Pernah nggak kamu merasa sudah menambah modal atau tenaga, tapi hasil yang didapat malah nggak sebanding dengan usaha tambahan itu? Misalnya kamu tambah jam lembur, tapi gaji nggak sebanding dengan capeknya. Atau kamu masukin modal lebih banyak di sebuah aset, tapi profitnya justru tipis. Fenomena seperti ini ternyata sudah lama dibahas dalam teori ekonomi klasik, yang dikenal dengan istilah Law of Diminishing Return.
Menariknya, hukum ini nggak cuma relevan untuk dunia pertanian atau pabrik yang sering dijadikan contoh di buku teks, tapi juga terasa nyata dalam dunia trading, investasi, bahkan kripto. Yuk, kita bahas lebih dalam supaya kamu bisa menghindari jebakan “modal tambah tapi hasil berkurang”.
Apa Itu Law of Diminishing Return?
Secara sederhana, Law of Diminishing Return adalah hukum ekonomi yang menyatakan bahwa jika kamu menambah satu faktor produksi sementara faktor lain tetap, maka tambahan hasil (output) yang kamu dapat akan makin lama makin kecil setelah titik tertentu.
Bayangin kamu punya sebidang sawah. Awalnya kamu pekerjakan dua orang, panennya lumayan naik. Kamu tambah jadi lima orang, hasil panen naik lebih besar. Tapi kalau kamu tambah lagi sampai sepuluh orang di sawah yang sama, pekerja justru saling berebut lahan, produktivitas per orang menurun, dan panennya nggak melonjak signifikan. Inilah gambaran paling sederhana dari hukum hasil yang semakin berkurang.
Nah, konsep ini memberi sinyal penting: ada titik optimal dalam menambah input. Setelah melewati batas itu, hasil tambahan yang kamu harapkan justru makin tipis.
Tiga Tahap dalam Diminishing Return
Supaya lebih jelas, hukum ini biasanya dijelaskan lewat tiga fase utama.
Tahap pertama, increasing return. Pada awalnya, setiap tambahan input memberi output yang besar. Misalnya menambah tenaga kerja di sawah atau modal di bisnis.
Tahap kedua, diminishing return. Tambahan input masih menghasilkan output, tapi pertumbuhannya melambat. Contoh, menambah pekerja kedelapan sampai kesepuluh di sawah tadi tetap menghasilkan panen, tapi kenaikannya jauh lebih kecil dibanding tambahan pekerja pertama atau kedua.
Tahap ketiga, negative return. Kalau input ditambah berlebihan, hasil total justru bisa turun. Sawah yang sudah penuh jadi tidak efisien, pekerja malah saling mengganggu, dan hasil panen bisa menurun.
Dari tiga fase ini, kamu bisa melihat betapa pentingnya memahami batas optimal. Tidak semua tambahan input otomatis berarti tambahan hasil. Setelah fase ini jelas, mari kita geser perspektifnya ke dunia modern.
Penerapan dalam Dunia Trading & Investasi
Kalau di pertanian atau pabrik gampang dibayangkan, bagaimana di trading dan investasi? Ternyata prinsipnya sama saja.
Ambil contoh leverage. Di awal, penggunaan leverage bisa melipatgandakan keuntungan karena kamu bisa mengendalikan posisi lebih besar dari modal. Tapi semakin tinggi leverage, risiko juga ikut membesar. Di titik tertentu, tambahan leverage tidak lagi meningkatkan keuntungan, malah bikin rugi karena biaya dan margin call.
Begitu juga dengan diversifikasi portofolio. Menyebar investasi ke berbagai aset memang bisa mengurangi risiko. Namun, kalau aset yang ditambahkan terlalu banyak, manfaatnya jadi tipis. Malah kamu harus menanggung biaya transaksi lebih tinggi dan repot mengelolanya.
Lalu ada indikator teknis. Semakin banyak indikator kamu pasang di chart, awalnya memberi pandangan lebih lengkap. Tapi terlalu banyak indikator justru bikin kamu bingung sendiri, analisis jadi bertele-tele, dan keputusan trading malah lambat.
Dari sini, terlihat jelas bahwa hukum diminishing return itu nyata juga di dunia keuangan. Dan tentu saja, di kripto pun efeknya terasa.
Diminishing Return dalam Kripto
Kalau kita masuk ke dunia kripto, hukum ini makin gampang dilihat.
Contoh paling jelas ada di mining Bitcoin. Kalau kamu belum paham detail cara kerja mining, coba baca panduan lengkap cara kerja mining Bitcoin. Awalnya, makin banyak miner berarti hash power meningkat dan sistem lebih aman. Tapi karena difficulty juga naik, reward yang diterima tiap miner jadi makin kecil. Bahkan di banyak kasus, biaya listrik bisa lebih besar daripada hasil mining.
Di staking Ethereum, situasinya mirip. Untuk pemahaman dasar, kamu bisa cek artikel tentang apa itu staking Ethereum. Semakin banyak validator yang ikut, yield atau APR staking makin menurun. Semakin banyak validator yang ikut, yield atau APR staking makin menurun. Hal ini wajar karena reward dibagi rata ke lebih banyak partisipan.
Sementara di yield farming DeFi, kalau awalnya kamu bisa dapat APR tinggi, semakin banyak orang yang masuk ke pool, reward dibagi tipis-tipis. Hasilnya, return kamu semakin kecil meskipun modal ditambah.
Dan jangan lupa soal token inflasi. Kalau sebuah proyek terlalu banyak mencetak token baru tanpa pertumbuhan demand yang sepadan, nilai tokennya akan terdilusi. Kamu bisa punya lebih banyak token, tapi nilainya menurun.
Jadi, jelas bahwa hukum diminishing return ini bukan cuma teori ekonomi, tapi realita sehari-hari di ekosistem kripto.
RWA (Real World Asset) dan Efek Diminishing Return
Kalau di kripto murni kita sering dengar istilah mining atau staking, di sisi lain ada konsep yang makin ramai beberapa tahun terakhir, yaitu RWA (Real World Asset). RWA pada dasarnya adalah tokenisasi aset nyata—seperti emas, obligasi pemerintah, bahkan properti—yang kemudian dibawa masuk ke blockchain. Kalau kamu penasaran, sudah ada artikel khusus tentang apa itu RWA di kripto yang bisa jadi bacaan tambahan. Artinya, aset fisik yang kamu kenal sehari-hari bisa diperdagangkan dalam bentuk token digital.
Nah, kenapa konsep ini menarik dalam konteks diminishing return? Karena supply token RWA selalu mengikuti jumlah aset riil yang ada. Misalnya, 1 kg emas bisa dipecah menjadi 1.000 token. Selama emasnya memang hanya 1 kg, supply tokennya juga berhenti di situ. Hal ini membuat nilainya relatif lebih stabil dibanding token inflasi di kripto yang bisa dicetak tanpa batas.
Tapi jangan buru-buru menganggap RWA kebal hukum diminishing return. Di pasar keuangan, ada dinamika permintaan dan penawaran yang nggak kalah penting. Bayangkan kalau terlalu banyak proyek menerbitkan token emas atau obligasi dengan janji yield menarik. Pada awalnya, imbal hasil bisa terlihat tinggi karena pasar masih baru. Namun, semakin banyak investor yang masuk dan semakin banyak token RWA sejenis beredar, imbal hasil itu akan makin menurun. Permintaan investor akan terbagi ke banyak produk, dan yield yang kamu terima bisa jadi tipis-tipis saja.
Study Kasus di 2025
- Tether Gold (XAUT) & PAX Gold (PAXG): dua proyek besar yang sama-sama men-tokenisasi emas. Awalnya, demand tinggi karena investor cari aset lindung nilai. Namun, makin banyak proyek token emas bermunculan, minat investor terbagi. Yield dari staking emas digital pun makin tipis, karena kompetisi antar platform.
- Tokenisasi US Treasuries: di 2025, banyak protokol DeFi menawarkan obligasi pemerintah AS dalam bentuk token. Yield awal terlihat stabil, sekitar 4–5% per tahun. Tapi karena makin banyak platform copycat, return yang kamu dapat dari partisipasi di liquidity pool US Treasuries on-chain turun drastis.
- Tokenisasi properti: beberapa proyek real estate on-chain menjanjikan dividen sewa. Namun, semakin banyak properti ditokenisasi dengan imbal hasil mirip, pasar jenuh. Investor nggak bisa berharap yield tinggi terus karena supply proyek makin banyak.
Dari ketiga contoh ini, kelihatan bahwa efek diminishing return tetap berlaku meskipun asetnya nyata. Kalau di kripto murni penurunan return sering disebabkan inflasi supply, di RWA penurunan return lebih banyak dipicu oleh kejenuhan pasar dan kompetisi antar produk sejenis.
Jadi, baik di kripto murni maupun di RWA, hukum diminishing return tetap jadi bayang-bayang yang harus kamu perhitungkan. Bedanya hanya di sumber penyebabnya.
Strategi Menghadapi Diminishing Return di Kripto
Memahami hukum diminishing return itu baru langkah awal, tapi yang lebih penting adalah bagaimana kamu mengantisipasinya dalam dunia investasi dan trading. Banyak investor terlalu fokus pada “berapa modal yang bisa ditambah”, padahal inti dari strategi adalah menemukan titik optimal. Berikut ini adalah pendekatan yang bisa kamu terapkan.
1. Evaluasi Berkala dan Hitung Ulang Reward
Jangan terjebak pada angka yield tinggi yang ditampilkan di awal. Misalnya, sebuah DeFi pool menjanjikan APR 40%, tapi seiring makin banyak orang masuk, reward itu bisa turun jadi 8% dalam hitungan minggu. Evaluasi berkala akan membuat kamu sadar kapan yield sudah tidak sepadan dengan risiko atau biaya gas yang dikeluarkan. Dengan begitu, kamu bisa cabut lebih cepat sebelum profit tergerus.
2. Batasi Modal di Satu Instrumen
Efek diminishing return sering muncul ketika kamu menaruh terlalu banyak modal di satu tempat. Misalnya, menambah stake ETH dalam jumlah besar tidak otomatis bikin yield naik signifikan, malah bisa stagnan. Lebih bijak jika kamu menetapkan batas maksimal alokasi modal di satu token atau pool, lalu sisanya kamu arahkan ke aset lain yang lebih potensial. Dengan cara ini, kamu menjaga modal tetap produktif tanpa “over supply” di satu instrumen.
3. Diversifikasi yang Tepat, Bukan Asal Banyak
Diversifikasi memang bisa mengurangi risiko, tapi kalau asal sebar di semua proyek, hasilnya malah bisa bikin pusing. Lebih baik pahami dulu dasar cara diversifikasi aset kripto biar strategi kamu lebih efektif. Kuncinya ada di memilih aset yang korelasinya rendah. Misalnya, gabungkan antara staking ETH, tokenisasi emas (RWA), dan stablecoin dengan yield tetap. Kombinasi seperti ini bisa menjaga portofolio tetap sehat tanpa terkena efek diminishing return dari satu sektor saja.
4. Efisiensi dalam Analisis dan Tools
Dalam trading, semakin banyak indikator teknis tidak selalu berarti keputusan lebih baik. Terlalu banyak sinyal malah bikin kamu bingung. Lebih efektif kalau kamu pilih beberapa indikator utama yang saling melengkapi, misalnya RSI, volume, dan moving average. Dengan fokus pada efisiensi, kamu bisa membuat keputusan lebih cepat dan terhindar dari analisis yang terlalu rumit tapi hasilnya minim.
5. Antisipasi Siklus Pasar dan Momentum
Efek diminishing return juga sering terlihat saat pasar sudah terlalu ramai. Contohnya, yield farming baru biasanya kasih imbal hasil besar di awal, tapi cepat turun saat investor menumpuk. Kalau kamu paham siklus ini, kamu bisa masuk lebih awal (early mover advantage) dan keluar sebelum yield terlalu menipis. Jadi, timing juga bagian penting dari strategi melawan diminishing return.
Intinya, strategi menghadapi diminishing return bukan sekadar soal menambah modal atau menyebar investasi. Kuncinya ada di evaluasi yang rutin, disiplin dalam alokasi modal, diversifikasi cerdas, efisiensi analisis, dan pemahaman siklus pasar. Dengan pendekatan ini, kamu bukan hanya terhindar dari jebakan hasil yang makin tipis, tapi juga bisa memanfaatkan momen optimal untuk cuan lebih stabil.
Kesimpulan
Law of Diminishing Return bukan sekadar teori ekonomi yang kamu baca di buku teks, tapi hukum alami yang berlaku di banyak aspek kehidupan, termasuk dunia trading dan kripto. Intinya sederhana: ada titik optimal di mana tambahan input—baik tenaga, modal, atau strategi—tidak lagi memberi hasil sepadan. Bahkan, kalau kamu memaksakan diri melewati batas itu, hasilnya justru bisa berkurang.
Di kripto, hukum ini terlihat jelas pada mining Bitcoin yang reward-nya terus menipis, staking Ethereum yang yield-nya makin rendah, atau yield farming DeFi yang awalnya besar lalu cepat mengecil karena semakin banyak orang ikut. Bahkan di RWA yang supply-nya lebih terkendali pun, diminishing return tetap bisa muncul saat pasar kebanjiran produk serupa dan investor mulai jenuh.
Pesan pentingnya buat kamu: jangan terjebak pada ilusi “modal lebih besar pasti cuan lebih besar”. Cerdaslah membaca kapan sebuah peluang masih optimal dan kapan saatnya mengurangi eksposur. Investasi yang bijak bukan tentang siapa yang bisa masuk paling banyak, tapi siapa yang bisa memahami pola, mengatur strategi, dan keluar di waktu yang tepat. Salah satu kunci utamanya adalah memahami cara investasi kripto yang aman.
Pada akhirnya, hukum diminishing return mengajarkan bahwa dalam investasi—terutama di kripto—keseimbangan lebih penting daripada ambisi. Kalau kamu bisa mengenali titik optimal itu, kamu bukan hanya terhindar dari jebakan hasil yang semakin tipis, tapi juga bisa membangun portofolio yang lebih tahan lama, stabil, dan berkelanjutan.
Itulah informasi menarik tentang Law of Diminishing Return yang bisa kamu eksplorasi lebih dalam di artikel Akademi crypto di INDODAX. Selain memperluas wawasan investasi, kamu juga bisa terus update dengan berita crypto terkini dan pantau langsung pergerakan harga aset digital di INDODAX Market.
Untuk pengalaman trading yang lebih personal, jelajahi juga layanan OTC trading kami di INDODAX. Jangan lupa aktifkan notifikasi agar kamu selalu mendapatkan informasi terkini seputar aset digital, teknologi blockchain, dan berbagai peluang trading lainnya hanya di INDODAX Academy.
Kamu juga dapat mengikuti berita terbaru kami melalui Google News untuk akses informasi yang lebih cepat dan terpercaya. Untuk pengalaman trading yang mudah dan aman, download aplikasi crypto terbaik dari INDODAX di App Store atau Google Play Store.
Maksimalkan juga aset kripto kamu dengan fitur INDODAX Earn, cara praktis untuk mendapatkan penghasilan pasif dari aset yang kamu simpan. Segera register di INDODAX dan lakukan KYC dengan mudah untuk mulai trading crypto lebih aman, nyaman, dan terpercaya!
Ikuti juga sosial media kami di sini: Instagram, X, Youtube & Telegram
FAQ
1. Apa itu law of diminishing return?
Hukum ekonomi yang menyatakan penambahan input pada faktor produksi tertentu akan menghasilkan output tambahan yang makin kecil setelah titik tertentu.
2. Contoh sederhana diminishing return apa saja?
Sawah dengan petani terlalu banyak, pabrik roti dengan oven terbatas, hingga portofolio investasi yang terlalu diversifikasi.
3. Bagaimana diminishing return berlaku di mining Bitcoin?
Semakin banyak miner, reward per miner makin kecil karena difficulty naik dan biaya energi juga meningkat.
4. Apakah staking Ethereum bisa kena efek diminishing return?
Ya, semakin banyak validator ikut staking, reward yang dibagi rata semakin menurun sehingga yield makin tipis.
5. Apakah RWA juga mengalami diminishing return?
Bisa, terutama jika banyak proyek menerbitkan token serupa, sehingga yield dan minat investor ikut menurun.