Saat lautan kompetisi berubah warna
Dalam dunia bisnis modern, hampir setiap langkah terasa seperti perlombaan tanpa garis akhir. Produk baru bermunculan setiap bulan, kampanye pemasaran saling tumpang tindih, dan harga terus ditekan agar tidak kalah dari pesaing. Peluang memang terbuka lebar, tetapi hasilnya sering kali tidak sebanding dengan upaya yang dikeluarkan. Kondisi ini menciptakan gambaran khas dari red ocean strategy: ketika banyak pemain berebut ruang di pasar yang sama, dan hanya yang paling tangguh yang mampu bertahan.
Fenomena tersebut bukan sekadar metafora, melainkan kenyataan yang kini mendominasi lanskap ekonomi global. Laporan LexEcon 2025 menyebutkan lebih dari 70% perusahaan dunia saat ini beroperasi di pasar yang sudah matang, dengan pertumbuhan laba rata-rata per tahun hanya sekitar 1,8%. Sementara riset Wall Street Prep (2024) menemukan bahwa red ocean ditandai oleh tingkat persaingan tinggi (high rivalry) dan pertumbuhan keuntungan rendah (low profit growth).
Untuk memahami kenapa kondisi seperti ini begitu melelahkan sekaligus berbahaya, kamu perlu mengenali konsep dasarnya terlebih dahulu—terutama jika kamu tertarik mempelajari strategi bisnis dan pengembangan pasar yang relevan dengan dunia modern.
Apa itu red ocean strategy
Red ocean strategy adalah pendekatan bersaing di pasar yang sudah ada dan padat, dengan tujuan merebut pangsa dari kompetitor yang juga mengejar pelanggan yang sama. Istilah “merah” menggambarkan kerasnya adu strategi, karena setiap perbaikan kecil langsung direspons pemain lain. Dalam praktiknya, strategi ini mendorong perusahaan memaksimalkan efisiensi, memperbaiki proposisi nilai yang sudah mapan, dan mengoptimalkan penjualan pada ruang pasar yang batas-batasnya jelas.
Definisi ini penting sebagai pondasi, tetapi kamu akan lebih mudah mengenali red ocean jika melihat ciri-ciri yang selalu berulang dalam industri yang jenuh. Menurut riset Cascade (2024), red ocean strategy juga diartikan sebagai situasi ketika perusahaan berjuang untuk mempertahankan pangsa pasar yang stagnan, bukan menciptakan pasar baru. Itulah mengapa banyak organisasi terjebak dalam siklus pertumbuhan yang tampak sibuk, tapi tidak signifikan secara profit.
Karakteristik yang membedakan red ocean
Pembuka yang baik untuk memahami red ocean adalah melihat bagaimana kompetisi bekerja dari hari ke hari. Pertama, pasar cenderung jenuh. Produk dan layanan terasa seragam, sehingga konsumen tidak menemukan pembeda yang bermakna. Kedua, persaingan sangat ketat. Setiap langkah kecil segera ditiru, membuat diferensiasi cepat aus. Ketiga, perang harga sering muncul karena faktor pembeda sukar dipertahankan. Ketika pemain menurunkan harga untuk memikat pelanggan, margin ikut terkikis. Keempat, inovasi cenderung bersifat incremental. Fokus manajemen lebih banyak ke eksekusi dan efisiensi ketimbang membuka ruang nilai baru seperti yang sering dijelaskan dalam artikel inovasi bisnis berkelanjutan di Indodax Academy. Kelima, pertumbuhan berjalan lambat. Karena permintaan relatif stabil, cara bertumbuh yang paling logis adalah merebut pangsa dari kompetitor lain.
Analisis LexEcon (2025) menambahkan bahwa 80% perusahaan yang berada di red ocean market mengandalkan diferensiasi mikro, bukan inovasi besar-besaran. Artinya, persaingan lebih menekan pada biaya dan efisiensi ketimbang menciptakan nilai baru. Data dari RivalSense (2024) juga memperkuat hal ini, menunjukkan perusahaan yang beroperasi di industri padat memiliki tingkat peniruan inovasi hingga 60% hanya dalam enam bulan setelah produk baru diluncurkan.
Karakteristik-karakteristik ini menjelaskan mengapa banyak organisasi merasa selalu bekerja di gigi tinggi tanpa akselerasi signifikan. Namun memahami ciri saja belum cukup. Kamu juga perlu tahu bagaimana pola-pola tersebut muncul dalam konteks yang dekat dengan pembaca, termasuk perilaku pasar finansial yang ramai.
Red ocean dalam kacamata trader dan kripto
Membawa konsep red ocean ke ranah trading punya manfaat praktis. Kamu akan bisa menghindari jebakan yang tidak terlihat ketika semua orang melakukan hal yang sama. Analogi sederhananya begini: saat terlalu banyak trader memakai strategi sejenis pada aset yang sama, pasar menjadi “ramai” secara taktik. Entry, exit, hingga penempatan posisi cenderung mirip.
Di sinilah muncul fenomena crowded trades, yaitu kondisi ketika posisi menumpuk ke satu arah. Dalam laporan Gemini dan Praxis Veritas tahun 2024, disebutkan bahwa posisi long pada BTC dan SOL mendominasi lebih dari 65% total open interest di bursa utama—indikasi jelas dari crowded trades. Data dari Alpha Architect (2023) juga menunjukkan bahwa crowded trades meningkatkan risiko korelasi antara posisi hingga 0,8, sehingga membuat pasar makin sensitif terhadap perubahan arah.
Temuan MacroSynergy (2023) bahkan lebih tajam: ketika korelasi posisi naik di atas 0,85, risiko crash meningkat hampir dua kali lipat. Fenomena inilah yang sering kali membuat pasar kripto tampak tenang lalu tiba-tiba jatuh drastis.
Di samping itu, ada gejala yang disebut perilaku clustering. Ketika banyak pelaku pasar mengandalkan sinyal teknikal yang sama, momentum informasi yang seragam, atau sentimen yang sejalan, keputusan mereka terkumpul pada level harga yang mirip. Akibatnya, pasar kehilangan penyeimbang natural. Perubahan kecil pada berita atau data bisa memicu aksi jual beli yang serempak, sehingga volatilitas naik tajam justru pada saat banyak orang percaya strategi yang sama akan terus bekerja. Studi MDPI (2023) menyebut fenomena ini sebagai penyebab utama “market imbalance” pada fase volatil tinggi.
Konteks Indonesia menambah alasan kenapa kewaspadaan perlu ditingkatkan. Jumlah pengguna aset kripto di Indonesia kini menembus 21 juta dengan total transaksi mencapai Rp475 triliun—naik lebih dari 350% dibanding tahun sebelumnya (CryptoNews & Indonesia Crypto Network, 2024). Kondisi ini bagus untuk adopsi, tetapi juga membawa konsekuensi: banyaknya pelaku dengan pendekatan serupa memudahkan terciptanya kepadatan strategi. Laporan Asosiasi Blockchain Indonesia (2024) bahkan menyoroti bahwa kompetisi antar-proyek Web3 dan exchange kini masuk fase red ocean di Asia Tenggara. Jika kamu ingin bertahan, kamu memerlukan keunggulan yang tidak generik, bukan sekadar menambah indikator pada grafik.
Cara bertahan di lautan merah (Red Ocean)
Langkah pertama adalah membangun diferensiasi mikro yang terasa oleh pelanggan atau oleh dirimu sendiri sebagai pelaku pasar. Pada bisnis, diferensiasi mikro bisa berupa fokus pada segmen yang sangat spesifik, peningkatan layanan purna jual yang konsisten, atau kemasan nilai yang membuat pelanggan merasa dipahami. Pada trading, diferensiasi mikro tercermin dalam proses: misalnya mengkombinasikan sinyal teknikal yang umum dengan filter perilaku pasar, kalender likuiditas, atau manajemen risiko yang disiplin sehingga keputusanmu tidak identik dengan kerumunan.
Langkah kedua adalah menjadikan data sebagai bahan bakar keputusan. Banyak organisasi dan trader kalah bukan karena lambat, tetapi karena mengulang pola tanpa menguji data yang relevan—padahal penting memahami cara membaca data pasar dan manajemen risiko sebelum menentukan strategi. Untuk bisnis, ini berarti mengukur metrik nilai pelanggan, retensi, dan profitabilitas per segmen alih-alih sekadar mengejar volume. Untuk trader, ini berarti mengukur win rate yang disesuaikan dengan rasio risk-reward, dampak biaya transaksi, hingga efek berita terhadap posisi yang sedang berjalan. Semakin presisi kamu membaca data, semakin kecil kemungkinan terseret arus yang menipu.
Langkah ketiga adalah efisiensi yang berorientasi nilai. Menekan biaya tanpa mengubah pengalaman pelanggan hanya menghasilkan stamina pendek. Efisiensi yang tepat menyasar faktor yang membuat pelanggan bertahan lebih lama atau membuat keputusan trading lebih konsisten, seperti memperbaiki proses onboarding, mempercepat layanan bantuan, menyederhanakan langkah transaksi penting, atau membangun checklist eksekusi yang mengurangi kesalahan.
Langkah keempat adalah memanfaatkan teknologi dan kolaborasi. Banyak organisasi bertahan di pasar jenuh karena berani membenahi proses inti dengan otomasi, integrasi sistem, dan kemitraan yang saling menguatkan. Laporan Enpress Systems Journal (2024) mencatat bahwa banyak BUMN di Indonesia mampu bertahan di pasar jenuh berkat digitalisasi dan kemitraan lintas industri—bukti bahwa kolaborasi jadi kunci daya tahan di red ocean. Prinsip yang sama berlaku untuk trader: alat bantu yang relevan, riset yang terstruktur, serta komunitas yang sehat membantu mengurangi bias sekaligus memperkaya cara pandang.
Langkah kelima adalah menjaga horizon jangka panjang. Red ocean bukan destinasi akhir, melainkan fase kompetisi yang harus kamu lewati dengan sadar. Jika ritme harian terasa berat, sediakan jam khusus untuk mengevaluasi apakah ada ruang biru kecil yang bisa kamu ciptakan: produk turunan dengan proposisi nilai berbeda, format konten yang lebih edukatif, atau pendekatan analisis yang jarang disentuh. Tanpa kompas jangka panjang, kamu akan terus berputar pada siklus reaktif yang melelahkan.
Setiap langkah ini saling terkait. Diferensiasi mikro akan terasa kuat jika datanya jelas. Efisiensi berorientasi nilai butuh dukungan teknologi. Kolaborasi memperluas perspektif agar keputusan jangka panjang tidak terjebak di kebiasaan lama. Ketika rangkaian ini berjalan, kamu tidak sekadar bertahan, tetapi berpeluang memimpin di ruang yang tampak jenuh.
Contoh yang memudahkan kamu melihat pola
Contoh paling mudah dilihat ada pada kompetisi perangkat konsumen yang bertahun-tahun beradu pada fitur dan harga. Setiap inovasi antarmuka, kamera, atau ekosistem cepat sekali ditiru. Banyak merek tetap hidup karena piawai menata segmen, menjaga rantai pasok efisien, dan konsisten di proposisi nilai, bukan karena terobosan besar tiap kuartal. Ini adalah red ocean yang dikelola dengan kedisiplinan.
Contoh lain adalah layanan komunikasi yang saling beradu fungsi dasar serupa. Perusahaan yang bertahan bukan melulu yang paling murah, melainkan yang berhasil mengikat pelanggan lewat integrasi, keandalan, dan pengalaman yang menyatu dengan alur kerja. Pada ranah lokal, kamu bisa melihat bagaimana layanan finansial saling menyalip lewat promo, namun pemenang jangka panjang sering datang dari yang fokus pada edukasi, keamanan, dan kecepatan layanan yang stabil.
Untuk kripto, analoginya muncul saat ketertarikan pasar menumpuk pada aset tertentu ketika narasi sedang kuat. Trader yang hanya mengikuti pola mayoritas tanpa proses penyesuaian sering masuk terlambat, keluar terlalu cepat, atau terseret balik ketika sentimen berubah. Mereka yang bertahan biasanya punya filter tambahan: membaca arus posisi, memperhatikan jadwal rilis data penting, dan disiplin pada skenario jika harga bergerak berlawanan.
Contoh-contoh ini menegaskan satu hal: red ocean bisa dikelola kalau kamu mengakui sifatnya, memahami polanya, lalu mengoptimalkan proses yang memang kamu kendalikan.
Kesimpulan
Red ocean strategy tidak otomatis buruk. Banyak organisasi dan pelaku pasar justru tumbuh karena disiplin di tengah kompetisi. Tantangannya muncul saat kamu menyamakan diri dengan kerumunan. Ketika pembeda memudar, harga menjadi senjata utama, margin tergerus, dan keputusan mudah terpancing oleh sentimen sesaat. Jalan keluarnya bukan sekadar lebih cepat atau lebih keras, melainkan lebih cerdas: diferensiasi mikro yang terasa, keputusan berbasis data, efisiensi yang menyentuh nilai, dukungan teknologi dan kolaborasi, serta arah jangka panjang yang jelas.
Pasar boleh ramai dan berisik, tetapi arah yang kamu pilih menentukan apakah kamu hanya ikut arus atau justru menciptakan celah untuk melaju. Jika kamu menjalankan langkah-langkah di atas dengan konsisten, lautan yang terlihat merah tidak lagi menakutkan. Ia menjadi tempat latihan yang membentuk ketahanan, ketajaman, dan peluang baru.
Itulah informasi menarik tentang Red Ocean strategi yang bisa kamu eksplorasi lebih dalam di artikel populer Akademi crypto di INDODAX. Selain memperluas wawasan investasi, kamu juga bisa terus update dengan berita crypto terkini dan pantau langsung pergerakan harga aset digital di INDODAX Market.
Untuk pengalaman trading yang lebih personal, jelajahi juga layanan OTC trading kami di INDODAX. Jangan lupa aktifkan notifikasi agar kamu selalu mendapatkan informasi terkini seputar aset digital, teknologi blockchain, dan berbagai peluang trading lainnya hanya di INDODAX Academy.
Kamu juga dapat mengikuti berita terbaru kami melalui Google News untuk akses informasi yang lebih cepat dan terpercaya. Untuk pengalaman trading yang mudah dan aman, download aplikasi crypto terbaik dari INDODAX di App Store atau Google Play Store.
Maksimalkan juga aset kripto kamu dengan fitur INDODAX Staking/Earn, cara praktis untuk mendapatkan penghasilan pasif dari aset yang kamu simpan. Segera register di INDODAX dan lakukan KYC dengan mudah untuk mulai trading crypto lebih aman, nyaman, dan terpercaya!
Kontak Resmi Indodax
Nomor Layanan Pelanggan: (021) 5065 8888 | Email Bantuan: [email protected]
Ikuti juga sosial media kami di sini: Instagram, X, Youtube & Telegram
FAQ
1. Apa itu red ocean strategy secara singkat?
Red ocean strategy adalah cara bersaing di pasar yang padat dengan merebut pangsa yang sudah ada melalui efisiensi, optimasi, dan diferensiasi yang biasanya bersifat incremental.
2. Apa bedanya dengan blue ocean strategy?
Blue ocean berfokus menciptakan ruang pasar baru dengan proposisi nilai yang berbeda, sementara red ocean mengoptimalkan posisi di pasar yang sudah mapan.
3. Apakah red ocean strategy bisa berhasil?
Bisa, asalkan kamu memiliki pembeda yang terasa oleh pelanggan, proses yang efisien, dan keputusan berbasis data agar tidak sekadar terjebak perang harga.
4. Bagaimana red ocean muncul dalam trading kripto?
Red ocean tampak ketika banyak trader memakai strategi dan aset yang sama sehingga terjadi crowded trades. Kepadatan posisi meningkatkan risiko saat pasar berbalik.
5. Bagaimana cara keluar dari tekanan red ocean?
Mulai dari diferensiasi mikro pada segmen yang kamu pahami, perkuat keputusan dengan data, bangun efisiensi yang berdampak pada nilai, manfaatkan teknologi serta kolaborasi, dan siapkan rencana jangka panjang untuk membuka ruang baru.






Polkadot 10.18%
BNB 1.12%
Solana 4.87%
Ethereum 2.37%
Cardano 1.68%
Polygon Ecosystem Token 2.07%
Tron 2.89%
Pasar


