Wait and See: Jurus Investor di Tengah Ketidakpastian
icon search
icon search

Top Performers

Wait and See: Jurus Investor di Tengah Ketidakpastian

Home / Artikel & Tutorial / judul_artikel

Wait and See: Jurus Investor di Tengah Ketidakpastian

Wait and See Jurus Investor di Tengah Ketidakpastian

Daftar Isi

Kadang yang paling sulit bukan saat pasar sedang anjlok, tapi saat kamu bingung harus ngapain. Harga gerak pelan, berita simpang siur, market seperti diam—padahal sebenarnya sedang menunggu ledakan besar. Di momen-momen kayak begini, banyak trader dan investor memilih satu strategi klasik: wait and see.

Bukan karena takut. Bukan karena malas. Tapi karena mereka tahu, gerak sembarangan tanpa arah yang jelas justru bisa bikin nyangkut atau cut loss di titik yang salah. Strategi ini jadi pilihan ketika arah market belum terbaca, dan sinyal belum sepenuhnya muncul.

 

Apa Itu Strategi Wait and See?

Kalau diterjemahkan langsung, “wait and see” artinya “tunggu dan lihat”. Tapi di pasar modal, maknanya lebih dari sekadar diam menunggu. Ini adalah cara untuk memberi ruang pada market agar memperjelas arahnya, sebelum kamu ambil keputusan masuk atau keluar.

Misalnya saat harga Bitcoin turun tajam tapi belum ada tanda rebound yang solid. Atau ketika saham-saham big caps melemah tapi volume beli masih tipis. Dalam kondisi seperti itu, langkah terbaik bisa jadi bukan beli sekarang, melainkan tunggu—sambil lihat perkembangan harga, volume, dan sentimen global.

Banyak yang menyangka strategi ini pasif. Padahal, kamu tetap aktif memantau indikator teknikal, berita ekonomi, dan pola pasar. Hanya saja, kamu memilih tidak terburu-buru.

Setelah paham konsep dasarnya, sekarang mari bahas: kapan kamu perlu pakai strategi ini?

 

Kapan Kamu Perlu Mengambil Sikap Wait and See?

Nggak semua kondisi cocok untuk wait and see. Tapi ada beberapa sinyal khas yang biasanya bikin trader dan investor memilih strategi ini. Bukan karena ikut-ikutan, tapi karena data dan pola memang belum mengarah ke keputusan yang jelas.

 

1. Market Lagi Konsolidasi atau Sideways

Harga bergerak sempit di area yang sama selama berhari-hari. Candle-candle harian terlihat pendek, volume tipis, dan indikator seperti RSI biasanya netral di sekitar 50. Dalam situasi kayak gini, banyak pelaku pasar memilih tidak entry dulu karena risk-reward ratio-nya nggak menarik.

2. Menjelang Rilis Data Ekonomi Penting

Saat data inflasi (CPI), keputusan suku bunga, atau pidato petinggi bank sentral mau rilis, biasanya pasar jadi sangat hati-hati. Harga bisa volatile tiba-tiba. Di sinilah strategi wait and see jadi penyelamat agar kamu nggak terseret FOMO sebelum waktunya.

3. Belum Ada Sinyal Breakout atau Reversal

Misalnya BTC turun ke area support kuat, tapi volume masih sepi dan belum ada pola pembalikan harga. Trader teknikal yang disiplin biasanya tunggu candle konfirmasi atau divergensi indikator sebelum masuk. Sabar sedikit bisa jadi pembeda antara profit dan floating merah.

4. Sentimen Pasar Campur Aduk

Kamu mungkin pernah lihat kondisi di mana ada kabar positif dan negatif saling tabrak. Misalnya ETF Bitcoin disetujui, tapi di saat yang sama ada regulasi ketat baru. Index Fear & Greed pun biasanya netral. Wait and see jadi respons rasional untuk menghindari aksi spekulatif.

5. Volatilitas Tinggi, Market Goyang

Kalau harga naik turun terlalu cepat dalam waktu pendek, biasanya strategi ini jadi pelindung penting. Apalagi buat trader harian. Lebih baik diam sebentar, analisis lebih dalam, daripada masuk dan keluar berkali-kali kena spread atau slippage.

Jadi, kalau kamu menjumpai satu atau lebih kondisi ini, besar kemungkinan wait and see bisa jadi strategi terbaik—untuk sekarang.

 

Kenapa Strategi Ini Semakin Relevan di Tahun 2025?

Tahun ini bukan tahun yang stabil. Harga Bitcoin sempat drop tajam awal kuartal dua karena sentimen tarif ekspor global. Di sisi lain, investor asing mulai masuk lagi ke pasar saham AS lewat ETF senilai lebih dari $100 miliar. Lalu di Eropa, Bank of England mulai menurunkan suku bunga, sementara The Fed belum memberi sinyal yang jelas.

Market sedang bergerak cepat, tapi arahnya tidak selalu tegas. Hal ini bikin banyak investor institusional pun memilih strategi wait and see. Mereka masuk bertahap, menganalisis sektoral, dan baru agresif ketika sinyal makin kuat.

Kamu pun bisa melakukan hal yang sama. Daripada buru-buru beli saat semua masih kabur, lebih baik observasi dan siap ambil posisi saat kondisi sudah lebih terang. Karena di tengah ketidakpastian, keputusan yang sabar bisa menghasilkan posisi paling strategis.

 

Contoh Penerapan Wait and See di Berbagai Instrumen

Strategi ini bukan milik kripto saja. Saham, forex, bahkan obligasi juga bisa mengadopsi pendekatan wait and see. Biar lebih jelas, yuk kita lihat bagaimana strategi ini bisa bekerja di berbagai instrumen:

 

Saham

Investor yang melihat saham sektor konstruksi turun pasca pemilu biasanya akan wait and see dulu. Mereka memantau arah APBN dan keputusan menteri baru sebelum masuk dengan jumlah besar.

Forex / Valas

Pasar mata uang sangat sensitif terhadap keputusan suku bunga. Trader biasanya wait and see saat menjelang FOMC atau rilis data tenaga kerja AS. Sekali ada kejutan angka, nilai tukar bisa loncat tajam.

Kripto

Saat BTC terkoreksi dari $70K ke $63K, tapi belum tembus support atau belum ada volume besar, trader berpengalaman biasanya menunggu. Baru kalau RSI menyentuh oversold dan ada bullish divergence, mereka mulai entry.

Obligasi

Investor obligasi akan wait and see saat ada ketidakpastian arah suku bunga. Jika pasar menduga BI akan menahan suku bunga tapi inflasi naik, maka investor lebih memilih menunda pembelian hingga rilis data selanjutnya.

 

Kapan Saatnya Mengakhiri Wait and See?

Sebijak apapun strategi wait and see, kamu nggak bisa terus-terusan bertahan dalam posisi diam. Menunggu tanpa batas justru bisa berbalik jadi kelemahan, apalagi saat pasar mulai menunjukkan sinyal bahwa momentum mulai terbentuk.

Tantangannya adalah mengenali kapan waktu yang tepat untuk keluar dari fase observasi dan mulai bertindak. Untuk itu, kamu perlu peka terhadap kombinasi sinyal—bukan hanya dari satu indikator, tapi dari perpaduan teknikal, makro, dan sentimen pasar.

Salah satu sinyal teknikal yang paling sering jadi pemicu adalah breakout harga dengan volume besar. Misalnya, jika harga berhasil menembus resistance penting setelah beberapa hari sideways, ditambah volume perdagangan yang meningkat tajam, itu bisa jadi indikasi awal bahwa buyer mulai menguasai pasar. Tapi, breakout tanpa volume seringkali palsu. Jadi, volume adalah kuncinya.

Lalu, lihat juga pergerakan sektor secara menyeluruh. Jika indeks sektor seperti IDXFIN atau S&P 500 sectoral index mulai naik berturut-turut selama 3–5 hari, ini bisa menunjukkan capital inflow sedang mengalir ke sektor tersebut. Konsistensi pergerakan adalah tanda bahwa bukan hanya retail yang aktif, tapi ada institusi yang sudah mulai masuk.

Di sisi makro, kamu bisa perhatikan revisi data ekonomi—misalnya CPI yang turun dari proyeksi atau PDB yang naik di atas konsensus. Hal-hal seperti ini bisa mengubah arah kebijakan bank sentral dan mengangkat sentimen pasar. Bahkan komentar dari pejabat moneter (misalnya “The Fed may consider rate cuts”) sering jadi katalis yang memicu rally baru.

Dan terakhir, amati konfirmasi pola teknikal di time-frame besar. Misalnya pola bullish flag yang terkonfirmasi di daily chart, atau divergence positif yang muncul di weekly. Pola yang terlihat jelas di time-frame lebih besar biasanya lebih kuat dibanding sinyal di chart 5 menit.

Semua itu bisa menjadi pemicu kamu untuk mengakhiri sikap wait and see dan mulai mengambil posisi aktif—entah dengan entry bertahap, scaling in, atau langsung eksekusi sesuai risk management yang kamu susun.

Ingat, yang membedakan investor disiplin dengan spekulan impulsif bukan hanya soal kapan mereka masuk, tapi bagaimana mereka mengenali saat yang tepat untuk berhenti menunggu. Dan kalau kamu peka terhadap sinyal pasar, kamu bisa jadi salah satu yang ambil langkah lebih dulu—dengan percaya diri dan bukan karena FOMO.

 

Kesimpulan: Diam yang Disengaja Lebih Baik dari Bergerak Tanpa Arah

Dalam ekosistem pasar yang penuh noise dan distraksi, keputusan untuk tidak mengambil keputusan pun bisa jadi langkah yang paling rasional. Strategi wait and see bukan soal takut rugi atau ragu bertindak, tapi bentuk kontrol diri yang menempatkan logika di atas impuls.

Dengan bersikap wait and see, kamu memberi waktu bagi market untuk “berbicara”. Kamu tidak menebak, tapi mengamati—membaca sinyal, menakar risiko, dan merancang skenario masuk yang lebih presisi. Apalagi di tengah kondisi global seperti 2025, ketika suku bunga, tarif, dan geopolitik bisa mengubah arah harga dalam semalam.

Disiplin ini penting, karena dalam investasi, kerugian besar sering kali datang dari keputusan tergesa-gesa, bukan dari menunggu terlalu lama. Maka, memahami kapan harus bergerak dan kapan harus diam adalah keahlian yang membedakan investor strategis dari spekulan panik.

Jadi, saat kamu merasa pasar sedang tak tentu arah—mungkin bukan waktunya menekan tombol beli, tapi justru menekan tombol jeda. Karena kadang, hasil terbaik datang bukan dari yang paling cepat, tapi dari yang paling siap.

 

Itulah informasi menarik tentang “Wait and See” yang  bisa kamu eksplorasi lebih dalam di artikel Akademi crypto di INDODAX. Selain memperluas wawasan investasi, kamu juga bisa terus update dengan berita crypto terkini dan pantau langsung pergerakan harga aset digital di INDODAX Market. jangan lupa aktifkan notifikasi agar kamu selalu mendapatkan informasi terkini seputar aset digital dan teknologi blockchain hanya di INDODAX Academy.

 

Kamu juga dapat mengikuti berita terbaru kami melalui Google News untuk akses informasi yang lebih cepat dan terpercaya. Untuk pengalaman trading yang mudah dan aman, download aplikasi crypto terbaik dari INDODAX di App Store atau Google Play Store.

Maksimalkan juga aset kripto kamu dengan fitur INDODAX Earn, cara praktis untuk mendapatkan penghasilan pasif dari aset yang kamu simpan.

 

Follow Sosmed Twitter Indodax sekarang

Ikuti juga sosial media kami di sini: Instagram, X, Youtube & Telegram

 

FAQ

 

1. Apa bedanya wait and see dan buy & hold?
Buy & hold berarti kamu sudah masuk pasar dan menahan posisi. Wait and see artinya kamu belum masuk sama sekali dan masih menunggu sinyal yang jelas.

2. Cocokkah wait and see untuk pemula?
Justru sangat cocok. Ini bisa melatih kesabaran dan menghindari keputusan terburu-buru yang sering bikin rugi.

3. Kapan waktu maksimal untuk wait and see?
Nggak ada patokan pasti, tapi jika lebih dari 2–3 minggu dan tidak ada perkembangan berarti, lebih baik evaluasi ulang analisis kamu.

4. Apakah wait and see bisa digabung dengan DCA?
Bisa banget. Kamu bisa tetap DCA kecil sambil menunggu sinyal entry besar saat market lebih jelas arahnya.

5. Apakah strategi ini menguntungkan dalam jangka panjang?
Kalau kamu disiplin dan hanya masuk saat sinyal jelas, strategi ini bisa bantu kamu hindari posisi buruk dan menjaga performa jangka panjang.

6. Apakah strategi wait and see bisa digunakan dalam day trading?
Bisa, terutama saat harga mendekati zona rawan seperti resistance kuat, rilis data makro, atau terjadi pergerakan mendadak tanpa volume. Day trader berpengalaman sering wait and see di sesi pembukaan market untuk melihat arah sentimen.

7. Bagaimana menerapkan wait and see saat market crash?
Alih-alih panik jual atau buru-buru beli karena harga jatuh, kamu bisa tunggu pola reversal yang terkonfirmasi (misal: bullish engulfing, divergence RSI). Koreksi besar kadang memberi peluang emas, tapi hanya jika kamu masuk dengan timing yang tepat.

8. Apakah wait and see cocok untuk investor jangka panjang?
Iya, terutama saat valuasi saham atau aset terlihat mahal atau saat kondisi makro sedang tidak mendukung. Investor jangka panjang bisa gunakan waktu tunggu untuk memperkuat analisis fundamental dan menyusun strategi DCA lanjutan.

9. Bagaimana cara tetap produktif saat wait and see?
Sambil menunggu sinyal masuk, kamu bisa:

  • Update watchlist

  • Riset aset yang undervalued

  • Cek laporan keuangan/whitepaper

  • Evaluasi alokasi portofolio
    Diam bukan berarti pasif—kamu tetap bisa prepare to strike saat waktunya tiba.

10. Apa risikonya jika terlalu lama wait and see?
Risikonya adalah ketinggalan peluang (lost opportunity) dan munculnya sikap overanalisis (analysis paralysis). Karena itu, penting tetap punya parameter yang jelas: misalnya, tunggu maksimal 2–3 pekan atau hingga sinyal A, B, C muncul. Jangan biarkan “menunggu” jadi alasan untuk menghindar dari keputusan.

11. Apakah strategi ini bisa digunakan saat rilis data inflasi (CPI)?
Sangat bisa. Banyak trader menunda posisi menjelang rilis CPI karena volatilitas bisa ekstrem. Strategi wait and see umum digunakan menjelang FOMC, NFP, atau pidato The Fed.

12. Bagaimana sinyal teknikal mendukung keputusan wait and see?
Beberapa sinyal teknikal seperti:

  • RSI netral (45–55)

  • Bollinger Bands menyempit

  • Volume rendah

  • Tidak ada pola breakout atau reversal
    …adalah tanda bahwa market sedang menunggu. Ini bisa jadi indikator kuat untuk tidak entry dulu.

13. Apakah wait and see bisa dijalankan dengan bantuan AI atau bot?
Bisa. Beberapa platform sekarang menyediakan fitur alert otomatis berbasis AI yang membaca sinyal teknikal dan fundamental. Kamu bisa atur bot untuk hanya masuk pasar ketika kombinasi sinyal tertentu terpenuhi.

14. Apakah wait and see hanya untuk kondisi market bearish?
Tidak. Strategi ini relevan untuk semua kondisi—bullish, bearish, maupun sideways. Intinya bukan soal arah pasar, tapi soal kapan kamu merasa kondisi belum ideal untuk masuk atau keluar posisi.

15. Apakah wait and see bisa digabung dengan strategi lain seperti swing trading atau scalping?
Bisa banget. Bahkan banyak swing trader menunggu pola atau area demand tertentu sebelum eksekusi. Sedangkan scalper pun perlu menahan diri saat spread melebar atau arah belum jelas. Wait and see adalah mindset yang bisa melengkapi strategi apapun.

 

Author : RB

DISCLAIMER:  Segala bentuk transaksi aset kripto memiliki risiko dan berpeluang untuk mengalami kerugian. Tetap berinvestasi sesuai riset mandiri sehingga bisa meminimalisir tingkat kehilangan aset kripto yang ditransaksikan (Do Your Own Research/ DYOR). Informasi yang terkandung dalam publikasi ini diberikan secara umum tanpa kewajiban dan hanya untuk tujuan informasi saja. Publikasi ini tidak dimaksudkan untuk, dan tidak boleh dianggap sebagai, suatu penawaran, rekomendasi, ajakan atau nasihat untuk membeli atau menjual produk investasi apa pun dan tidak boleh dikirimkan, diungkapkan, disalin, atau diandalkan oleh siapa pun untuk tujuan apa pun.
  

Lebih Banyak dari Market Signal,Tutorial

Koin Baru dalam Blok

Pelajaran Dasar

Calculate Staking Rewards with INDODAX earn

Select an option
dot Polkadot 10.66%
bnb BNB 0.4%
sol Solana 5.37%
eth Ethereum 1.84%
ada Cardano 1.53%
pol Polygon Ecosystem Token 1.96%
trx Tron 2.39%
DOT
0
Berdasarkan harga & APY saat ini
Stake Now

Pasar

Nama Harga 24H Chg
VELOFIN/IDR
Velodrome
1.096
40.87%
TROLLSOL/IDR
TROLL (SOL
3.659
40.68%
W/IDR
Wormhole
1.684
33.86%
KUNCI/IDR
Kunci Coin
4
33.33%
LEVER/IDR
LeverFi
4
33.33%
Nama Harga 24H Chg
ATT/IDR
Attila
2
-33.33%
SHAN/IDR
Shanum
4
-20%
EFI/IDR
Efinity To
3.520
-18.33%
CBG/IDR
Chainbing
42
-14.29%
GXC/IDR
GXChain
15.733
-14.26%
Apakah artikel ini membantu?

Beri nilai untuk artikel ini

You already voted!
Artikel Terkait

Temukan lebih banyak artikel berdasarkan topik yang diminati.

Wait and See: Jurus Investor di Tengah Ketidakpastian

Kadang yang paling sulit bukan saat pasar sedang anjlok, tapi

Hull Moving Average: Emang Lebih Cepat dari EMA?

Kalau kamu sering telat tangkap momen tren dan selalu ketinggalan

Cadev Adalah Cadangan Devisa, Ini Fungsi & Dampaknya
09/08/2025
Cadev Adalah Cadangan Devisa, Ini Fungsi & Dampaknya

Kamu pernah dengar istilah “cadangan devisa” tiap kali Bank Indonesia

09/08/2025