Sebelum kamu kenal uang rupiah yang kini digunakan di seluruh Indonesia, sejarah mencatat perjalanan panjang dan penuh gejolak dari berbagai bentuk mata uang yang pernah digunakan di negeri ini.
Mulai dari logam kerajaan yang dicetak secara manual, hingga ORI yang diterbitkan diam-diam sebagai bentuk perlawanan ekonomi terhadap penjajahan.
Memahami sejarah mata uang Indonesia bukan sekadar mengenang masa lalu, tapi juga mengenal bagaimana kedaulatan finansial bangsa ini diperjuangkan di tengah kolonialisme dan konflik geopolitik.
Daftar Mata Uang Indonesia Sebelum Rupiah, Apa Saja?
Berikut penelusuran lengkap mengenai delapan mata uang yang pernah beredar sebelum rupiah ditetapkan sebagai alat tukar resmi Republik Indonesia.
1. Uang Logam: Jejak Finansial Kerajaan Nusantara
Mari kita mulai dari masa ketika Indonesia masih terdiri atas berbagai kerajaan. Sebelum sistem uang modern dikenalkan oleh kolonial, masyarakat Nusantara telah mengenal transaksi menggunakan uang logam yang dicetak oleh kerajaan lokal. Pada masa kerajaan Hindu-Buddha, terutama di era Sriwijaya dan Majapahit, aktivitas jual beli tidak lagi sekadar barter, tapi dilakukan dengan keping logam dari emas dan perak.
Menariknya, bentuk uang logam saat itu tidak seragam. Ada yang bulat, segitiga, bahkan seperempat lingkaran. Ragam bentuk ini menandakan tidak adanya otoritas tunggal pencetak uang, dan memperlihatkan kekayaan sistem moneter kerajaan yang beragam secara regional.
Informasi ini dikutip dari artikel VOI yang membahas sejarah awal mata uang di Indonesia sebelum era modern.
Masih seputar topik ini, simak juga: Dinar vs Dirham: Apa Bedanya? Sejarah, Kelebihan & Kekurangannya
2. Dirham: Pengaruh Perdagangan Islam dari Samudera Pasai
Seiring berkembangnya pengaruh Islam di Nusantara, bentuk uang pun mengalami perubahan. Memasuki abad ke-13, ketika Kerajaan Samudera Pasai mulai berjaya sebagai pelabuhan dagang besar di Asia Tenggara, sistem uang pun bertransformasi.
Saat itu digunakan dirham emas—mata uang yang membawa pengaruh kuat dari sistem keuangan Islam.
Dirham ini dicetak dengan nama Sultan dan gelar religius seperti Malik as-Zahir, dan menjadi bukti kuatnya hubungan perdagangan Indonesia dengan Timur Tengah. Dirham lokal ini bahkan sering disebut dengan nama “mas”, dan menjadi simbol awal adopsi sistem ekonomi Islam di Nusantara.
3. Sen dan Gulden: Sistem Kolonial Hindia Belanda
Ketika masa kerajaan mulai melemah dan kolonialisme menguat, sistem uang kembali berubah drastis.
Saat Belanda mendominasi wilayah Indonesia, mereka membentuk sistem moneter modern yang terpusat melalui De Javasche Bank, bank yang didirikan pada tahun 1828. Di bawah otoritas ini, pemerintah kolonial mencetak sen dan gulden sebagai alat pembayaran resmi di wilayah Hindia Belanda.
Gulden digunakan secara luas untuk menggantikan sistem logam lokal, dan merupakan bagian dari strategi Belanda untuk mengintegrasikan ekonomi koloni dengan sistem keuangan global Eropa.
Pada masa inilah struktur bank dan sistem pembayaran modern mulai diperkenalkan di Indonesia, meskipun semata-mata untuk kepentingan kolonial.
4. Rupiah Hindia Belanda: Warisan Pendudukan Jepang
Masa kolonial Belanda berakhir sementara ketika Jepang menduduki Indonesia pada tahun 1942–1945. Ketika itu, Jepang menghapus gulden dan menggantinya dengan mata uang baru bernama “Rupiah Hindia Belanda”.
Nama ini memang menyertakan kata ‘rupiah’, tapi nilainya ditentukan oleh Jepang dan digunakan untuk mengontrol ekonomi lokal demi kebutuhan logistik perang.
Jepang juga mencetak uang invasi dalam tiga seri:
- De Japansche Regeering,
- Dai Nippon Teikoku Seifu, dan
- Uang kertas bercap otoritas militer Jepang.
Karena tidak didukung oleh cadangan emas atau stabilitas fiskal, uang ini dengan cepat mengalami inflasi hebat. Di akhir perang, nilainya hampir tidak berharga.
5. Uang NICA: Penolakan Simbolis terhadap Penjajahan Belanda
Setelah Jepang menyerah dan Perang Dunia II berakhir, Belanda mencoba kembali menguasai Indonesia. Mereka membawa serta mata uang baru melalui Netherlands Indies Civil Administration (NICA). Uang ini dijuluki “uang merah” karena warnanya mencolok, dan dimaksudkan untuk menggantikan uang Jepang yang tak lagi bernilai.
Namun, bagi rakyat Indonesia, uang NICA dianggap sebagai simbol kembalinya penjajahan. Penolakan terhadap uang ini tidak hanya simbolik, tapi juga praktis. Di berbagai wilayah, rakyat menolak menggunakannya dan mulai mencari alternatif yang mencerminkan kedaulatan.
Baca juga artikel terkait: Dulu Emas, Kini Kripto? Ini Fakta Uang Komoditas
6. ORI: Mata Uang Pertama Republik Indonesia
Gelombang penolakan terhadap mata uang kolonial melahirkan keberanian untuk menciptakan uang sendiri.
Sebagai bentuk perlawanan ekonomi, pemerintah Indonesia menerbitkan ORI (Oeang Republik Indonesia) pada 30 Oktober 1946. Dicetak secara rahasia dan diedarkan secara gerilya, ORI menjadi mata uang pertama yang murni berasal dari Republik Indonesia.
Menariknya, ORI dicetak saat kondisi politik dan keamanan sangat genting. Karena itu, sebagian ORI ditandatangani oleh A.A. Maramis, meskipun saat itu beliau tidak lagi menjabat sebagai Menteri Keuangan. Nilai simboliknya sangat tinggi—ORI menjadi pernyataan bahwa Indonesia tidak hanya merdeka secara politik, tetapi juga secara ekonomi, seperti informasi yang kami kutip dari website Detik Finance.
7. Rupiah RIS: Transisi dari Federal ke Nasional
Walau ORI telah beredar, Indonesia belum sepenuhnya stabil sebagai negara. Pasca Konferensi Meja Bundar (KMB), Indonesia memasuki masa transisi menjadi negara federal dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS). Dalam masa ini, digunakan mata uang baru: Rupiah RIS.
Namun, bentuk negara federal hanya berlangsung singkat. Setelah Indonesia kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), mata uang RIS pun ditarik dan digantikan oleh rupiah nasional sebagai alat tukar yang sah.
8. Rupiah Resmi & Lahirnya Bank Indonesia
Proses penyatuan sistem keuangan nasional mulai berjalan lebih kokoh. Pada tahun 1951, pemerintah Indonesia mengesahkan Undang-Undang Mata Uang, yang menetapkan rupiah sebagai satu-satunya alat pembayaran yang sah. Namun, saat itu masih ada dua otoritas pencetak uang:
- Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (pecahan kecil)
- De Javasche Bank (pecahan besar)
Baru pada 1 Juli 1953, setelah De Javasche Bank dinasionalisasi dan berganti nama menjadi Bank Indonesia (BI), seluruh kendali penerbitan uang berada di bawah bank sentral.
Dan pada UU BI tahun 1968, hak eksklusif mencetak rupiah diberikan sepenuhnya kepada BI demi efisiensi dan kestabilan moneter.
Kamu mungkin tertarik dengan ini juga: Apa Itu Uang Digital? dan Apa Perbedaannya dengan Kripto?
Mata Uang Digital: Lompatan Baru Sejak Era Blockchain
Setelah memahami panjangnya sejarah mata uang konvensional di Indonesia, kini kita memasuki era baru: mata uang digital. Jika dulu pencetakan uang dikontrol oleh pemerintah dan bank sentral, maka kini mulai muncul sistem uang yang terdesentralisasi dan berbasis teknologi, salah satunya adalah cryptocurrency.
Contohnya seperti Bitcoin, Ethereum, dan USDT, yang kini diperdagangkan di berbagai crypto exchange seperti Indodax. Mata uang digital tidak hanya menjadi alat investasi, tapi juga solusi efisiensi transaksi lintas negara.
Menariknya, Indonesia juga sedang mempersiapkan Rupiah Digital, sebagai versi resmi dari Central Bank Digital Currency (CBDC) yang akan melengkapi sistem pembayaran nasional.
Penutup: Dari ORI hingga Crypto, Uang Adalah Cermin Kedaulatan
Rupiah yang kita genggam hari ini bukan sekadar alat pembayaran. Ia adalah hasil perjuangan panjang, dari logam sederhana kerajaan hingga simbol kedaulatan negara modern. Di era digital, saat cryptocurrency mulai diperkenalkan, semangat dari ORI tetap hidup—bahwa kontrol atas uang adalah bagian dari kontrol atas nasib bangsa sendiri.
Mau paham lebih dalam soal evolusi uang hingga masa depan kripto? Jangan lewatkan konten edukatif lainnya di Indodax Academy dan mulai petualangan cerdasmu di dunia aset digital bersama Indodax!
Itulah informasi menarik tentang mata uang indonesia sebelum rupiah yang bisa kamu eksplorasi lebih dalam di artikel Akademi crypto di INDODAX. Selain memperluas wawasan investasi, kamu juga bisa terus update dengan berita crypto terkini dan pantau langsung pergerakan harga aset digital di INDODAX Market. jangan lupa aktifkan notifikasi agar kamu selalu mendapatkan informasi terkini seputar aset digital dan teknologi blockchain hanya di INDODAX Academy.
Kamu juga dapat mengikuti berita terbaru kami melalui Google News untuk akses informasi yang lebih cepat dan terpercaya. Untuk pengalaman trading yang mudah dan aman, download aplikasi crypto terbaik dari INDODAX di App Store atau Google Play Store.
Maksimalkan juga aset kripto kamu dengan fitur INDODAX Earn, cara praktis untuk mendapatkan penghasilan pasif dari aset yang kamu simpan.
Ikuti juga sosial media kami di sini: Instagram, X, Youtube & Telegram
FAQ
1.Apa saja mata uang Indonesia sebelum rupiah?
Indonesia pernah menggunakan uang logam kerajaan, dirham emas, sen dan gulden Belanda, rupiah pendudukan Jepang, uang NICA, ORI, hingga rupiah RIS sebelum menetapkan rupiah sebagai mata uang resmi nasional.
2.Apa peran penting ORI dalam sejarah ekonomi Indonesia?
ORI adalah mata uang pertama yang diterbitkan oleh Republik Indonesia dan menjadi simbol perlawanan terhadap dominasi ekonomi asing, sekaligus menandai lahirnya kedaulatan moneter nasional.
3.Apa itu Rupiah RIS dan kenapa digantikan?
Rupiah RIS adalah mata uang Republik Indonesia Serikat yang digunakan saat bentuk negara masih federal. Setelah Indonesia kembali menjadi negara kesatuan (NKRI), mata uang ini ditarik dan digantikan oleh rupiah nasional.
4.Kapan rupiah resmi ditetapkan sebagai mata uang Indonesia?
Rupiah resmi menjadi satu-satunya alat pembayaran sah di Indonesia setelah diterbitkannya Undang-Undang Mata Uang tahun 1951 dan berdirinya Bank Indonesia pada 1 Juli 1953.
5.Apa hubungan antara sejarah uang dan mata uang digital saat ini?
Perkembangan mata uang digital seperti kripto menunjukkan bagaimana teknologi mengubah sistem keuangan. Sama seperti ORI yang menandai perlawanan terhadap penjajahan, kripto mencerminkan desentralisasi dan kemandirian sistem keuangan di era digital.
Author: AL