Keadaan harga barang dan jasa yang tinggi dalam jangka waktu tertentu merupakan pengertian inflasi. Berbeda dengan kenaikan harga barang satuan, kondisi tersebut tidak dapat disebut sebagai inflasi.
Dasar perhitungan inflasi dikumpulkan dari data harga hasil survei berbagai macam barang dan jasa yang mewakili belanja konsumsi masyarakat yang kemudian dibandingkan dengan data harga-harga periode sebelumnya.
Inflasi Adalah Kenaikan Harga Barang Maupun Jasa
Perlu kamu ketahui bahwa inflasi adalah kenaikan harga barang maupun jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu seperti yang dikutip dari sumber website resmi bi.go.id.
Tentunya kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas atau mengakibatkan kenaikan harga pada barang lainnya.
Pada umumnya, perhitungan inflasi dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) di Indonesia. BPS melakukan survei untuk mengumpulkan data harga dari berbagai macam barang dan jasa yang dianggap mewakili belanja konsumsi masyarakat. Kemudian data tersebut digunakan untuk menghitung tingkat inflasi dengan membandingkan harga-harga saat ini dengan periode sebelumnya.
Data Inflasi di Indonesia

Image: Bi.go.id
Di atas ini merupakan table data inflasi di Negara Indonesia dari bulan Desember 2022 hingga bulan September 2023 dimana jika secara presentasi angka inflasi menurun dari 5,51% ke angka 2,28% menurut sumber Bi.go.id.
Perbedaan Inflasi, Deflasi, dan Stagflasi
Jika harga barang dan jasa mengalami kenaikan secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu, dapat dikatakan sedang mengalami inflasi. Inflasi ini dapat menurunkan perekonomian global karena tingginya harga menyebabkan terpangkasnya penjualan ritel dan rendahnya daya beli masyarakat.
Indonesia sendiri pernah mengalami inflasi pada saat tarif bahan bakar minyak (BBM) meningkat, yang mengakibatkan biaya produksi juga meningkat. Hal ini menjadikan harga barang dan layanan seperti telur, cabai, dan daging ayam menjadi mahal.
Sementara, jika barang dan jasa secara terus menerus turun dalam jangka waktu tertentu dinamakan deflasi. Pengertian deflasi sendiri adalah meningkatnya daya beli uang dalam masa tertentu karena jumlah uang yang beredar relatif lebih kecil dibandingkan jumlah barang dan jasa yang tersedia.
Adanya hal ini membuat masyarakat merasa diuntungkan karena harga barang dan jasa menjadi murah sehingga dapat pengeluaran mengecil. Namun kenyataannya keadaan seperti ini sedang mengalami deflasi. Turunnya permintaan barang, meningkatnya persediaan barang, banyaknya barang yang sama, serta jumlah uang yang beredar menurun adalah ciri-ciri terjadinya deflasi.
Terjadinya penurunan harga-harga produk akibat konsumsi dan daya produksi tidak seimbang, dinamakan deflasi sirkulasi. Namun jika harga-harga produk turun akibat adanya kebijakan yang gagal untuk menekan angka konsumsi berlebih masyarakat, disebut sebagai deflasi strategis.
Pada September 2019 berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik), Indonesia pernah mengalami deflasi. 82 kota di Indonesia mengalami deflasi hingga 0,27% yang diakibatkan oleh menurunnya harga komoditas makanan dan bumbu-bumbu dapur
Lalu, jika pertumbuhan ekonomi suatu negara melemah, angka penganggurannya tinggi, dan harga-harga barang mahal disebut sebagai stagflasi. Angka pengangguran yang tinggi dapat melemahkan daya beli masyarakat suatu negara. Indonesia pernah mengalami stagflasi pada tahun 1998 karena nilai tukar rupiah yang anjlok terhadap dolar Amerika. Sehingga harga barang-barang pada saat itu mahal dan nilai tukar pada uang yang beredar di masyarakat turun.
Memahami Indeks Harga Konsumen: Metode Kunci untuk Mengukur Inflasi
Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa inflasi adalah kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus-menerus dalam suatu perekonomian. Untuk mengukur tingkat inflasi, digunakan suatu metode yang disebut Indeks Harga Konsumen (IHK). IHK merupakan indikator penting yang digunakan oleh pemerintah dan bank sentral untuk memantau pergerakan harga dan membuat kebijakan ekonomi yang tepat.
IHK mengukur perubahan harga dari sekeranjang barang dan jasa yang biasa dikonsumsi oleh rumah tangga. Barang dan jasa yang dimasukkan dalam keranjang IHK mencakup berbagai kategori, seperti makanan, perumahan, transportasi, kesehatan, dan pendidikan. Komposisi keranjang IHK disesuaikan secara berkala untuk mencerminkan perubahan pola konsumsi masyarakat.
Untuk menghitung IHK, lembaga statistik melakukan survei harga secara teratur di berbagai wilayah dan toko. Harga barang dan jasa yang dikumpulkan kemudian dibandingkan dengan harga pada periode dasar tertentu. Perbandingan ini menghasilkan angka indeks yang menunjukkan perubahan harga secara keseluruhan.
Berikut adalah beberapa langkah utama dalam menghitung IHK:
Menentukan Keranjang Barang dan Jasa
Lembaga statistik menentukan daftar barang dan jasa yang akan dimasukkan dalam keranjang IHK berdasarkan pola konsumsi masyarakat.
Mengumpulkan Data Harga
Surveyor mengumpulkan data harga dari berbagai toko dan wilayah secara rutin, biasanya setiap bulan atau setiap kuartal.
Menghitung Indeks Harga
Data harga yang dikumpulkan dibandingkan dengan harga pada periode dasar tertentu untuk menghasilkan angka indeks harga.
Menghitung Perubahan Indeks
Perubahan indeks harga antara dua periode waktu tertentu menunjukkan tingkat inflasi atau deflasi yang terjadi.
IHK memberikan gambaran yang akurat tentang perubahan harga secara umum dalam suatu perekonomian. Dengan memantau IHK, pemerintah dan bank sentral dapat mengambil langkah-langkah kebijakan yang tepat untuk mengendalikan inflasi dan menjaga stabilitas harga.
Selain IHK, terdapat juga indeks harga lain yang digunakan untuk mengukur inflasi, seperti Indeks Harga Produsen (IHP) yang mengukur perubahan harga di tingkat produsen. Namun, IHK tetap menjadi indikator utama karena mencerminkan perubahan harga yang dihadapi oleh konsumen secara langsung.
Peran Bank Sentral: Kebijakan Moneter dalam Mengendalikan Inflasi
Bank sentral memainkan peran kunci dalam mengendalikan inflasi melalui kebijakan moneter. Sebagai otoritas moneter, bank sentral bertanggung jawab untuk menjaga stabilitas harga dan mengendalikan laju inflasi agar tetap berada pada tingkat yang rendah dan stabil. Berikut adalah beberapa kebijakan moneter utama yang digunakan oleh bank sentral untuk mengendalikan inflasi:
Kebijakan Suku Bunga
Salah satu alat kebijakan moneter yang paling penting adalah pengendalian suku bunga. Bank sentral dapat menaikkan suku bunga untuk meredam inflasi yang tinggi. Kenaikan suku bunga akan membuat pinjaman lebih mahal, sehingga mengurangi konsumsi dan investasi. Hal ini dapat menurunkan permintaan agregat dan menekan tekanan inflasi. Sebaliknya, penurunan suku bunga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan menghindari deflasi.
Operasi Pasar Terbuka
Bank sentral juga dapat menggunakan operasi pasar terbuka untuk mengendalikan inflasi. Dalam operasi ini, bank sentral membeli atau menjual surat berharga pemerintah untuk memengaruhi jumlah uang yang beredar di masyarakat. Pembelian surat berharga akan meningkatkan jumlah uang yang beredar, sedangkan penjualan surat berharga akan mengurangi jumlah uang yang beredar. Pengurangan jumlah uang yang beredar dapat membantu meredam inflasi.
Cadangan Wajib Minimum
Bank sentral dapat mengatur cadangan wajib minimum, yaitu jumlah dana yang harus disimpan oleh bank komersial di bank sentral. Peningkatan cadangan wajib minimum akan membatasi kemampuan bank komersial untuk membuat pinjaman baru, sehingga mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat dan meredam inflasi. Sebaliknya, penurunan cadangan wajib minimum dapat meningkatkan jumlah uang yang beredar dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Komunikasi dan Penargetan Inflasi
Selain kebijakan moneter langsung, bank sentral juga menggunakan komunikasi dan penargetan inflasi sebagai strategi untuk menjaga stabilitas harga. Bank sentral biasanya menetapkan target inflasi yang ingin dicapai dan mengomunikasikan hal ini kepada publik. Dengan demikian, ekspektasi inflasi masyarakat dapat dikelola dengan baik, sehingga membantu menjaga inflasi pada tingkat yang diinginkan.
Kebijakan moneter yang tepat dan efektif sangat penting untuk mengendalikan inflasi dan menjaga stabilitas harga. Bank sentral harus memantau kondisi ekonomi secara cermat dan mengambil tindakan yang diperlukan untuk mencapai target inflasi yang telah ditetapkan. Koordinasi antara kebijakan moneter dan kebijakan fiskal juga sangat penting untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang stabil dan berkelanjutan.
Kesimpulan
Sebagai kesimpulan, inflasi adalah keadaan yang membahayakan perekonomian dunia. Inflasi dibagi menjadi tiga jenis kategori, yaitu inflasi berdasarkan dampak ekonomi, penyebab, dan sumbernya.
Naiknya biaya produksi serta permintaannya, jumlah uang yang beredar banyak, dan devaluasi merupakan beberapa pemicu terjadinya inflasi. Hal ini mengakibatkan gaji masyarakat tidak dapat naik, pengeluaran atau biaya belanja membengkak, serta menurunkan daya beli masyarakat.
Adanya kebijakan moneter dan fiskal yang ketat, stabilitas harga barang atau jasa terjaga, mendorong pertumbuhan investasi dan inovasi, serta tingginya produksi dan produktivitas dapat mengantisipasi terjadinya inflasi.
Terkait hal ini, menjaga negara kita agar terhindar dari efek merugikan inflasi menjadi suatu keharusan. Oleh karena itu, kita perlu memberikan perhatian yang serius terhadap segala isu yang berhubungan dengan inflasi dan mengambil langkah bijak dalam pengelolaan keuangan serta investasi.
Tak hanya berbagai macam informasi tentang penyebab inflasi, kamu juga dapat membaca Informasi menarik lainnya, seperti hiperinflasi dan konsep Produk Domestik Bruto (GDP) secara mendalam di INDODAX Academy.