tahun 2025, social engineering bukan sekadar tren siber—melainkan telah menjadi modus utama pencurian aset kripto secara global.
Lalu, kenapa serangan ini begitu berkembang pesat di era kripto? Setidaknya ada tiga faktor utama yang menjelaskan:
1. Desentralisasi Tanpa Perlindungan Terpusat
Berbeda dengan sistem keuangan tradisional yang memiliki customer service dan prosedur pemulihan akun, dunia kripto bersifat sepenuhnya desentralisasi. Artinya, ketika kamu kehilangan private key atau seed phrase, tidak ada lembaga yang bisa membantumu mengambil kembali aset. Celah inilah yang dimanfaatkan penipu dengan berbagai cara.
2. Ledakan DeFi yang Tidak Diimbangi Edukasi Keamanan
Ekosistem Decentralized Finance (DeFi) berkembang sangat pesat dalam beberapa tahun terakhir. Namun sayangnya, pertumbuhan ini tidak diiringi dengan edukasi keamanan yang memadai. Banyak pengguna baru yang belum memahami risiko keamanan digital, sehingga menjadi sasaran empuk bagi para pelaku social engineering.
3. Dukungan Teknologi Canggih yang Mempermudah Aksi Penipuan
Teknologi seperti AI, deepfake, dan voice cloning kini digunakan untuk membuat serangan makin meyakinkan dan sulit dibedakan dari interaksi asli. Menurut laporan VPNRanks, pada tahun 2025, kelompok usia 40 hingga 49 tahun menjadi target paling rentan, dengan persentase serangan mencapai 45%.
Statistik global pun memperkuat kekhawatiran ini. Serangan berbasis social engineering dilaporkan meningkat sebesar 27% sepanjang 2025. Sementara itu, pendapatan dari scam kripto diperkirakan mencapai rekor tertinggi, seiring dengan pelaku kejahatan yang makin terorganisir dan memanfaatkan teknologi baru secara optimal.
Yang paling mencolok adalah perubahan taktik para penjahat digital. Mereka kini lebih memilih untuk memanipulasi manusia daripada membobol smart contract. Alasannya? Karena manusia adalah titik lemah yang paling mudah dieksploitasi. Tidak butuh kemampuan teknis yang rumit cukup dengan berpura-pura peduli, membangun kepercayaan, dan memainkan emosi korban.
Lalu, bagaimana bentuk serangan itu di 2025? Inilah 5 modus paling sering menjebak investor dan pengguna kripto saat ini.
Ini 5 Serangan Social Engineering Paling Berbahaya di 2025
Jangan anggap ini tipu-tipu biasa. Serangan ini dirancang secara psikologis, sistematis, dan berbasis teknologi tinggi semuanya menyasar titik lemah paling gampang: manusia. Mari kita bahas satu per satu dengan detail dan contoh kasus nyata.
1. Phishing & Spear Phishing
Modus klasik yang masih ampuh. Korban diarahkan klik link palsu lalu memasukkan data penting seperti private key atau seed phrase. Bedanya dengan phishing biasa, spear phishing sangat personal penipu sudah riset target secara mendalam.
Cara Kerja Phishing di Kripto:
- Kamu dapat email palsu dari “MetaMask” atau “Coinbase” yang bilang akun kamu bermasalah
- Link yang diklik mengarah ke website palsu yang mirip 99% dengan aslinya
- Kamu diminta memasukkan seed phrase untuk “verifikasi”
- Begitu dimasukkan, wallet kamu langsung dikuras
Contoh Kasus Terbaru:
Binance dan Kraken dilaporkan berhasil menggagalkan serangan social engineering yang mirip dengan insiden kebocoran data di Coinbase baru-baru ini. Dalam kasus ini, pelaku berusaha menyusup dengan cara yang licik—menyogok staf customer service melalui pesan Telegram, disertai instruksi teknis yang sangat detail. Tujuannya adalah untuk mendapatkan akses tidak sah ke akun pengguna, dengan berpura-pura sebagai bagian dari tim internal.
Spear Phishing yang Lebih Berbahaya:
- Penipu tahu nama, email, dan bahkan exchange yang kamu gunakan
- Pesan dibuat sangat personal: “Hai [nama kamu], kami deteksi transaksi mencurigakan di akun Binance kamu”
- Tingkat keberhasilan jauh lebih tinggi karena tampak legitimate
2. Vishing & Pretexting
Telepon palsu dari ‘customer service’ atau ‘polisi siber’. Pelaku menyamar dengan identitas otoritatif agar korban menyerahkan data sensitif. Vishing (voice phishing) menggabungkan manipulasi suara dengan teknik pretexting membuat skenario palsu yang meyakinkan.
Modus Vishing di Kripto:
- Kamu dapat telepon dari “Polda Metro Jaya” yang bilang ada laporan penipuan menggunakan akun kripto kamu
- Penelpon punya data personal kamu (nama, nomor KTP, alamat email)
- Kamu diminta “membantu penyelidikan” dengan memberikan akses wallet
- Setelah dapat seed phrase, mereka bilang “kasus ditutup” dan wallet kamu kosong
Pretexting yang Semakin Canggih:
- Penipu membuat skenario darurat: “Akun kamu digunakan untuk money laundering”
- Mereka punya bukti “transaksi mencurigakan” yang sebenarnya mereka fabrikasi
- Kamu diberi pilihan: “Kerja sama atau akun dibekukan selamanya”
- Tekanan psikologis membuat korban panik dan mengikuti instruksi
3. Deepfake & AI Impersonation
Video Elon Musk yang ngajak kamu beli token tertentu? Bisa jadi palsu. Deepfake jadi senjata baru penipu digital untuk membuat konten yang hampir tidak bisa dibedakan dari aslinya.
Teknologi Deepfake di Kripto:
- Video palsu influencer kripto terkenal yang promosi token scam
- Voice cloning untuk telepon palsu seolah dari CEO exchange
- Fake live stream di YouTube dengan “giveaway” Bitcoin palsu
- Chatbot AI yang menyamar sebagai customer service
Contoh Serangan Terbaru:
- Deepfake video “Vitalik Buterin” yang promosi token Ethereum palsu
- Live stream palsu “Binance Giveaway” dengan suara kloning CEO
- AI chatbot yang mengaku sebagai “Coinbase Support” di Telegram
Mengapa Makin Berbahaya:
- Teknologi deepfake makin murah dan mudah diakses
- Kualitas video palsu hampir tidak bisa dibedakan dari asli
- Banyak orang belum aware dengan keberadaan teknologi ini
- Dampak psikologis lebih besar karena “melihat langsung” tokoh terkenal
4. Pig Butchering (Romance Scam)
Kamu dirayu lewat WhatsApp, media sosial, atau aplikasi kencan. Awalnya terlihat seperti obrolan biasa, bahkan terasa akrab dan perhatian. Tapi tanpa disadari, kamu sedang dijebak ke dalam skema investasi palsu yang dirancang untuk menguras aset kripto kamu secara perlahan.
Mengapa Disebut “Pig Butchering”
Pig butchering adalah salah satu bentuk social engineering yang paling kejam. Modus ini secara khusus menarget orang-orang yang tertarik pada investasi kripto. Pelaku akan membangun hubungan emosional terlebih dahulu—seolah peduli, bisa dipercaya, bahkan memberi kesan sedang jatuh cinta. Tapi semua itu hanya topeng untuk satu tujuan: membuat kamu mau menyetor dana ke platform investasi bodong yang mereka kendalikan.
Proses Pig Butchering:
- Inisiasi: Kontak awal lewat dating app atau salah sambung WhatsApp
- Grooming: Membangun hubungan romantis atau persahabatan selama 2-6 bulan
- Trust Building: Sharing kesuksesan investasi kripto (palsu) secara perlahan
- Investment Phase: Mengajak korban coba investasi kecil dengan profit “pasti”
- Fattening: Korban didorong tambah investasi karena “peluang terbatas”
- Slaughter: Saat korban mau withdraw, platform “bermasalah” dan uang hilang
Statistik yang Mengkhawatirkan: Modus pig butchering telah menyebabkan kerugian hingga miliaran dolar secara global. Kelompok kejahatan terorganisir, terutama yang berbasis di kawasan Asia Tenggara, diketahui menjalankan operasi penipuan ini secara masif dan sistematis menargetkan korban di berbagai negara dengan pendekatan personal dan manipulatif.
Di Indonesia sendiri, kasus serupa juga mulai marak. Banyak korban kehilangan dana hingga ratusan juta rupiah, hanya karena terbujuk oleh rayuan dan skema investasi palsu yang tampak meyakinkan. Mereka tidak sadar bahwa hubungan yang dibangun dengan “teman online” selama berbulan-bulan hanyalah bagian dari rencana besar untuk menguras dana secara perlahan.
5. Trojan, Malware & Watering-Hole
Kamu mengunduh wallet yang ternyata adalah software jahat yang mencuri seed phrase secara diam-diam. Atau mengunjungi website kripto yang sudah diinfeksi malware.
Trojan Wallet Palsu:
- Software yang menyamar sebagai wallet legitimate
- Biasanya disebarkan lewat iklan Google atau forum kripto
- Begitu diinstall, langsung mencuri private key dan seed phrase
- Korban baru sadar saat wallet dikuras habis
Watering-Hole Attack:
- Penipu menginfeksi website kripto populer dengan malware
- Pengunjung yang tidak curiga langsung terinfeksi
- Malware mencuri data clipboard (copy-paste alamat wallet)
- Saat korban transfer kripto, alamat tujuan diganti otomatis
Contoh Kasus Nyata:
- Fake wallet “MetaMask Pro” yang disebarkan via Telegram
- Website berita kripto terinfeksi yang mencuri data 50,000+ pengguna
- Malware yang mengubah alamat Bitcoin di clipboard saat copy-paste
Teknik Penyebaran:
- Google Ads untuk aplikasi wallet palsu
- Forum kripto dengan link download “ekslusif”
- Social media dengan promosi “wallet terbaru”
- Email phishing dengan attachment berbahaya
Serangan-serangan ini jelas bukan isapan jempol, terbukti dari berbagai kasus besar yang merugikan miliaran rupiah. Tapi bagaimana hukum Indonesia memandang praktik ini?
Social Engineering dalam Hukum Indonesia
Meski istilah “social engineering” belum muncul eksplisit dalam undang-undang, praktiknya sudah masuk kategori penipuan berat yang bisa dikenakan multiple charges. Sistem hukum Indonesia cukup komprehensif untuk menangani kejahatan siber seperti ini.
Pasal-Pasal yang Relevan:
UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik):
- Pasal 28 ayat (1): Penyebaran informasi palsu dan menyesatkan yang merugikan konsumen
- Pasal 35: Manipulasi, penghilangan, atau pemalsuan dokumen elektronik
- Ancaman pidana: 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar
KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana):
- Pasal 378: Penipuan dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain
- Pasal 362: Pencurian (termasuk pencurian identitas digital)
- Ancaman pidana: 4 tahun penjara untuk penipuan, 5 tahun untuk pencurian
UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP):
- Pasal 65: Memperoleh atau mengumpulkan data pribadi tanpa persetujuan
- Pasal 67: Menggunakan data pribadi di luar tujuan yang telah diberitahukan
- Ancaman pidana: 6 tahun penjara dan denda Rp 6 miliar
Kombinasi Pelanggaran Berlapis: Pelaku social engineering di kripto bisa dikenakan beberapa pasal sekaligus:
- Penipuan (KUHP 378) + Pencurian data (UU PDP 65) + Dokumen palsu (UU ITE 35)
- Jika dana ditransfer lintas negara, bisa kena UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)
- Penggunaan teknologi deepfake bisa dikenakan UU ITE terkait manipulasi informasi
Tantangan Penegakan Hukum:
- Pelaku sering beroperasi dari luar negeri
- Bukti digital mudah dihapus atau dimanipulasi
- Korban sering malu lapor karena merasa “bodoh”
- Proses hukum yang panjang sementara aset kripto sulit dilacak
Untungnya, kamu bisa melindungi diri dengan langkah-langkah praktis. Berikut cara menghindari setiap jenis serangan.
Cara Hindari Serangan: Checklist Aman untuk Kamu
Kamu tidak perlu jadi hacker untuk tetap aman dari social engineering. Tapi kamu wajib waspada, punya kebiasaan digital yang sehat, dan paham titik lemah yang paling sering dimanfaatkan para penipu.
Proteksi Terhadap Phishing & Spear Phishing:
- Selalu ketik URL exchange secara manual, jangan klik link dari email
- Aktifkan two-factor authentication (2FA) di semua akun kripto
- Bookmark website resmi exchange dan wallet yang kamu gunakan
- Periksa sertifikat SSL (ikon gembok) sebelum input data sensitif
- Tidak pernah memberikan seed phrase atau private key via email/chat
Menghindari Vishing & Pretexting:
- Tidak ada customer service resmi yang akan minta seed phrase lewat telepon
- Kalau dapat telepon “polisi” soal kripto, minta nomor badge dan telepon balik ke kantor polisi
- Rekam percakapan telepon mencurigakan sebagai bukti
- Jangan panik saat diberi ultimatum “akun akan dibekukan”
- Verifikasi identitas penelpon melalui channel resmi
Deteksi Deepfake & AI Impersonation:
- Perhatikan gerakan mata dan bibir yang tidak natural
- Cek konsistensi pencahayaan dan bayangan di video
- Verifikasi giveaway atau pengumuman melalui akun official
- Gunakan reverse image search untuk cek keaslian foto
- Waspada jika “tokoh terkenal” tiba-tiba promosi token tidak jelas
Hindari Jebakan Pig Butchering:
- Tidak pernah investasi berdasarkan ajakan orang yang baru kenal online
- Riset platform trading yang direkomendasikan “teman online”
- Jangan tergoda profit yang terlalu bagus untuk jadi nyata
- Batasi sharing info keuangan dengan orang yang belum pernah ketemu langsung
- Waspada jika diminta download aplikasi trading “eksklusif”
Proteksi dari Trojan & Malware:
- Download wallet hanya dari website resmi atau app store official
- Gunakan antivirus yang bagus dan selalu update
- Periksa reputasi aplikasi sebelum install
- Jangan klik link download dari forum atau grup Telegram
- Scan file download dengan multiple antivirus online
Tools yang Harus Kamu Gunakan:
- Password Manager: 1Password, Bitwarden, atau Dashlane
- 2FA Authenticator: Google Authenticator, Authy, atau Microsoft Authenticator
- Hardware Wallet: Ledger, Trezor untuk simpan kripto long-term
- VPN: NordVPN, ExpressVPN saat akses exchange dari WiFi publik
- Antivirus: Kaspersky, Bitdefender, atau Windows Defender yang terupdate
Edukasi Keluarga:
- Ajari keluarga tentang red flags dalam komunikasi digital
- Sharing artikel dan video edukasi tentang scam kripto
- Buat group keluarga untuk konfirmasi jika ada yang dapat “investasi menguntungkan”
- Tekankan bahwa tidak ada yang namanya “profit pasti” di investasi
Kesimpulan: Saat Penjahat Gagal Bobol Sistem, Mereka Akan Bobol Kamu
Social engineering bukan sekadar kejahatan digital biasa. Ini adalah serangan personal yang secara langsung menyasar kelemahan manusia—bukan celah pada sistem, melainkan celah pada psikologi, kepercayaan, dan emosi kamu sendiri.
Menurut laporan dari Sprinto, rata-rata butuh waktu 207 hari bagi organisasi untuk menyadari bahwa mereka telah disusupi, dan 70 hari tambahan untuk mengendalikan dampaknya. Kerugian yang ditimbulkan bisa mencapai 4,1 juta dolar AS per kasus.
Bayangkan jika hal seperti itu terjadi bukan pada institusi besar, tapi pada kamu—seorang pengguna kripto yang menyimpan aset secara mandiri. Tanpa sistem pemulihan, tanpa bank pelindung, dan tanpa asuransi, setiap celah bisa jadi bencana finansial.
Di tahun 2025, para penipu tak lagi bergantung pada kelemahan teknis sistem. Mereka justru makin lihai memanfaatkan AI, deepfake, dan strategi manipulasi psikologis untuk mengecoh manusia. Karena bagi mereka, manusia adalah titik lemah yang paling mudah dijebol.
Ingat Prinsip Dasar:
- Sistem kripto mungkin aman, tapi manusia yang menggunakannya bisa jadi titik lemah
- Tidak ada customer service legitimate yang akan minta seed phrase atau private key
- Profit “pasti” dalam investasi kripto tidak ada—semua punya risiko
- Verifikasi selalu lebih baik daripada menyesal kemudian
Satu-satunya cara kamu bisa menang adalah dengan jadi pengguna yang kritis, hati-hati, dan teredukasi. Kripto boleh canggih, tapi kalau manusianya lengah… ya tetap bisa rugi juga. Jangan sampai kamu jadi korban berikutnya hanya karena tidak waspada terhadap manipulasi psikologis yang bisa dicegah.
Itulah informasi menarik tentang social engineering yang bisa kamu eksplorasi lebih dalam di artikel Akademi crypto di INDODAX. Selain memperluas wawasan investasi, kamu juga bisa terus update dengan berita crypto terkini dan pantau langsung pergerakan harga aset digital di INDODAX Market. jangan lupa aktifkan notifikasi agar kamu selalu mendapatkan informasi terkini seputar aset digital dan teknologi blockchain hanya di INDODAX Academy.
Kamu juga dapat mengikuti berita terbaru kami melalui Google News untuk akses informasi yang lebih cepat dan terpercaya. Untuk pengalaman trading yang mudah dan aman, download aplikasi crypto terbaik dari INDODAX di App Store atau Google Play Store.
Maksimalkan juga aset kripto kamu dengan fitur INDODAX Earn, cara praktis untuk mendapatkan penghasilan pasif dari aset yang kamu simpan.
Ikuti juga sosial media kami di sini: Instagram, X, Youtube & Telegram
FAQ
1. Apakah social engineering hanya terjadi di dunia kripto?
Tidak. Social engineering bisa terjadi di sektor apa pun: perbankan tradisional, e-commerce, bahkan layanan publik. Namun kripto lebih rentan karena sistemnya desentralisasi tanpa customer service terpusat, transaksi irreversible, dan sulit dilacak. Sekali aset kripto dicuri, hampir mustahil untuk dikembalikan.
2. Kalau saya sudah kena tipu, apakah bisa dilaporkan?
Bisa dan harus segera dilaporkan. Hubungi unit Cybercrime Kepolisian (Dittipidsiber Bareskrim) dengan membawa bukti lengkap. Jika menyangkut exchange resmi, kirim juga laporan ke customer service mereka. Meski aset kripto sulit dikembalikan, pelaku masih bisa ditindak hukum dan mencegah korban lainnya.
3. Apakah social engineering termasuk kejahatan menurut hukum Indonesia?
Ya, meski frasa “social engineering” tidak tertulis eksplisit dalam UU, praktiknya melanggar beberapa pasal: KUHP (penipuan), UU ITE (manipulasi informasi elektronik), dan UU Perlindungan Data Pribadi. Pelaku bisa dikenakan multiple charges dengan ancaman pidana hingga 6 tahun penjara.
4. Apa bedanya phishing dan pig butchering?
Phishing adalah serangan cepat: kirim link palsu dan langsung curi data dalam hitungan menit. Sedangkan pig butchering adalah tipu daya emosional jangka panjang (2-6 bulan), biasanya melalui hubungan romantis palsu, lalu korban diarahkan ke investasi bodong dengan nilai yang jauh lebih besar.
5. Kalau sudah memberikan seed phrase ke orang lain, masih bisa diselamatkan?
Biasanya tidak. Seed phrase adalah kunci master wallet kamu. Begitu bocor, pelaku bisa mengakses semua aset. Satu-satunya solusi: transfer dana ke wallet baru secepat mungkin dan anggap seed phrase lama sudah bocor selamanya. Kecepatan adalah kunci—hitungan menit bisa menentukan nasib aset kamu.
6. Apakah penggunaan deepfake bisa dibuktikan sebagai kejahatan?
Bisa. Di Indonesia, penggunaan deepfake untuk menipu dapat dikenakan UU ITE (manipulasi dokumen elektronik) dan KUHP (penipuan), apalagi jika tujuannya merugikan secara finansial. Bukti digital seperti video palsu bisa dianalisis forensik untuk membuktikan manipulasi.
7. Apakah social engineering bisa menyerang pengguna cold wallet juga?
Secara teknis, cold wallet offline tidak bisa dihack langsung. Tapi penggunanya tetap bisa tertipu untuk menyerahkan seed phrase, menginstal software palsu, atau percaya narasi penipuan. Jadi risikonya tetap ada kalau manusianya tidak waspada—cold wallet hanya melindungi dari serangan teknis, bukan manipulasi psikologis.