Listing Fee Adalah? Biaya, Pajak, dan Cara Kerjanya
icon search
icon search

Top Performers

Listing Fee Adalah? Biaya, Pajak, dan Cara Kerjanya

Home / Artikel & Tutorial / judul_artikel

Listing Fee Adalah? Biaya, Pajak, dan Cara Kerjanya

Listing Fee Adalah? Biaya, Pajak, dan Cara Kerjanya

Daftar Isi

Kalau kamu berkecimpung di dunia bisnis, retail, marketplace, sampai kripto, cepat atau lambat kamu akan ketemu istilah “listing fee”. Di supermarket, istilah ini muncul ketika sebuah produk mau masuk rak Indomaret atau Alfamart. Di marketplace luar negeri, istilah yang sama dipakai ketika kamu ingin menampilkan produk di Etsy atau eBay. Di pasar modal, perusahaan membayar biaya listing untuk bisa mencatatkan saham di bursa. Lalu di kripto, tim proyek perlu mengeluarkan biaya besar ketika ingin listing token di exchange crypto.

Sekilas sama, tapi cara kerja dan dampaknya bisa sangat berbeda di tiap industri. Supaya kamu tidak salah kaprah, kita bahas tuntas: apa itu listing fee, bagaimana perlakuan pajaknya, dan seperti apa cara kerjanya di retail, marketplace, pasar modal, dan kripto.

 

Pengertian Listing Fee Menurut Berbagai Industri

Secara sederhana, listing fee adalah biaya yang dibayar agar sebuah produk, jasa, atau aset bisa dicantumkan dan ditampilkan secara resmi di sebuah platform. Platform di sini bisa berarti:

 

  • jaringan ritel modern (minimarket, supermarket, hypermarket),
  • marketplace online,
  • bursa efek,
  • atau exchange kripto.

 

Intinya, tanpa membayar biaya ini, produk atau aset tersebut tidak akan masuk ke “daftar resmi” platform, entah itu daftar produk, daftar emiten, atau daftar aset yang bisa diperdagangkan.

Di retail, listing fee sering disebut juga sebagai biaya pencatatan dan penempatan produk. Di marketplace, istilahnya bisa bergeser menjadi insertion fee atau biaya penerbitan listing. Di pasar modal, ia dikemas dalam bentuk application fee, initial listing fee, dan annual listing fee. Sementara di kripto, istilahnya tetap “listing fee”, tapi komponennya jauh lebih kompleks karena menyangkut teknologi blockchain dan likuiditas pasar.

Setelah kamu punya gambaran umum seperti ini, sekarang kita turunkan ke konteks yang paling dekat dengan keseharian di Indonesia: retail dan supermarket.

 

Listing Fee di Retail dan Supermarket

Di Indonesia, kalau kamu mencari “listing fee adalah” di mesin pencari, sebagian besar hasil yang muncul akan mengarah ke industri retail modern: Indomaret, Alfamart, supermarket, dan jaringan toko sejenis. Itu artinya, dalam keseharian, banyak orang mengenal listing fee justru dari kacamata pemasok barang ke toko, bukan dari dunia keuangan.

 

Cara Kerja Listing Fee untuk Supplier

Bayangkan kamu produsen makanan ringan dan ingin produk kamu dijual di ratusan minimarket. Pihak toko tidak otomatis menerima semua produk; mereka punya proses seleksi. Di sinilah listing fee muncul sebagai biaya yang dibayar pemasok agar produknya bisa masuk ke sistem dan rak toko.

 

Kurang lebih alurnya seperti ini:

  • Kamu mengajukan produk lengkap dengan data, harga, foto, dan spesifikasi.
  • Pihak ritel menilai kelayakan produk: potensi penjualan, kategori, segmentasi pelanggan, dan sebagainya.
  • Jika disetujui, mereka mengenakan listing fee sebagai biaya pendaftaran dan penempatan produk di sistem dan jaringan toko.
  • Biaya bisa dihitung per SKU, per kategori, per jumlah gerai, atau kombinasi beberapa skema.
  • Setelah biaya dibayar dan proses administrasi selesai, barulah produk kamu benar-benar bisa dipesan oleh gerai dan muncul di rak.

 

Listing fee di sini bukan sekadar “uang masuk”, tapi cara ritel menutup biaya:

  • pengelolaan data produk,
  • penyesuaian sistem,
  • koordinasi dengan cabang,
  • dan risiko ruang rak yang terbatas.

 

Karena kapasitas rak terbatas, toko modern cenderung memprioritaskan produk yang serius, punya rencana penjualan, dan siap menanggung biaya awal ini.

 

Listing Fee Termasuk Jasa Apa?

Dari sisi pajak dan akuntansi, pertanyaan klasik berikutnya adalah: listing fee itu termasuk jasa apa?

Secara praktik di Indonesia, listing fee di sektor retail biasanya diperlakukan sebagai jasa pemasaran atau jasa penempatan produk. Pihak ritel memberikan “jasa” berupa:

 

  • akses ke jaringan distribusi mereka,
  • penempatan produk di rak,
  • dan sering kali eksposur di katalog atau sistem pemesanan.

 

Karena diklasifikasikan sebagai jasa, perlakuan pajaknya mengikuti aturan jasa tersebut, bukan sekadar biaya administrasi biasa. Di sinilah kemudian masuk aspek PPN dan PPh.

 

Apakah Listing Fee Kena Pajak?

Pertanyaan lain yang sering muncul di SERP Indonesia adalah: apakah listing fee kena PPN atau PPh?

Secara garis besar:

 

  • Di sisi pemasok, listing fee merupakan biaya yang dibayarkan kepada ritel dan biasanya menjadi objek PPh Pasal 23 sebagai imbalan jasa tertentu.
  • Dari sisi PPN, listing fee bisa dikenai PPN bila jasa yang diberikan termasuk kategori jasa kena pajak menurut aturan yang berlaku. Banyak pembahasan pajak di Indonesia menempatkan listing fee retail dalam koridor ini.

 

Jadi, buat kamu yang bergerak di dunia distribusi atau supply chain, memahami bahwa listing fee diperlakukan sebagai jasa yang dikenai pajak itu penting untuk pencatatan dan perencanaan keuangan.

 

Contoh Praktis Skenario Listing Fee

Supaya lebih kebayang, ambil ilustrasi sederhana: sebuah produsen minuman ingin masuk ke 300 gerai minimarket. Mereka harus:

 

  • mengajukan produk dan negosiasi harga,
  • menyepakati syarat dan skema listing fee,
  • membayar biaya tersebut di awal,
  • setelah itu barulah produk muncul di sistem pemesanan gerai dan pelan-pelan mengisi rak.

 

Besarnya listing fee akan mempengaruhi strategi harga. Kalau biaya awal terlalu besar, produsen bisa jadi terpaksa menaikkan harga jual atau mengorbankan margin. Di sini kamu bisa lihat bahwa listing fee bukan sekadar beban administrasi, tetapi bagian dari strategi bisnis pemasok.

Setelah kamu mengenal konteks retail, sekarang kita geser sedikit ke platform yang lebih digital: marketplace online.

 

Listing Fee di Marketplace Global

Di marketplace global seperti Etsy atau eBay, istilah listing fee juga dipakai, tapi bentuknya sedikit berbeda. Di sini listing fee biasanya berarti biaya untuk menerbitkan satu entri produk di platform.

 

Pada beberapa platform:

  • Etsy mengenakan biaya per listing ketika kamu menerbitkan produk ke katalognya.
  • eBay mengenal istilah insertion fee, yaitu biaya untuk memasukkan listing barang ke sistem lelang atau jual beli mereka.
  • Di beberapa layanan properti seperti MLS, ada juga biaya listing untuk memasukkan rumah atau apartemen ke dalam daftar yang bisa dilihat agen dan pembeli.

 

Berbeda dengan retail yang fokus pada penempatan fisik di rak, marketplace lebih menekankan pada penempatan digital: produk kamu muncul di hasil pencarian, kategori, dan halaman toko di platform tersebut.

Marketplace lokal di Indonesia umumnya tidak menggunakan istilah “listing fee” secara eksplisit, tetapi memakai model biaya lain seperti komisi penjualan, biaya layanan, atau program iklan berbayar. Namun dari sisi konsep, semuanya tetap berbicara tentang biaya untuk mendapatkan visibilitas dan akses ke calon pembeli.

Setelah melihat retail dan marketplace, sekarang kita naik lagi ke level yang lebih regulatif: bursa saham.

 

Listing Fee di Bursa Saham

Di pasar modal, listing fee adalah bagian dari total biaya yang harus ditanggung perusahaan ketika ingin mencatatkan sahamnya di bursa. Di sini, istilah “listing fee” biasanya terbagi ke beberapa jenis:

 

  • Application fee: biaya pengajuan awal sebelum emiten resmi diterima.
  • Initial listing fee: biaya pada saat pertama kali saham tercatat.
  • Annual listing fee: biaya tahunan yang dibayar selama emiten tetap terdaftar.

 

Jumlahnya bisa cukup besar, dan struktur biayanya biasanya transparan, tercantum jelas di dokumen resmi bursa. Tujuan utama biaya ini adalah untuk:

  • menutup biaya penilaian kelayakan emiten,
  • menjaga operasional dan sistem bursa,
  • serta mendanai fungsi pengawasan dan perlindungan investor.

 

Berbeda dengan retail dan marketplace, di pasar modal semua ini berjalan dalam kerangka regulasi yang sangat ketat. Perusahaan yang listing di bursa harus memenuhi berbagai persyaratan laporan keuangan, tata kelola, dan keterbukaan informasi. Listing fee di sini hanyalah satu dari banyak komponen biaya yang menyertai proses IPO dan kewajiban setelahnya.

Nah, setelah kamu paham bahwa listing fee di pasar modal jauh lebih terstruktur, sekarang saatnya masuk ke bagian yang paling menarik buat kamu yang dekat dengan kripto: listing fee di exchange.

 

Listing Fee di Kripto: Exchange CEX dan Biaya Listing Token

Ketika sebuah proyek kripto ingin tokennya diperdagangkan di exchange besar, istilah listing fee kembali muncul. Namun kali ini, gambarnya jauh lebih kompleks dibanding retail, marketplace, ataupun saham.

Tidak seperti bursa saham yang punya struktur biaya baku dan transparan, exchange kripto bersifat lebih fleksibel dan komersial. Setiap exchange punya kebijakan sendiri, negosiasi dilakukan secara privat, dan paket biaya seringkali disesuaikan dengan profil proyek.

Di balik satu istilah “listing fee”, biasanya terdapat beberapa komponen besar.

 

Administrasi, Audit, dan Due Diligence

Pertama, ada biaya yang berkaitan dengan administrasi dan due diligence. Exchange yang serius tidak akan sembarang menerima token; mereka akan memeriksa:

 

  • siapa tim di balik proyek,
  • bagaimana tokenomics dirancang,
  • apakah ada audit smart contract,
  • bagaimana rekam jejak proyek dan komunitasnya,
  • apa saja risiko hukum yang mungkin muncul.

 

Proses ini membutuhkan tenaga legal, analisis risiko, dan tim internal yang kuat. Di banyak kasus, proyek juga perlu membayar audit tambahan dari pihak ketiga untuk memperkuat kepercayaan exchange. Semua ini sering kali dianggap bagian dari “biaya listing”, meskipun tagihannya bisa muncul dalam bentuk terpisah.

 

Integrasi Teknis Blockchain

Komponen kedua adalah integrasi teknis. Supaya token bisa diperdagangkan:

 

  • exchange perlu menjalankan node atau koneksi ke jaringan blockchain terkait,
  • sistem deposit dan withdrawal harus diuji,
  • integrasi dengan wallet internal exchange harus aman,
  • dan semua ini perlu diuji di environment terpisah sebelum live.

 

Integrasi token standar di jaringan populer mungkin lebih mudah. Namun, kalau proyek menggunakan chain khusus, layer-2 tertentu, atau punya mekanisme teknis yang berbeda, effort ini bisa berlipat. Waktu engineer exchange tidak murah, dan biayanya hampir selalu masuk dalam paket biaya listing.

 

Market Making dan Likuiditas

Komponen ketiga adalah market making dan likuiditas pasar kripto, dan inilah salah satu bagian yang paling sering membuat total biaya listing membengkak.

Exchange tidak ingin ada pasangan perdagangan yang sepi dan spread-nya lebar. Karena itu, mereka biasanya mengharuskan proyek:

 

  • bekerja sama dengan market maker profesional,
  • menyediakan dana likuiditas dalam bentuk stablecoin atau token,
  • menjaga agar order book selalu punya kedalaman tertentu.

 

Artinya, proyek tidak hanya keluar uang dalam bentuk fee, tetapi juga harus menyediakan dana atau token yang dikunci untuk memastikan likuiditas. Kontrak dengan market maker bisa berjalan berbulan-bulan, sehingga biaya ini sifatnya berkelanjutan, bukan sekali bayar.

 

Aktivasi Marketing dan Kampanye Listing

Komponen keempat adalah aktivasi marketing di sekitar momen listing. Exchange besar sering menawarkan paket promosi seperti:

 

  • penempatan banner di halaman utama,
  • pengumuman resmi di media sosial,
  • trading competition,
  • program airdrop atau kampanye komunitas,
  • bahkan acara AMA dan edukasi.

 

Secara resmi, ada exchange yang menyatakan “tidak mengenakan listing fee”. Namun dalam praktiknya, proyek tetap perlu menganggarkan dana besar untuk paket promosi semacam ini. Dari kacamata keuangan proyek, semua biaya ini tetap masuk dalam total “biaya listing”.

Karena banyaknya komponen dan besarnya variasi, tidak ada satu angka paten yang bisa mewakili biaya listing token di semua exchange. Proyek kecil mungkin hanya mampu masuk ke exchange menengah dengan biaya lebih terjangkau, sedangkan proyek besar yang membidik exchange papan atas harus siap dengan paket biaya yang jauh lebih besar.

Setelah memahami betapa kompleksnya biaya listing di CEX, kita perlu melihat kontrasnya dengan DEX, yang justru nyaris tanpa listing fee.

 

Listing di DEX: Gratis, Tapi Risiko Tinggi

Di decentralized exchange (DEX) seperti Uniswap atau PancakeSwap, konsep listing fee nyaris tidak ada. Siapa pun yang memiliki token dan likuiditas bisa:

 

  • membuat pasangan perdagangan baru,
  • memasukkan token ke pool likuiditas,
  • dan langsung memperdagangkannya.

 

Tidak ada biaya administrasi ke “pengelola exchange”, karena secara teknis DEX berjalan di atas smart contract yang terbuka. Tidak ada tim sentral yang memutuskan token mana yang boleh listing.

 

Di satu sisi, mekanisme ini memudahkan banyak proyek baru untuk tampil di pasar tanpa harus mengeluarkan biaya listing besar. Di sisi lain, ketiadaan kurasi membuka pintu lebar-lebar untuk:

 

  • token tanpa fundamental,
  • proyek dengan niat buruk,
  • hingga skema rug pull.

 

Dari kacamata pengguna, ini berarti kamu mendapat kebebasan sekaligus risiko tambahan. Listing di DEX bukan jaminan kualitas, melainkan hanya bukti bahwa seseorang menambahkan likuiditas dan membuat pool. Di sinilah peran exchange terpusat (CEX) masih penting sebagai lapisan kurasi.

Setelah membahas cara kerja listing di berbagai jenis platform, sekarang kita lihat bagaimana regulasi di Indonesia memandang aset kripto dan pengawasannya.

 

Regulasi Aset Kripto di Indonesia: Dari Bappebti ke OJK dan BI

Untuk konteks Indonesia, penting buat kamu memahami bahwa pengaturan dan pengawasan aset kripto di Indonesia tidak statis. Selama beberapa tahun, perdagangan aset kripto fisik berada di bawah pengawasan Bappebti, terutama dari sisi perdagangan komoditi.

 

Dalam fase tersebut:

  • Bappebti menetapkan daftar aset kripto yang boleh diperdagangkan,
  • menyusun kriteria pemilihan aset (seperti likuiditas global, kapitalisasi pasar, dan aspek fundamental lainnya),
  • serta mengatur tata niaga di bursa kripto lokal.

 

Namun, seiring penguatan kerangka sektor keuangan, kewenangan ini mulai dialihkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI). Pengalihan ini didasarkan pada regulasi yang lebih baru yang menempatkan aset keuangan digital, termasuk kripto, dalam lanskap yang lebih dekat dengan sektor jasa keuangan.

 

Secara garis besar:

  • Bappebti memegang peran historis dalam fase awal perdagangan kripto,
  • mulai 2025, pengawasan layanan kripto diarahkan masuk ke radar OJK dan BI,
  • ke depan, penilaian aset dan tata kelola pelaku usaha kripto akan semakin terhubung dengan kerangka pengawasan jasa keuangan yang lebih luas.

 

Di tengah perubahan ini, penting buat kamu membedakan antara:

  • biaya listing yang dibayar proyek ke exchange, dan
  • biaya atau kewajiban regulasi yang muncul karena adanya pengaturan dari otoritas (Bappebti sebelumnya, kini OJK/BI).

Keduanya bisa berjalan berdampingan, tetapi memiliki fungsi dan alur yang berbeda.

 

Perbandingan Listing Fee di Retail, Marketplace, Saham, dan Kripto

Kalau semua penjelasan tadi dirangkum, kamu akan melihat pola yang menarik. Istilahnya sama, tapi struktur dan konteksnya berbeda jauh di tiap industri.

 

Secara sederhana, perbandingannya bisa digambarkan seperti ini:

Aspek Retail Marketplace Saham Kripto
Tujuan utama Penempatan produk di rak fisik Publikasi produk di katalog online Pencatatan emiten di bursa Integrasi aset dan pembukaan pasar
Bentuk fee Biaya per produk/kategori/toko Biaya per listing atau per periode Application, initial, annual Paket admin, teknis, audit, MM, marketing
Transparansi Sedang Cukup tinggi Sangat tinggi Rendah, banyak lewat negosiasi
Regulasi Dihubungkan dengan pajak Bergantung yurisdiksi Diatur ketat otoritas bursa Hybrid: exchange + otoritas keuangan
Kompleksitas Rendah–sedang Rendah Sedang–tinggi Sangat tinggi

 

Dari perbandingan ini, kamu bisa melihat bahwa istilah “listing fee” tidak bisa dipahami hanya dari satu kacamata. Kamu perlu selalu bertanya: di platform apa, dalam industri apa, dan dengan tujuan apa biaya itu dikenakan?

Setelah itu, baru masuk akal kalau kita membahas bagaimana alur kerja listing fee dari awal sampai sebuah aset benar-benar tercatat di suatu platform.

 

Cara Kerja Listing Fee dari Awal sampai Aset Tercatat

Walaupun detailnya berbeda di tiap industri, ada pola umum yang bisa kamu lihat.

 

Di retail, alurnya kira-kira seperti ini:

  • Pemasok mengajukan produk ke jaringan ritel,
  • tim ritel menilai kelayakan dan potensi penjualan,
  • jika disetujui, pemasok dikenakan listing fee dan menyelesaikan proses administrasi,
  • barulah produk masuk ke sistem dan mulai dipesan oleh gerai.

Di marketplace, alur listing jauh lebih ringkas:

  • penjual membuat akun,
  • mengunggah data produk,
  • membayar listing fee jika platform menerapkannya,
  • produk muncul di katalog dan bisa ditemukan melalui pencarian.

Di pasar modal, perjalanan menuju listing jauh lebih panjang:

  • perusahaan menyiapkan laporan keuangan, prospektus, dan struktur tata kelola,
  • bekerja sama dengan penjamin emisi dan konsultan,
  • mengajukan permohonan ke bursa dan regulator,
  • setelah disetujui barulah dikenakan initial listing fee, diikuti biaya tahunan selama tetap tercatat.

Di kripto, prosesnya menggabungkan aspek teknis dan komersial sekaligus:

  • tim proyek mempresentasikan token dan rencana pengembangan ke exchange,
  • exchange melakukan due diligence terhadap tim, whitepaper, tokenomics, dan risiko hukum,
  • dilakukan audit teknis tambahan jika diperlukan,
  • proyek menyiapkan kerja sama dengan market maker dan dana likuiditas,
  • exchange melakukan integrasi teknis dan pengujian,
  • disepakati paket kampanye listing untuk mengumumkan ke pengguna,
  • pada tanggal yang ditentukan, deposit dibuka dan pasangan perdagangan mulai aktif.

 

Di setiap langkah ini, berbagai jenis biaya yang kita bahas tadi akan muncul. Bagi proyek, total biaya listing bukan hanya angka di satu invoice, tapi akumulasi dari semua komponen dalam perjalanan ini.

 

Dampak Listing Fee bagi Proyek dan Pengguna Kripto

Di titik ini, kamu mungkin bertanya: dengan biaya sebesar itu, apa dampaknya bagi proyek dan bagi kamu sebagai pengguna?

 

Dari sisi proyek:

  • Tekanan biaya cukup besar. Kalau dana yang digunakan untuk listing terlalu besar, ruang untuk pengembangan produk, riset, dan komunitas bisa menyempit.
  • Kewajiban likuiditas berkelanjutan. Market maker dan likuiditas butuh biaya rutin, bukan biaya sekali bayar.
  • Risiko delisting. Kalau setelah listing volume perdagangan tidak memenuhi standar exchange, pasangan bisa dibekukan atau bahkan dihapus, dan seluruh biaya yang sudah dikeluarkan tidak otomatis kembali.

 

Dari sisi pengguna:

  • Listing tidak menjamin harga naik. Banyak token yang mengalami kenaikan tajam saat listing hanya karena efek hype, lalu turun kembali ketika minat mulai normal.
  • Exchange besar bukan segalanya. Listing di exchange ternama bisa menambah kredibilitas, tetapi tidak menggantikan pentingnya analisis fundamental kripto dan pemahaman risiko.
  • Paham konteks lebih penting dibanding sekadar ikut ramai. Ketika kamu mengerti bagaimana biaya listing bekerja dan seberapa besar tekanan yang ditanggung proyek, kamu bisa membaca langkah mereka dengan lebih kritis.

 

Setelah semua ini, kamu sudah punya kacamata yang jauh lebih luas untuk menilai istilah yang tampaknya sederhana: listing fee.

 

Kesimpulan

Listing fee pada dasarnya adalah biaya untuk mendapatkan akses dan visibilitas: akses ke rak supermarket, ke halaman marketplace, ke papan bursa, atau ke order book exchange kripto. Namun, di balik istilah yang sama, konteks dan kerumitannya berbeda jauh.

Di retail dan supermarket, listing fee menjadi harga yang harus dibayar pemasok agar produknya bisa masuk dan bertahan di jaringan toko. Di marketplace, ia menjadi biaya untuk menampilkan produk di katalog online. Di pasar modal, ia adalah bagian dari mekanisme resmi pencatatan emiten. Di kripto, listing fee berubah menjadi paket biaya yang menyatukan administrasi, teknologi, likuiditas, dan marketing dalam satu rangkaian proses yang tidak sederhana.

Memahami semua lapisan ini membantu kamu menghindari pemahaman yang sempit. Alih-alih menganggap listing fee hanya sebagai “uang masuk”, kamu bisa melihatnya sebagai bagian dari ekosistem: siapa yang membayar, siapa yang mengatur, dan siapa yang menanggung risikonya.

Dengan cara pandang seperti ini, kamu tidak hanya tahu “listing fee adalah apa”, tetapi juga mengerti bagaimana ia bekerja dan bagaimana dampaknya terhadap produk, proyek, dan keputusan yang kamu ambil sebagai pengguna atau investor.

 

Itulah informasi menarik tentang Listing Fee yang bisa kamu eksplorasi lebih dalam di artikel populer Akademi crypto di INDODAX. Selain memperluas wawasan investasi, kamu juga bisa terus update dengan berita crypto terkini dan pantau langsung pergerakan harga aset digital di INDODAX Market.

Untuk pengalaman trading yang lebih personal, jelajahi juga layanan OTC trading kami di INDODAX. Jangan lupa aktifkan notifikasi agar kamu selalu mendapatkan informasi terkini seputar aset digital, teknologi blockchain, dan berbagai peluang trading lainnya hanya di INDODAX Academy.

 

Kamu juga dapat mengikuti berita terbaru kami melalui Google News untuk akses informasi yang lebih cepat dan terpercaya. Untuk pengalaman trading yang mudah dan aman, download aplikasi crypto terbaik dari INDODAX di App Store atau Google Play Store.

Maksimalkan juga aset kripto kamu dengan fitur INDODAX Staking/Earn, cara praktis untuk mendapatkan penghasilan pasif dari aset yang kamu simpan. Segera register di INDODAX dan lakukan KYC dengan mudah untuk mulai trading crypto lebih aman, nyaman, dan terpercaya!

 

Kontak Resmi Indodax
Nomor Layanan Pelanggan: (021) 5065 8888 | Email Bantuan: [email protected]

 

Follow Sosmed Twitter Indodax sekarang

Ikuti juga sosial media kami di sini: Instagram, X, Youtube & Telegram

 

FAQ

1. Apa yang dimaksud listing fee?

Listing fee adalah biaya yang dibayar agar suatu produk, jasa, atau aset bisa dicantumkan dan ditampilkan secara resmi di sebuah platform, baik itu retail, marketplace, bursa saham, maupun exchange kripto.

2. Listing fee termasuk jasa apa di retail?
Di retail modern, listing fee umumnya diperlakukan sebagai jasa penempatan produk dan layanan pemasaran, karena pihak ritel memberikan akses ke jaringan toko dan ruang rak untuk produk pemasok.

3. Apakah listing fee kena PPN atau PPh?

Dalam praktik di Indonesia, listing fee di sektor retail biasanya menjadi objek PPh atas jasa dan dapat dikenai PPN jika klasifikasi jasanya termasuk jasa kena pajak. Detail teknisnya mengikuti aturan perpajakan yang berlaku.

4. Berapa kisaran biaya listing fee di supermarket?

Tidak ada angka baku yang diumumkan ke publik. Besarnya listing fee ditentukan oleh kebijakan masing-masing jaringan ritel dan bisa dipengaruhi jumlah gerai, kategori produk, dan skema kerja sama yang disepakati pemasok dan ritel.

5. Mengapa listing fee di kripto bisa sangat mahal?

Karena di balik satu istilah “listing fee” ada banyak komponen: pemeriksaan proyek, audit teknis, integrasi blockchain, kerjasama market maker, penyediaan likuiditas, hingga kampanye marketing. Semua biaya ini sering dipaketkan di bawah payung biaya listing.

6. Apakah token yang listing di exchange pasti naik harga?

Tidak. Listing memang bisa meningkatkan eksposur dan memudahkan perdagangan, tetapi pergerakan harga tetap ditentukan oleh faktor lain seperti fundamental proyek, kondisi pasar, sentimen, dan perilaku investor.

7. Apa perbedaan utama listing fee retail dan listing fee kripto?

Di retail, listing fee fokus pada penempatan fisik produk di rak dan layanan pemasaran di jaringan toko. Di kripto, listing fee mencakup aspek teknis, likuiditas, audit, dan promosi di platform perdagangan aset digital yang jauh lebih kompleks.

 

Author : RB

DISCLAIMER:  Segala bentuk transaksi aset kripto memiliki risiko dan berpeluang untuk mengalami kerugian. Tetap berinvestasi sesuai riset mandiri sehingga bisa meminimalisir tingkat kehilangan aset kripto yang ditransaksikan (Do Your Own Research/ DYOR). Informasi yang terkandung dalam publikasi ini diberikan secara umum tanpa kewajiban dan hanya untuk tujuan informasi saja. Publikasi ini tidak dimaksudkan untuk, dan tidak boleh dianggap sebagai, suatu penawaran, rekomendasi, ajakan atau nasihat untuk membeli atau menjual produk investasi apa pun dan tidak boleh dikirimkan, diungkapkan, disalin, atau diandalkan oleh siapa pun untuk tujuan apa pun.
  

Lebih Banyak dari Blockchain

Pelajaran Dasar

Calculate Staking Rewards with INDODAX earn

Select an option
dot Polkadot 9.04%
bnb BNB 0.45%
sol Solana 4.76%
eth Ethereum 2.37%
ada Cardano 1.75%
pol Polygon Ecosystem Token 2.16%
trx Tron 2.85%
DOT
0
Berdasarkan harga & APY saat ini
Stake Now

Pasar

Nama Harga 24H Chg
GIGA/IDR
Gigachad
91
56.9%
KUNCI/IDR
Kunci Coin
3
50%
MYX/IDR
MYX Financ
54.473
38.12%
LOOKS/IDR
LooksRare
42
35.48%
MOONPIG/IDR
moonpig
16
32.76%
Nama Harga 24H Chg
FWOG/IDR
Fwog
169
-29.88%
RED2/IDR
RED
3.179K
-18.5%
RVM/IDR
Realvirm
9
-18.18%
ROOT/IDR
The Root N
10
-16.67%
FIL/IDR
Filecoin
31.589
-13.27%
Apakah artikel ini membantu?

Beri nilai untuk artikel ini

You already voted!
Artikel Terkait

Temukan lebih banyak artikel berdasarkan topik yang diminati.

Listing Fee Adalah? Biaya, Pajak, dan Cara Kerjanya
19/11/2025
Listing Fee Adalah? Biaya, Pajak, dan Cara Kerjanya

Kalau kamu berkecimpung di dunia bisnis, retail, marketplace, sampai kripto,

19/11/2025
Non-Compliance: Arti dan Dampaknya pada Crypto

Di Balik Teknologi Canggih, Ada Risiko yang Jarang Dibahas Dalam

ICO vs Token Sale: Mana yang Lebih Lindungi Investor

Di awal boom kripto, banyak orang merasa ikut penjualan token