Banyak orang merasa aman kalau sudah punya tabungan atau investasi. Tapi pernahkah kamu sadar kalau nggak semua aset bekerja dengan cara yang sama? Ada yang nilainya tetap, ada juga yang bisa naik-turun sesuka pasar. Kalau kamu salah paham, keputusan keuangan bisa melenceng jauh.
Bayangkan kamu simpan uang di rekening, jelas jumlahnya nggak berubah. Tapi kalau kamu beli properti atau beli Bitcoin, nilainya bisa naik tinggi atau justru anjlok dalam waktu singkat.
Perbedaan ini sering bikin bingung, apalagi buat pemula yang baru belajar investasi. Itulah kenapa akuntansi membagi aset ke dalam dua kategori besar: moneter dan nonmoneter. Artikel ini bakal ngajak kamu lebih dalam membedah bedanya, dari dunia nyata sampai ke kripto, plus bukti nyata dari perusahaan global.
Perbedaan Aset Moneter vs Nonmoneter
Kalau ditarik ke teori akuntansi, perbedaan keduanya terletak pada kestabilan nilai dan cara pencairannya.
Aset moneter dianggap lebih likuid dan stabil, sedangkan aset nonmoneter lebih fluktuatif tapi bisa jadi penopang investasi jangka panjang. Supaya jelas, lihat perbandingannya di bawah ini:
Aspek | Aset Moneter | Aset Nonmoneter |
Definisi | Harta yang bisa dikonversi jadi uang dengan jumlah tetap | Harta yang nilainya bisa berubah, tidak tetap |
Likuiditas | Tinggi, bisa langsung dicairkan | Rendah, butuh waktu lebih lama |
Nilai | Stabil, jumlah nominal jelas | Fluktuatif, dipengaruhi pasar dan inflasi |
Contoh | Kas, piutang, deposito, wesel tagih | Properti, mesin, hak cipta, persediaan |
Penggunaan | Untuk transaksi & kewajiban jangka pendek | Untuk investasi & operasional jangka panjang |
Dari tabel ini terlihat jelas, aset moneter lebih dekat dengan uang atau klaim atas uang.
Sedangkan aset nonmoneter biasanya terkait barang berwujud atau aset tak berwujud yang nilainya bisa naik turun. Nah, pertanyaan berikutnya, gimana posisi aset ini kalau kita bicara soal kripto?
Contoh dalam Konteks Kripto & Blockchain
Di dunia kripto, perbedaan ini jadi makin menarik. Stablecoin seperti USDT atau USDC bisa dikategorikan sebagai aset moneter karena nilainya dipatok ke mata uang fiat.
Sementara itu, Bitcoin, Ethereum, dan NFT lebih cocok disebut aset nonmoneter karena nilainya fluktuatif, bergantung pada sentimen pasar, regulasi, dan adopsi teknologi.
Kesalahpahaman sering muncul di sini. Banyak orang nganggep semua kripto itu “uang digital”. Padahal dari sisi akuntansi, hanya sebagian kecil yang mendekati fungsi uang, yaitu stablecoin.
Sementara Bitcoin lebih mirip “emas digital” yang nilainya bisa berubah setiap saat. Kalau kamu udah ngerti perbedaan ini, kamu bisa lebih bijak dalam strategi: kapan parkir dana di stablecoin, kapan ambil risiko di aset nonmoneter.
Artikel menarik lainnya untuk kamu: Aset Nonmoneter Adalah: Penjelasan Lengkap, Karakteristik, & Relevansi di Blockchain
Studi Kasus Nyata dari Perusahaan Global
Supaya nggak cuma teori, mari lihat contoh nyata. Tesla dan MicroStrategy, dua perusahaan besar yang sama-sama pegang Bitcoin, memberi gambaran jelas tentang gimana kripto diperlakukan dalam laporan keuangan. Di bawah standar US GAAP lama, Bitcoin dikategorikan sebagai intangible asset. Artinya, nilainya bisa turun karena impairment, tapi nggak bisa dicatat naik meskipun harga pasar melonjak. Akibatnya, laporan keuangan mereka jadi terlihat “kurang fair” ketika harga Bitcoin naik.
Nah, aturan baru ASU 2023-08 bikin perbedaan besar. Mulai 2024, perusahaan di AS boleh mencatat aset kripto dengan metode fair value. Tesla misalnya, melaporkan keuntungan sekitar US$600 juta di kuartal 4 tahun 2024 hanya dari penyesuaian nilai Bitcoin yang mereka simpan, seperti yang kami kutip dari sumber: Cointelegraph,
Di sisi lain, menurut IFRS yang dipakai di banyak negara masih mengklasifikasikan kripto sebagai aset tak berwujud (IAS 38). Itu artinya, Bitcoin tetap dipandang sebagai aset nonmoneter. Fakta ini nunjukkin, meskipun Bitcoin disebut “mata uang digital”, dalam praktik akuntansi global ia masih lebih dekat dengan properti atau hak cipta ketimbang uang tunai.
Dari sini jelas, kripto memang punya dua wajah: di pasar dilihat sebagai instrumen investasi, tapi di laporan keuangan lebih sering dikategorikan nonmoneter.
Kenapa Penting Buat Investor & Trader Kripto?
Paham perbedaan ini bikin kamu lebih realistis dalam bikin strategi. Misalnya, saat market lagi sideways atau turun, investor bisa simpan dana di stablecoin karena sifatnya mirip kas. Tapi kalau tujuanmu growth atau spekulasi, masuk ke Bitcoin, ETH, atau NFT bisa jadi pilihan meskipun risikonya lebih tinggi.
Banyak pemula terjebak karena nganggep semua kripto sama-sama “aset moneter digital”. Padahal, salah klasifikasi bisa bikin strategi salah kaprah. Stablecoin cocok buat jaga likuiditas, sementara aset nonmoneter lebih cocok buat jangka panjang dengan resiko fluktuasi.
Kesimpulannuya
Membedakan aset moneter dan nonmoneter bukan sekadar latihan akuntansi. Ini bekal buat bikin keputusan finansial yang lebih sehat, baik di dunia nyata maupun di kripto. Kas dan stablecoin bisa bikin portofolio lebih stabil, sementara properti, saham, atau Bitcoin bisa memberi peluang cuan lebih besar tapi penuh resiko.
Contoh dari Tesla dan MicroStrategy menegaskan, meskipun Bitcoin sering disebut uang digital, secara akuntansi tetap dianggap nonmoneter. Jadi, kalau kamu mau terjun ke investasi, pahami dulu karakternya.
Jangan samakan semua aset, karena setiap jenis punya peran dan resiko berbeda dalam perjalanan finansialmu.
Itulah informasi menarik tentang Beda Aset Moneter vs Nonmoneter: Dari Kas ke Kripto yang bisa kamu dalami lebih lanjut di kumpulan artikel kripto dari Indodax Academy. Selain mendapatkan insight mendalam lewat berbagai artikel edukasi crypto, kamu juga bisa memperluas wawasan lewat kumpulan tutorial serta memilih dari beragam artikel populer yang sesuai minatmu.
Selain update pengetahuan, kamu juga bisa langsung pantau harga aset digital di Indodax Market dan ikuti perkembangan terkini lewat berita crypto terbaru. Untuk pengalaman trading lebih personal, jelajahi juga layanan OTC trading dari Indodax. Jangan lupa aktifkan notifikasi agar kamu nggak ketinggalan informasi penting seputar blockchain, aset kripto, dan peluang trading lainnya.
Kamu juga bisa ikutin berita terbaru kami lewat Google News agar akses informasi lebih cepat dan terpercaya. Untuk pengalaman trading mudah dan aman, download aplikasi crypto terbaik dari INDODAX di App Store atau Google Play Store.
Maksimalkan aset kripto kamu dengan fitur INDODAX Earn, cara praktis buat dapetin penghasilan pasif dari aset yang disimpan. Segera register di INDODAX dan lakukan KYC dengan mudah untuk mulai trading crypto lebih aman, nyaman, dan terpercaya!
Kontak Resmi Indodax
Nomor Layanan Pelanggan: (021) 5065 8888 | Email Bantuan: [email protected]
Ikuti juga sosial media kami di sini: Instagram, X, Youtube & Telegram
FAQ
- Apakah Bitcoin termasuk aset moneter atau nonmoneter?
Bitcoin masuk kategori aset nonmoneter karena nilainya fluktuatif dan tergantung pasar. - Kenapa stablecoin lebih mirip aset moneter?
Karena nilainya dipatok ke fiat (misalnya USD), jadi lebih stabil dan bisa langsung dipakai transaksi. - Apa contoh aset nonmoneter di kehidupan sehari-hari?
Properti, tanah, kendaraan, mesin, atau hak cipta. - Bagaimana pencatatan aset kripto di akuntansi perusahaan?
Di US GAAP lama, kripto dicatat sebagai aset tidak berwujud. Dengan aturan baru (ASU 2023-08), bisa dicatat berdasarkan nilai wajar. Di IFRS, umumnya tetap dianggap intangible asset. - Apakah semua aset digital masuk kategori nonmoneter?
Tidak. Stablecoin bisa dikategorikan sebagai moneter, tapi aset kripto lain seperti BTC, ETH, atau NFT lebih tepat disebut nonmoneter.
Author: AL