Masalah klasik para investor selalu sama, yaitu ingin meraih cuan tinggi, tetapi di sisi lain takut dengan risiko.
Dari sinilah muncul konsep balanced investment strategy, yang menawarkan cara untuk menjaga keseimbangan antara potensi keuntungan dan tingkat risiko.
Nah, sebagai permulaan, akan kita ulas tentang strategi legendaris 60/40 yang telah lama menjadi andalan investor global dalam mengatur portofolio.
Apa Itu Balanced Investment Strategy?
Balanced investment strategy pada dasarnya adalah cara membagi portofolio ke berbagai jenis aset untuk menjaga keseimbangan antara risiko dan keuntungan.
Dalam praktiknya, strategi ini memadukan instrumen berisiko tinggi seperti saham atau bahkan kripto, dengan instrumen berisiko rendah seperti obligasi, deposito, atau instrumen pasar uang.
Dengan begitu, imbal hasil yang diperoleh cenderung lebih stabil dibanding strategi yang hanya fokus pada satu jenis aset.
Jika dibandingkan, strategi konservatif biasanya menekankan pelestarian modal dengan memilih instrumen yang aman, seperti obligasi pemerintah, deposito, atau saham blue-chip (saham perusahaan besar yang sudah mapan) yang membayar dividen.
Strategi ini memang lebih aman, tetapi hasil yang ditawarkan relatif rendah. Sebaliknya, strategi agresif lebih condong pada aset pertumbuhan, misalnya saham berkapitalisasi kecil atau obligasi korporasi dengan imbal hasil tinggi.
Strategi ini berpotensi memberi keuntungan besar, tetapi risikonya juga jauh lebih tinggi. Nah, balanced investment strategy hadir di tengah-tengah spektrum tersebut.
Dengan menggabungkan elemen dari strategi konservatif dan agresif, investor bisa meraih peluang pertumbuhan sekaligus tetap menjaga modal yang dimiliki.
Misalnya, portofolio seimbang mengkombinasikan instrumen investasi yang isinya bisa berupa saham yang memberikan bagi hasil (dividen) dan saham perusahaan kecil yang punya peluang berkembang.
Kemudian, juga bisa berupa surat utang dari pemerintah serta pinjaman dari perusahaan besar yang dinilai aman.
Strategi ini cocok untuk investor dengan profil risiko moderat, yang ingin meraih keuntungan lebih tinggi dari instrumen konservatif tanpa harus menanggung risiko ekstrem seperti strategi agresif.
Sejarah & Asal-usul Balanced Investment Strategy
Penting diketahui bahwa konsep balanced investment strategy sebenarnya bukan hal baru di dunia pasar modal.
Strategi ini mulai dikenal sejak era 1920-an ketika investor dan manajer investasi besar mencari cara untuk menyeimbangkan kebutuhan pertumbuhan modal dengan perlindungan nilai.
Saat itu, banyak portofolio disusun dengan pembagian antara aset berisiko rendah seperti obligasi dan instrumen pasar uang, serta aset berisiko lebih tinggi seperti saham sehingga investor tidak sepenuhnya bergantung pada salah satu sisi spektrum.
Seiring waktu, balanced investment strategy menjadi salah satu pendekatan dasar yang banyak dipakai oleh pihak profesional yang bertugas mengelola dana investasi milik investor atau fund manager global.
Strategi ini menawarkan jalan tengah di antara dua kutub ekstrem, yakni konservatif, yang fokus pada pelestarian modal dengan imbal hasil rendah, dan agresif, yang mengejar pertumbuhan besar, tetapi sarat volatilitas.
Portofolio seimbang, misalnya, bisa terdiri dari kombinasi saham blue-chip dividen, saham berkapitalisasi kecil, obligasi pemerintah dengan rating tinggi, hingga obligasi korporasi berperingkat investasi.
Dari sinilah kemudian lahir berbagai variasi modern yang masih berakar pada konsep klasik ini, seperti model 70/30 atau pendekatan risk parity.
Namun, fondasinya tetap sama, yaitu menciptakan portofolio yang mampu memberikan imbal hasil wajar sekaligus menjaga stabilitas dalam jangka panjang.
Strategi 60/40: Formula Klasik Investor
Salah satu bentuk paling populer dari balanced investment strategy adalah formula 60/40, yaitu membagi portofolio dengan alokasi 60% pada saham dan 40% pada obligasi.
Komposisi ini dirancang agar investor tetap bisa mendapatkan pertumbuhan modal melalui porsi saham, sekaligus memperoleh stabilitas dari instrumen obligasi yang cenderung lebih aman.
Strategi 60/40 menjadi populer karena telah teruji waktu. Selama beberapa dekade terakhir, banyak fund manager besar maupun investor individu memanfaatkannya sebagai acuan dasar dalam menyusun portofolio.
Saham memberi peluang pertumbuhan yang kuat, sementara obligasi berperan sebagai penyeimbang ketika pasar saham mengalami gejolak.
Secara historis, kinerja portofolio 60/40 menunjukkan daya tahan yang mengesankan dibandingkan portofolio full saham.
Misalnya, ketika pasar mengalami penurunan tajam, investor dengan portofolio 60/40 biasanya tidak mengalami kerugian sedalam mereka yang sepenuhnya menaruh modal di saham.
Meskipun imbal hasil jangka panjangnya mungkin lebih rendah daripada strategi agresif, stabilitas dan konsistensinya menjadikan formula ini salah satu strategi klasik yang terus digunakan hingga kini.
Kelebihan Balanced Investment Strategy
Salah satu daya tarik utama dari balanced investment strategy adalah sifatnya yang otomatis menghadirkan diversifikasi.
Dengan mengkombinasikan instrumen berisiko tinggi seperti saham dan instrumen berisiko rendah seperti obligasi, investor bisa mengurangi risiko tanpa harus menyusun portofolio yang terlalu rumit.
Diversifikasi ini membantu portofolio tetap lebih stabil ketika salah satu kelas aset sedang mengalami tekanan. Selain itu, strategi seimbang tetap memberi ruang untuk pertumbuhan jangka panjang.
Porsi saham di dalamnya membuka peluang capital appreciation atau kenaikan nilai suatu aset atau investasi dari waktu ke waktu.
Sementara itu, keberadaan obligasi atau instrumen pendapatan tetap menjaga portofolio agar tidak mudah tergerus volatilitas pasar.
Kombinasi ini memungkinkan investor untuk merasakan manfaat pertumbuhan sekaligus perlindungan nilai modal.
Kelebihan lainnya adalah kesederhanaannya. Dibandingkan strategi investasi yang kompleks atau berbasis model kuantitatif yang sulit dipahami, balanced investment strategy menawarkan kerangka yang mudah dijalankan, bahkan oleh investor pemula.
Cukup dengan menjaga proporsi aset antara instrumen konservatif dan agresif, investor sudah bisa membangun portofolio yang tangguh tanpa harus repot melakukan analisis rumit setiap saat.
Kekurangan & Tantangan
Meskipun balanced investment strategy punya banyak kelebihan, strategi ini juga datang dengan sejumlah keterbatasan. Salah satunya adalah potensi imbal hasil yang tidak sebesar strategi agresif ketika pasar sedang bullish.
Saat harga saham meroket, investor yang menaruh seluruh dananya pada saham biasanya memperoleh keuntungan lebih besar dibanding mereka yang portofolionya sebagian dialokasikan ke obligasi.
Meski tergolong aman, strategi ini tetap punya risiko ketika pasar bergerak tidak biasa. Salah satu contohnya terjadi pada tahun 2022, ketika saham dan obligasi sama-sama mengalami penurunan tajam.
Kondisi tersebut membuat portofolio seimbang yang biasanya lebih stabil ikut tertekan karena kedua instrumen utamanya jatuh bersamaan.
Tantangan lainnya ada pada kebutuhan untuk melakukan rebalancing atau mengembalikan komposisi portofolio investasi ke alokasi awal yang sudah ditentukan secara rutin.
Seiring berjalannya waktu, komposisi portofolio bisa berubah karena perbedaan kinerja antar aset.
Tanpa penyesuaian kembali, alokasi yang awalnya seimbang bisa bergeser terlalu condong ke satu sisi sehingga profil risiko tidak lagi sesuai dengan tujuan awal investor.
Proses rebalancing ini juga bisa menimbulkan biaya transaksi tambahan, terutama bila dilakukan di platform dengan biaya tinggi.
Balanced Investment di Pasar Indonesia
Di Indonesia, konsep balanced investment strategy bisa dipraktikkan dengan mengkombinasikan saham di Bursa Efek Indonesia (IDX) dan obligasi pemerintah, seperti ORI atau SBR.
Strategi ini berusaha menyeimbangkan potensi keuntungan dari ekuitas dengan stabilitas pendapatan tetap dari obligasi sehingga risiko dan return tetap terjaga dalam satu portofolio.
Dulu, untuk menjalankan strategi ini investor harus menyusun portofolio manual dengan membeli saham dan obligasi satu per satu, atau mengandalkan bantuan penasihat keuangan maupun layanan dari lembaga keuangan.
Kini, situasinya jauh lebih mudah. Hadirnya platform investasi digital dan reksa dana campuran membuat balanced strategy bisa diakses oleh investor ritel.
Reksa dana campuran misalnya, secara otomatis mengalokasikan dana ke saham dan obligasi dalam komposisi tertentu, menyerupai model balanced fund yang populer di pasar global dengan format 60/40.
Melalui produk-produk keuangan lokal seperti reksa dana maupun obligasi pemerintah ritel, investor bisa menikmati kemudahan untuk membangun portofolio seimbang tanpa perlu repot mengatur alokasi secara manual.
Balanced Investment Strategy dalam Kripto
Jika di pasar tradisional balanced investment strategy diterapkan lewat kombinasi saham dan obligasi. Di dunia kripto, pendekatan ini juga bisa diadaptasi.
Misalnya, seorang investor muda yang baru masuk ke kripto memilih menaruh 50% portofolionya pada Bitcoin sebagai aset utama dengan reputasi paling mapan dan 30% pada Ethereum yang punya potensi pertumbuhan ekosistem.
Sementara itu, 20% sisanya ditempatkan pada stablecoin untuk menjaga likuiditas sekaligus meredam guncangan harga ekstrem.
Strategi ini membantu menyeimbangkan risiko dan potensi keuntungan. Dengan adanya stablecoin, portofolio tidak sepenuhnya terpapar volatilitas aset kripto.
Namun, perlu dipahami bahwa meskipun terlihat lebih stabil, kripto tetap jauh lebih fluktuatif dibandingkan saham atau obligasi konvensional.
Untuk membuat pendekatan ini lebih efektif, investor bisa mengkombinasikannya dengan metode Dollar Cost Averaging (DCA).
Dengan DCA, pembelian aset dilakukan secara rutin dalam jumlah tetap sehingga risiko pembelian di harga puncak bisa ditekan dan portofolio lebih stabil dari waktu ke waktu.
Cara Menerapkan Balanced Investment Strategy
Terkait cara menerapkan balanced investment strategy, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah menentukan profil risiko.
Investor dengan karakter moderat umumnya cocok menggunakan strategi balanced karena tidak terlalu ekstrem dalam mengejar keuntungan, tetapi juga tidak terlalu konservatif dalam menjaga modal.
Setelah itu, investor bisa memilih aset utama sesuai preferensi, apakah lebih condong ke saham, obligasi, atau bahkan aset digital seperti kripto.
Tahapan berikutnya adalah menentukan rasio pembagian portofolio. Banyak investor global menggunakan model klasik 60/40, yakni 60% saham dan 40% obligasi, meskipun variasi lain juga bisa disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing.
Supaya komposisi tetap sesuai dengan rencana awal, rebalancing perlu dilakukan secara rutin, misalnya satu hingga dua kali setahun. Dengan cara ini, portofolio bisa terus seimbang antara risiko dan potensi imbal hasil.
Kesimpulan
Nah, itulah tadi pembahasan menarik tentang Balanced Investment Strategy & Strategi 60/40 Investor yang dapat kamu baca selengkapnya di Akademi crypto di INDODAX Academy.
Sebagai kesimpulan, balanced investment strategy merupakan pilihan ideal bagi investor yang tidak ingin mengambil risiko terlalu tinggi (gambling), tetapi juga tidak ingin melihat asetnya stagnan.
Model klasik 60/40 masih terbukti relevan hingga kini hingga kini, meskipun perlu penyesuaian agar sesuai dengan kondisi pasar modern, termasuk hadirnya aset digital seperti kripto.
Kalau kamu mencari cara agar portofolio lebih stabil tanpa kehilangan peluang pertumbuhan, strategi ini bisa menjadi langkah bijak untuk dipertimbangkan.
Oya, selain memperluas wawasan investasi, kamu juga bisa terus update dengan berita crypto terkini dan pantau langsung pergerakan harga aset digital di INDODAX Market.
Untuk pengalaman trading yang lebih personal, jelajahi juga layanan OTC trading kami di INDODAX. Jangan lupa aktifkan notifikasi agar kamu selalu mendapatkan informasi terkini seputar aset digital, teknologi blockchain, dan berbagai peluang trading lainnya hanya di INDODAX Academy.
Kamu juga dapat mengikuti berita terbaru kami melalui Google News untuk akses informasi yang lebih cepat dan terpercaya. Untuk pengalaman trading yang mudah dan aman, download aplikasi crypto terbaik dari INDODAX di App Store atau Google Play Store.
Maksimalkan juga aset kripto kamu dengan fitur INDODAX Earn,, cara praktis untuk mendapatkan penghasilan pasif dari aset yang kamu simpan. Segera register di INDODAX dan lakukan KYC dengan mudah untuk mulai trading crypto lebih aman, nyaman, dan terpercaya!
Ikuti juga sosial media kami di sini: Instagram, X, Youtube & Telegram
FAQ
- Apa itu Balanced Investment Strategy?
Balanced Investment Strategy adalah strategi investasi yang membagi portofolio ke beberapa jenis aset—misalnya saham, obligasi, atau kripto—dengan tujuan menyeimbangkan risiko dan imbal hasil. Strategi ini cocok untuk investor dengan profil risiko moderat.
- Apa arti strategi 60/40 dalam investasi?
Strategi 60/40 adalah bentuk populer dari Balanced Investment Strategy, di mana 60% portofolio dialokasikan ke aset berisiko lebih tinggi seperti saham, dan 40% ke aset stabil seperti obligasi. Kombinasi ini bertujuan menjaga keseimbangan antara pertumbuhan modal dan kestabilan.
- Apakah Balanced Investment Strategy cocok untuk pemula?
Ya, strategi ini cocok untuk pemula karena sederhana dan tidak terlalu berisiko. Investor hanya perlu menentukan rasio aset, lalu melakukan rebalancing berkala. Dengan pendekatan seimbang, pemula bisa belajar berinvestasi tanpa tekanan volatilitas ekstrem.
- Bagaimana menerapkan strategi ini di Indonesia?
Di Indonesia, Balanced Investment Strategy bisa diterapkan lewat reksa dana campuran, kombinasi saham IDX dengan obligasi pemerintah (ORI/SBR), atau instrumen pasar uang. Investor ritel juga bisa membangun portofolio sendiri dengan menyesuaikan rasio sesuai profil risiko.
- Bisa nggak Balanced Investment Strategy dipakai di kripto?
Bisa. Strategi balanced dalam kripto biasanya berupa campuran aset utama seperti Bitcoin dan Ethereum, ditambah stablecoin untuk stabilitas.
Misalnya 50% BTC, 30% ETH, dan 20% USDT/USDC. Dengan kombinasi ini, investor bisa mengurangi risiko sekaligus tetap mendapat potensi pertumbuhan.
Author: Boy